Opini

Ceritaku: Debar-Debar Anak Pindahan

Halooo teman-teman, sebelum memulai cerita saya, perkenalkan nama saya Siti Suciati Citra Muslimah, saya murid baru di SMA KHADIJAH SURABAYA, juga penghuni baru di tanah Jawa. Mungkin sebagian besar warga khadijah masih sangat asing dengan nama saya. Saya pindahan dari Palu, Sulawesi Tengah. Masuk di SMA KHADIJAH pada saat kelas 11 dan menjadi bagian dari IPA 1, sekarang saya kelas 12 IPA 1.

Alhamdulillah dan bersyukur sekali saya mendapat kesempatan untuk menceritakan bagaimana sih rasanya jadi anak pindahan, apasih kesan dan pesannya jadi anak pindahan? Hehe. Di kesempatan ini saya akan coba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan menceritakan kisah saya, semoga teman-teman yang meluangkan waktunya membaca ini bisa mendapatkan nilai positif dan dapat bermanfaat, Aamiin!

Jujur ya saya cukup bingung mulainya dari mana hehe. Saya akan coba mulai dengan latar belakang tentang seorang Siti Suciati Citra Muslimah. Masuk di SMA KHADIJAH, saya memperkenalkan diri untuk dipanggil Citra.

Namun, seiring berjalannya waktu, tak sedikit orang mulai dari guru bahkan teman sekelas yang memanggil saya Suci. Bahkan mungkin orang-orang di luar kelas lebih mengenal Suci bukan Citra, cukup membingungkan bagi saya pribadi. Hal ini sering terjadi sejak saya SMP, kurang nyaman bagi saya, tapi karena terbiasa jadi ya nyaman-nyaman saja. Dari hal ini juga saya bisa sedikit menemukan makna dari “Bisa karena terbiasa” hehe.

Di dalam jiwa saya rasanya memang sudah mengalir darah perantau. Saya selalu senang berada di tempat baru. Makin asing suatu tempat maka saya makin senang. Bapak saya memang seorang perantau, bugis asli tak ada campuran lain. Mama saya memiliki darah bugis dari ayahnya, dan darah sangir ternate dari ibunya, namun besar di kabupaten kecil di daerah Sulawesi Tengah, Kabupaten Tolitoli. Ya dari kombinasi itu muncul lah saya yang Sulawesi banget.

Darah perantau itu mungkin di dominasi dari gen bapak, karena bapak memang senang merantau dan perantau hebat sejak ia memulai hidupnya di jenjang perguruan tinggi. Saya selalu bersyukur memiliki jiwa perantau itu, saya pikir hal itu lah yang dapat mendewasakan pribadi saya, dan sudah memberi pelajaran kehidupan yang sangat banyak hingga saya di usia ini. Saya pikir sangat penting untuk mengetahui hal seperti ini, karena menurut dan sejauh yang saya rasakan, hal ini memiliki pengaruh jangka panjang. Jadi untuk teman-teman yang belum menemukan apa yang mendominasi di kepribadian dan jiwa teman-teman, bisa dicari se-segera mungkin ya hehehe.

Saya sudah pindah sebanyak 2 kali, tak seberapa sering tapi lumayanlah ya hehe. Alasan utama saya pindah adalah ikut bapak dinas kerja. Bapak saya seorang karyawan BUMN, sehingga mengharuskan pindah-pindah untuk mengejar kariernya. Bapak dan Ibu saya bertemu di Tolitoli, saya dan kakak saya juga lahir di sana.

Ketika naik kelas 4 SD, bapak dipindah tugaskan ke Ibu kota Sulawesi Tengah, kota Palu. Saya menjalani sebagian SD, sepenuhnya SMP dan sebagian SMA di kota Palu. Sebenarnya bapak sudah dipindahkan lagi dari Palu saat saya berada di kelas 8 SMP.

Bapak dipindahkan ke pulau kecil di Ternate, pulau Tidore namanya. Sempat terfikirkan untuk memindahkan kami sekeluarga di sana, tapi begitu sampai di sana, bapak dan mama memutuskan untuk tetap di Palu sebagai home based kami. Dengan pertimbangan pendidikan di Palu lebih bagus, akses, sarana dan prasarana juga lebih memadai. Sehingga beberapa bulan sekali bapak yang pulang ke Palu.

Saya, mama dan kakak secara fisik hidup bertiga di Palu, tapi sejatinya kami selalu hidup berempat. Tak ada hari yang terlewatkan tanpa telfonan dengan bapak, melaporkan setiap kegiatan yang akan dilakukan hingga telfon penutup di malam hari yang menceritakan apa saja yang terjadi pada hari itu hingga mengucapkan selamat tidur.

Setelah sekitar 8 bulan di Pulau Tidore, bapak di pindah tugaskan ke Surabaya. Mendengar kabar itu tentu sangat bahagia rasanya. Saya pikir kali itu akan menjadi akhir keluarga kecil kami terpisah secara fisik, ternyata tidak. Kebetulan, saat itu kakak saya baru saja diterima di salah satu sekolah swasta terbaik di Palu, dan sudah melewati tahap administrasi yang semua orang tau bahwa biaya sekolah swasta tidak sedikit.

Harapan itu ternyata harus saya kubur. Hingga pada saat kakak saya lulus SMA, bapak akhirnya memutuskan untuk memindahkan saya dan mama ke Surabaya. SMA KHADIJAH tak pernah terfikir dan terlintas di kepala saya.

Pada saat itu memang bapak menyuruh saya untuk survei SMA di Surabaya melalui google. Yang dominan muncul pada saat itu adalah SMAN 15, SMAN 16, SMA AL HIKMAH, SMAN 10. Bapak coba dan cukup berjuang juga di ketiga SMA negeri itu, tapi ternyata ada aturan bahwa SMA negeri tidak bisa menerima murid dari SMA swasta, terkecuali murid SMA negeri itu bebas di mana saja.

Memang, sekolah saya di Palu adalah sekolah swasta, SMA AL AZHAR MANDIRI namanya. Kenapa masuk swasta? Karena di Palu SMA terbaik dari segi akademik memang di sekolah saya itu dan juga kelebihan dari sekolah saya adalah aturan dan tingkat kedisiplinannya yang sangat ketat. Hal ini dianggap dapat melindungi dari pergaulan bebas. Hampir 2 minggu bapak berjuang di sekolah negeri. Namun, tiap kali mendapat telfon selalu tidak bisa, sampailah di satu titik saya berfikir

“Manapun sekolah yang nanti akan menerima saya, saya sangat berterimakasih dan akan saya tunjukkan kemampuan saya”.

Ya pikiran itu terlintas dengan sedikit emosi dan tekad yang sangat besar hehe. Jujur, karena penolakan yang berkali kali itu, ada perasaan di sepelekan, ya walaupun ini pikiran negatif yang tidak baik yaa. Balik lagi, saya hanya manusia biasa, jadi wajarlah ya ada perasaan seperti itu hehe. Hingga akhirnya, bapak menyuruh saya untuk secara acak beri beliau informasi sekolah swasta yang tidak begitu jauh dari rumah.

Ada dua sekolah yang mendominasi, yaitu SMA KHADIJAH dan SMA MUHAMMADIYAH 2. Bapak pertama kali mendapatkan informasi mengenai SMA MUHAMMADIYAH 2, karena kebetulan anak dari rekan kerjanya bersekolah di sana. Dan bapak mendatangi langsung SMA KHADIJAH untuk dijadikan pembanding. Dan dengan alasan jarak yang lebih dekat, maka bapak dan saya memutuskan untuk melengkapi administrasi di SMA KHADIJAH.

Ingat banget, dulu pertama kali datang ke khadijah, di hari Sabtu, dua hari sebelum masuk sekolah di hari Seninnya. Datang kesana ditemani mama untuk ambil baju seragam. Saya selalu ingat orang ataupun tempat pertama di sesuatu yang baru. Apapun yang pertama akan selalu saya ingat hehehe, gatau juga kenapa, tapi rasanya yang pertama selalu punya kesan tersendiri dan menurut saya akan sangat mahal nilainya di waktu yang akan datang.

Hari Sabtu itu, mama menyapa dan bertanya pada salah seorang murid perempuan, baik dan ramah sekali. Kakak itu mengantarkan kami ke ruang guru, hingga pada saat akan mengambil perlengkapan pramuka di koperasi, kakak itu juga yang mengantarkan kami.

Guru yang pertama saya temui adalah Pak Sugiono di ruang tata usaha dan Bu Khayunah di ruang guru. Kemudian, saya bertekad untuk mencari tahu tentang kakak yang tadi pada saat masuk sekolah hehe. Tak perlu tahu namanya, yang pasti beliau orang baik dari kelas 12 IPA 1, sekarang sudah alumni, semoga beliau mendapatkan perguruan tinggi dan masa depan terbaik yakk Aamiin!

Hari senin tiba, saya sudah berada di sekolah sejak sebelum pukul 5.30 WIB. Pagi sekali yaa hahahaha, ya suatu keharusan. Saya diantar ke sekolah oleh bapak dan bapak harus bersiap ke kantor. Hari itu, tekad saya sangat besar, pagi itu grogi tidak terasa, yang ada dipikiran saya cuman

“Ini jawabannya, ini sekolah yang menerima saya, saya berterimakasih, akan saya tunjukkan kemampuan saya”.

 Hari itu bapak mengantarkan hingga saya duduk di bangku sebelah kiri dari pintu masuk. Kemudian bapak pulang. Ada 2 orang pertama yang saya jumpai pagi itu, coba saya sapa tapi ternyata mereka murid kelas 10. Kemudian saya berpindah duduk di depan ruang guru, menyaksikan setiap orang yang datang dengan fikiran “Mana kira kira teman kelas saya ya” hehehe.

Begitu Pak Sugiono datang, saya disuruh masuk dan menunggu di ruang tata usaha. Hari itu ada tiga murid baru, Saya, Aji dan Musyrifah. Ternyata, mereka berdua saudara.

“Haduhhh ya sudahlah saya benar benar asing di sini harus memulai semuanya lagi dari awal” batinku.

 Bel masuk pun tiba, setelah berdoa selesai, saya dikenalkan dengan seorang guru yang juga katanya wali kelas saya, Pak Fahmi namanya. Pertama berjumpa cukup kaget, dan takut, soalnya suara beliau besar hehehe, maaf pak.

Ya, soalnya guru guru saya di Palu mayoritas masih  muda, umurnya kisaran 20-30an, ada beberapa yang 40 tahun keatas, tak sampai lima orang. Saya dan Aji kebetulan di tempatkan di kelas yang sama, 11 IPA 1. Saat itu Pak Fahmi jalan lebih cepat, sehingga beliau masuk kelas lebih dulu. Saya dan Aji saling suruh untuk buka pintu kelas itu hahaha. Belum sempat dibuka, tiba-tiba ada orang yang keluar dari kelas itu yang membuat Saya, Aji dan dia pun kaget. Setelah buang sampah, dia kemudian mempersilahkan kami masuk.

Semua mata tertuju pada kami berdua di depan kelas. Di situlah grogi dan semua perasaan aneh itu datang. Kemudian setelah perkenalan diri, saya duduk di bangku kedua dari belakang, cukup belakang bagi saya, ya bisa dibilang ini tempat duduk terjauh saya selama bersekolah . Setelah salam-salaman dan berkenalan, oh ternyata si dia itu ketua kelasnya, Sarah namanya hehe.

Pada hari itu tak ada pembelajaran, mungkin karena awal masuk setelah libur panjang, jadi adaptasi lagi. Ada sedikit risau, soalnya teman-teman di Palu sudah mulai pembelajaran sejak seminggu yang lalu. Dan sedikit kaget saat tahu kalau seminggu pertama itu tidak akan ada pembelajaran, karena di sekolah saya di Palu hanya jam pertama tidak belajar dengan tujuan kerja bakti, hari pertama masuk sekolah pasti langsung belajar.

Hari pertama di khadijah, teman sebangku saya minta untuk ditemani mencari rukuh-nya (mohon maaf apabila salah penulisan). Saya bertanya tanya dalam kepala rukuh apasiiii rukuh, saya pikir jajanan, tapi eh kok carinya di gudang, ternyata roku itu mukenah :”)

Di minggu pertama itu sangat banyak sosialisasi kan ya, saya ingat banget waktu sosialisasi di Ruang Auditorium. Itu ruang yang membutuhkan waktu paling lama untuk saya beradaptasi. Serius ruangan itu goyang, se goyang itu lhooo, tapi kok orang orang biasa ajaaa :”) Untuk memastikan ke santuy-an mereka saya bertanya ke Yuna, Lil, Farah, Manda, Mba Nesha, Anin, Amel, Della, ya sekaligus banyak untuk memastikan.

 “Gempa lho kalian rasain ga?” Pertanyaan ini saya ulang beberapa kali sampai mereka meyakinkan.

 “Engga lho Cittt, perasaanmu aja”

Trauma sejak kejadian Gempa dan Tsunami di Palu sepertinya masih terus terbawa di diri saya, sehingga membuat saya lebih peka terhadap guncangan, maupun bunyi. Saat masuk audit rasanya pengennnnnn banget lari, pengennnn bangettt kegiatan nya selesai. Bahkan saya sudah pikir dan cari jalan ntar kalo kenapa-kenapa saya lewat mana yaa, saya harus apa yaa. Agak berlebihan sih ya, tapi itu trauma yang nyata.

Awal banget masuk Khadijah, sempat terfikirkan untuk ikut osis juga, tapi karena jarak antara masuk sekolah dan penerimaan osis terlalu dekat, dan saya masih perlu waktu untuk beradaptasi, sehingga saya menggugurkan keinginan itu. Oiya ada satu waktu, saya belum mendapatkan baju olahraga.

Teman dan guru menyarankan saya untuk pakai training dan baju bebas, tapi dengan bangga dan percaya dirinya saya menggunakan baju olahraga sekolah saya yang dulu. Kalau mau dipikir lagi, ada bangga ada malunya sihh hahaha, soalnya baju itu nyentrik banget, warnanya biru neon gituuu astaga. Bangganya sih karena pada waktu itu saya bisa percaya diri pakai baju itu, agak heran juga kok bisa sepercaya diri itu, padahal itu bertolak belakang dengan saya duhh…

Jadi anak pindahan bagi saya lebih banyak senangnya, dan bersyukur sekaliiiii rasanya. Saya jadi punya banyak rumah dengan ciri khasnya yang berbeda-beda, dan itu sangat mahal bagi saya.

Bangga dan senang sekali menjadi bagian dari SMA Khadijah dan SMA Al Azhar Mandiri. Apapun itu,  segala sesuatu pasti ada kelebihan dan kekurangan, dalam hidup saya selalu yakin bahwa ini adalah hal mutlak, agar saya tidak selalu memaksakan kehendak.

Al Azhar dan Khadijah adalah kombinasi sempurna bagj saya dalam menempuh pendidikan di jenjang SMA ini. Dari Al Azhar saya belajar banyak tentang disiplin, ambisius, bersyukur, perjuangan dalam sulitnya menempuh pendidikan dengan saingan yang wufffhh luar biasa beratnya.

Dari Khadijah saya sangat berterimakasih dan bersyukur atas segala ilmu terutama di bidang spritual, mendapat keluarga dan budaya yang sangat baru dan berharga bagi saya, mendapatkan guru-guru yang sangat peduli terhadap muridnya, semua hal dituntun dengan sangat detail, serta lingkungan belajar yang sangat nyaman.

Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari kedua sekolah hebat ini, dua kombinasi yang sangat sempurna untuk saya. Jika hari ini saya belum bisa membanggakan dengan menyumbangkan  piala, semoga suatu waktu saya dapat memberikan sesuatu untuk kedua sekolah yang memberi saya tidak hanya pelajaran akademik, tapi juga spiritual dan pelajaran kehidupan yang sangat sangat berharga dalam proses saya menjadi manusia.

Tak terasa, tinggal beberapa bulan lagi saya menempuh pendidikan di jenjang SMA, saat ini saya dan teman-teman sedang pusing-pusingnya memikirkan kuliahan, masa yang cukup krusial, sangat membingungkan tapi serba salah. Mau bersikap bodo amat tapi taruhannya masa depan aduhh. Semoga kita bisa menikmati waktu-waktu terakhir di Khadijah di jenjang SMA ini, sebelum kita mencicipi pahit dan kerasnya dunia luar.

Ya yang namanya manusia, sangat sulit untuk merasakan puas, dan ego selalu ada dalam diri. Semoga kita dapat mengontrol diri kita untuk menerima apa yang ada, mengubah mindset ke arah yang positif, hingga kita tidak lupa dengan yang namanya bersyukur. Karena, kitalah yang pegang kendali terhadap apapun yang ada di diri kita. Semua dalam hidup adalah tentang pilihan, dan Tuhan beri kita akal agar dapat memilih. Kalau hari ini rasanya tidak sesuai, tenang, jawaban tidak selalu datang pada saat ini. Bisa jadi, apa yang dikeluhkan hari ini, adalah doa kita di masa lalu.

Sekian cerita saya, semoga ada hikmah dan pembelajaran yang dapat teman-teman ambil, mohon maaf sebesar besarnya atas segala kekurangan. Lagi dan lagi saya masih dan terus belajar. Apapun yang sedang teman-teman kejar,  usahakan, kerjakan, lakukan, semoga hikmah dari jatuh bangunnya dapat dirasakan, bermimpilah setinggi tingginya, berekspektasilah serendah rendahnya.

| Siti Suciati Citra Muslimah – XII IPA 1

Gambar oleh Taoyuetong dari Pixabay

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *