Cerpen

Cerpen: Halo Apakah Aku Baik-Baik Saja?

Source: Pinterest

| Penyair Amatir

Marisa memesan teh hangat. Baru saja ia menandaskan kopi pahit kesukaannya. Satu jam yang lalu, kekasihnya memutuskan dirinya.

“Aku ingin hubungan kita selesai sampai di sini. Kuharap kamu mengerti”

Marisa tersedak. Ia menatap lelaki yang hampir dua tahun bersamanya dalam suka dan duka itu.

“Ini tidak ada kaitannya dengan siapapun. Ini keputusanku sendiri.”

Selama bersama sebagai pasangan kekasih, hubungan keduanya selayaknya pasangan lain. Ada ganjalan di sana-sini. Tetapi dengan komitmen kuat, setidaknya dua tahun telah mereka lewati. Bahkan, antarkeluarga sudah mengenal dengan baik.

“Aku lulus kuliah dulu Mel. Setelah itu kami akan menikah. Doain ya..”

Saya mengenal baik Marisa. Dia teman sedari sekolah dasar. Meski saya lebih memilih kerja daripada kuliah, komunikasi saya dengan Marisa tak pernah terputus. Kami menumpahkan masalah-masalah yang kami hadapi. Ya suka. Ya duka. Tentang apa saja.

“Aku tidak tahu lagi. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku membencinya..”

Marisa tentu saja tidak butuh nasihat. Ia hanya butuh di dengar. Maka saya mendengarnya dengan sabar. Tak sekalipun saya menyela. Saya biarkan dia bicara. Kecuali kalau dia bertanya, saya akan menjawabnya. Itupun seperlunya saja.

“Sepertinya saya harus mengantarmu”

Akhirnya saya berkata juga. Setelah jeda panjang. Setelah satu lagu sendu yang semakin membuat suasana makin patah hati.

Saya berdiri dan menuju kasir. Lalu menggandengnya uh lebih tepatnya “memapah”.

Betapa terkejutnya, ketika lelaki itu tiba-tiba muncul begitu saja. Di depan pintu. Membawa bunga pula. Marisa yang sebelumnya lunglai, menjadi bertenaga. Ia malah tersenyum padaku.

“Halo. Apakah aku baik-baik saja?” bergantian aku memandang dua pasangan yang baru saja putus itu.

Lelaki itu memberikan bunga yang ia bawa padaku. Aku menjadi salah tingkah. Kulihat Marisa. Dia tersenyum. Gila. Dia tidak menampakkan kesedihan seperti di dalam tadi.

“Halo, apakah ini semacam prank?”

Keduanya terbahak-bahak. Lalu mereka berdua menyeretku. Aku yang semakin tidak mengerti dengan yang terjadi, memilih pasrah.

“Jangan banyak pikiran. Nanti cepat tua Mer..” ujar Marisa ketika kami sudah di dalam mobil.

“Halo… Apakah……”

“Ini semacam prank?” Keduanya kompak menyelaku. Tawa mereka berdua berderai. Mobil melaju menuju entah.

Sda, 18/9/2020

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *