Pulang

Melankolia Hujan Kita

Oleh: Penyair Amatir*

Tulisan ini harusnya saya tulis di bulan bahasa. Tetapi semesta rupanya lebih setuju jika pada bulan inilah saya harus menuangnya. Walaupun saya setuju juga, jika semesta tak peduli pada bulan apa saya menuliskan. Semuanya kembali pada niat dan usaha saya dalam menulisnya.

Situasi serupa kurang lebih sama pada peserta lomba maraton “menulis” novel di kelas XII. Program tahunan yang saya adakan. Tujuannya jelas (versi saya), membangun budaya tulis dari hal terdekat yang mereka alami. Menuliskan kisah tentang dirinya mulai dari kelahiran hingga masa putih abu-abu.

Selama dua tahun era pandemi, yang mampu hingga finish hanya segelintir. Segelintir ini jelas tetap membuat saya bahagia. Bukan karena semesta yang membuatnya demikian, tetapi memang dalam hidup selalu ada yang terpilih. Yang terpilih ini selalu bukan mayoritas. Bukankah demikian memang rumusnya?

Tahun ini, hingga tiga bulan lebih sedikit, juga tak banyak yang menuntaskan dengan ideal. Sekali lagi ini bukan hal yang tidak harus dirayakan. Saya tetap gembira karena ada mereka yang “segelintir” terpilih.

Sulak bilang, jika menulis bukan kecakapan alami kita. Seperti berkedip, bersin, menangis, dst. Untuk dapat menulis kita harus belajar. Caranya? Saya berulang selalu bilang, ya dengan mulai menulis. Bahkan secara sarkas, saya bilang: jangan sibuk berpikir, mulai menulis segera.

Mereka yang tidak masuk zona “segelintir” itu bukan mereka tidak bisa menulis. Tetapi jangan-jangan mereka banyak yang sibuk berpikir bagaimana merumuskan tulisan yang bagus dan bermutu. Sehingga lupa untuk menekan tombol “mulai”.

Sementara untuk urusan waktu, 24 jam berlaku universal. Tinggal bagaimana prioritas dalam menekan laju rutinitas. Itu saya pikir yang justru penting untuk dicermati.

BULAN BAHASA

Kembali ke bulan bahasa, seperti biasa saya merayakannya di kelas.. Mulai dari membaca cerpen sastrawan terkemuka hingga mengikat keresahan siswa ke dalam puisi.

Saya menikmati saja ketika anak-anak bingung dengan maksud cerpen yang mereka baca. Misalnya, Kuda Terbang Mario Pinto (Linda Christanty), Surat Kepada Setan (Putu Wijaya), Orang yang Selalu Cuci Tangan (Seno Gumira). Juga bahasa ala Eka Kurniawan dalam Corat-Coret di Toilet yang menurut mereka “mengejutkan”.

Cerpen-cerpen yang mereka baca tidak hitam putih. Tidak benar salah. Sehingga perlu perenungan untuk bisa mengunyah maknanya. Juga beberapa cerpen menyajikan pilihan kata maupun simbol-simbol yang tidak biasa bagi anak-anak (apalagi yang tidak memiliki riwayat membaca buku yang baik). Tentu membuat kening berkerut. Seperti biasa, saya berikan mereka petunjuk (walau bagi mereka tidak berguna), bahwa “bingung” itu tanda mereka sudah mulai berpikir. Justru yang tidak “bingung” yang harusnya berbahaya.

Selain itu, tentang mengikat keresahan dalam puisi. Suatu ketika hujan mengguyur area Wonokromo. Maka saya ajak Gesxit ke lantai tiga. Saya ajak mereka menikmati bulir-bulir hujan yang jatuh dari langit. Setelahnya menerjemahkan ke dalam puisi dengan bebas.

Sociodos lain lagi, mereka membuat puisi dari tragedi Kanjuruhan. Anostu dan Sikopat berdasar HUT Jawa Timur. Tension tentang September. Exsisten harus menikmati ekosistem taman sekolah dulu untuk kemudian berpuisi.

Ah, jika sok mau dikaitkan dengan bulan bahasa, juga ada festival monolog Kemelut di Majapahit. Yang menurut Rara sangat “membahagiakan” itu.

Tulisan ini saya tutup dengan puisi yang saya tulis di Gesxit, selepas melihat hujan di lantai tiga.

MELANKOLIA HUJAN KITA

Sore itu degup rinduku padamu
luruh digilas rimbunnya hujan
menyalakan sepi yang kelabu

sebait luka yang menetap di beranda
serupa langit pekat pada jantung pikiranmu

kita?

tersedak di Gesxit
Melepas hujan
18.10. 22

Demikian bulan bahasa dari ruang kelas yang saya ampu. Tidak ada slogan-slogan yang diucapkan atas nama publisitas. Walaupun demikian nyalanya tetap sama: Utamakan Bahasa Indonesia, Pelajari Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing.

Salam satu jiwa
(usut tuntas setuntas-tuntasnya)
| Penyair yang juga bonek mania
5/11/2022

*Penyair yang mengisi waktu luangnya dengan mengajar mapel BIN di SMAKH.

Gambar | https://pin.it/3BFdujw

578 total views, 1 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *