Opini

Predator Menggila, Tanda Dunia Tak Lagi Aman?

Oleh: Najma Anindya Ghaisani

“Indonesia sudah tidak aman.”

Sepertinya kalimat ini cocok untuk negara kita sekarang. Tidak aman bagi para wanita yang melahirkan peradaban, mereka yang seharusnya dihormati tetapi malah dilecehkan. Entah apa yang dipikirkan oleh para “predator” gila untuk melakukan sesuatu hal yang sangat amat tidak terpuji itu.

Belum lama kasus dari almarhumah NW, muncul lagi berita kasus pelecehan lainnya. Tentu saja hal ini membuat netizen geram, marah, dan tidak sedikit pula yang merasa kecewa. Termasuk saya.

Kalau saya tidak salah menghitung, sudah ada 6 kasus dalam seminggu ini yang diberitakan. Kasus NW, kasus dosen yang katanya khilaf, kasus kakek yang melecehkan cucunya yang masih SMP, kasus bapak yang menganiaya dan melecehkan anaknya sendiri, kasus ibu di riau dengan bayinya, dan kasus predator berkedok pengajar yang melecehkan belasan santriwati hingga melahirkan.

Banyak sekali kasus, banyak sekali. Jujur, saya merasa miris untuk kesekian kalinya.

Secara langsung, ini membuat kami, sebagai perempuan merasa tidak mempunyai ruang yang aman. Di luar bahaya, di dalam pun bahaya. Kejahatan seksual juga tidak dapat diduga. Bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Pelakunya bisa orang asing atau malah orang terdekat kita.

Jika masih ada orang yang berkata, “Makanya, berpakaian panjang dan tertutup biar ga dilecehin!”

Ini bukan melulu soal korban dengan pakaiannya, namun soal pelaku dengan pikirannya.

Kasus predator berkedok pengajar dengan santriwati, apa korban memakai pakaian terbuka? Tidak.

Apa gunanya perempuan (korban) untuk menjaga dirinya dan cara berpakaiannya jika pikiran pelaku masih terisi dengan hal-hal yang tak senonoh?

Korban tidak pernah bersalah, pelaku kekerasan seksual yang seharusnya bersalah. Korban tidak pernah mau untuk diperlakukan semena-mena seperti itu.

“Tapi waktu digituin dia diem tuh. Berarti mau sama mau!”

Mengapa korban kekerasan seksual diam? karena itu merupakan respon otak saat kaget, kebingungan, dan cemas menjadi satu. Kondisi ini dinamakan freeze response, terjadi ketika otak kita memutuskan bahwa kita tidak dapat menghadapi ancaman dan juga tidak bisa melarikan diri. (Correct me if I’m wrong, ya)

Kemarin malam, pada hari Jum’at (10/12) saya ikut bergabung mendengarkan Spaces Twitter (Spaces adalah fitur obrolan khusus audio di Twitter) yang diadakan oleh DPP PSI mengenai kekerasan seksual. Banyak sekali korban yang menceritakan pengalaman mereka di sana. Perasaan saya sebagai perempuan yang ikut mendengarkannya pun menjadi campur aduk, marah, sedih, kecewa, dan takut. Tidak mengalami, tapi ikut merasakan rasa takut dari korban.

Rekaman spaces bisa diputar di sini.

Ternyata tidak hanya perempuan saja yang bisa dilecehkan, tetapi laki-laki juga bisa dilecehkan. Saya sempat terkejut ketika yang berbicara adalah seorang lelaki. Kekerasan seksual tidak mengenal gender rupanya.

Rata-rata korban dari kekerasan seksual itu masih dibawah umur, yang belum mengerti apa-apa. Dengan keadaan belum mengerti “apa-apa” inilah yang dimanfaatkan pelaku. Dari sini, kita tahu bahwa sex education sejak dini itu penting. Memberikan pemahaman kepada mereka dengan tujuan supaya terhindar dari kekerasan seksual dan ajari mereka juga bagaimana cara membela dirinya saat berhadapan dengan pelaku.

Banyak dari mereka (korban) yang bercerita kalau orang di sekitarnya menuli tentang masalah pelecehan seksual. Sudah bercerita ke orang terdekatnya, tapi responnya tidak membuat korban merasa lega. Saya yang mendengarkannya pun merasa heran, padahal masalah seperti ini tuh penting dan darurat sekali. Mengedukasi diri bahwa kekerasan seksual itu sama sekali tidak benar.

Antisipasi agar terhindar dari kejahatan seksual memang perlu, namun kami juga bisa merasa lelah jika disuruh waspada sana sini, berlindung kesana kemari terus menerus. Karena pelaku kejahatan seksual ada dimana-mana, dapat berbuat berbagai macam hal yang menakutkan, dan melancarkan aksi bejatnya setiap ada kesempatan.

*Penulis merupakan pelajar SMA Khadijah kelas XI IPA 2 yang bergiat di ekskul jurnalistik.

Gambar dari lpmpendapa.com

1,089 total views, 3 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *