Cerpen

Si Hijau

Oleh : Cadita putri

Sebenarnya apa yang dipikirkan lelaki bertubuh kurus itu dibawah pohon mangga belakang sekolah? Ah, sepertinya aku tidak pernah melihatnya, aku pikir dia anak kelas lain. Tanpa diperintahkan kaki lincahku berlari kecil kearah lelaki kurus itu.

“Hei! Sedang apa kau disini? Apakah tidak digigit nyamuk?” Kurasa suaraku mengangetkannya, dia tersentak cukup keras Ketika suaraku menginterupsi keheningan yang dari tadi ia ciptakan.

Sebuah senyuman manis terukir dari bibir lelaki itu, aku pikir ia akan terganggu dengan kehadiran ku ternyata tidak. Ia melambai-lambai kearah daksaku seakan mengajakku untuk melindungi diri dari matahari dibawah rindangnya pohon mangga siang itu.

“Apakah kau sedang mencari inpirasi untuk suatu karya seni? Aku rasa hanya orang berjiwa seni akut yang akan memilih duduk dibawah pohon disiang terik seperti ini.” Bukan jawaban yang aku dapatkan, lagi-lagi sebuah senyuman manis. Aneh, apa yang dia sembunyikan dari ku? Apakah aku semenyeramkan itu untuk diajak bicara? Tapi dia tersenyum kepadaku! Apa maunya, batinku.

Namun baru saja satu kalimat lagi kuacapkan, kulihat jemari ringkihnya mengambil sebuah notes kecil dari dalam saku bajunya dan sebuah pulpen yang tergantung manis dikain saku bajunya. Kulihat ia menulis sesuatu disana, tunggu menulis? Iya menulis.

“Jangan kesal, aku ini bisu jadi tidak bisa menjawabmu.”

Aku terpaku sepersekian detik, hamper saja melotot tapi daripada membuat lawan bicaraku ini menarik diri, aku memilih menetralisirkan perasaan kaget ku. “Maafkan aku, aku tidak tahu.” Jawabku merasa tak enak.

Dia mengangguk yakin, dari yang kuyakini ia mencoba berucap bahwa dia tidak apa apa, itu bukan salahku.

Dia menulis lagi, “Aku tidak berjiwa seni, ibuku hanya seorang tukang masak dirumah seorang yang memiliki banyak uang. Aku disini hanya mencoba mencari arti hidup tanpa harus repot-repot membicarakannya lewat kata, Bersama si hijau.”

“Si hijau?”, tanyaku. Tentu aku belum memahami maksudnya secara menyeluruh, kurasa memang semua lebih mudah apabila disuarakan.

“Pohon tempatmu menarik diri dari sinar matahari siang ini. Bagaiamana, sejuk bukan? Begitulah aku mencari diriku dari berisiknya dunia, pohon mangga ini mengajarkan ku untuk tidak banyak mencoba bicara. Aku hanya berusaha menceritakan diriku pada dunia lewat angin yang berhembus melawan ranting pohon ini, makanya kunamai ia Si Hijau, dia tenang dan nyaman seperti Namanya. Untuk orang seperti aku yang bungkam dililit takdir dia satu-satunya hal yang tetap merengkuhku ketir hingga membuatku merasa aku tidak pantas untuk kikir.”

Lelaki kurus itu menghargai dirinya dalam titik terburuk dalam sempurnanya semua orang.

Penulis merupakan siswi SMA Khadijjah

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *