Oleh: Zaidan Ogmaja Wira Pradana
Nampaknya, malam ini akan sangat berisik. Banyak orang berlalu-lalang dihadapanku. Tentu dengan membawa kembang api, camilan, dan lampion.
Bahkan mempersiapkan berbagai macam sosis dan daging untuk dibakar. Kau tahu apa artinya, ‘kan?
Tahun baru akan segera datang. Disaat inilah, mereka mengucapkan keinginan serta impian masing-masing sembari menerbangkan lampion. Dengan harapan, keinginan serta impian mereka akan terbang setinggi langit dan tersampaikan pada “Stasiun Pengabul Harapan”.
Kau pasti mengira aku sedang bercanda sekarang. Tapi sayangnya, perkataanku benar. Segala keinginan dan harapan yang terbang bersama lampion akan mendarat menuju Bulan.
Lampion itu nantinya akan diproses oleh para peri disana. Kalian mungkin mengira ini adalah karangan anak-anak belaka. Tapi, kalian harus percaya karena aku salah satu bagian dari peri Bulan itu. Peri ketua sengaja mengirimku ke Bumi untuk melihat situasi yang terjadi. Jadilah, aku menyamar sebagai manusia.
“Bona! Bagaimana dengan persiapan tahun barumu kali ini?” kata salah satu temanku, Mary. Dia baru saja menata uang pendapatan kami hari ini.
“Mengunjungi keluargaku dan begadang seperti biasa. Kau sendiri bagaimana?” tanyaku sembari membersihkan etalase kue kami.
“Aku akan segera ke minimarket sebelah. Saudaraku akan datang malam nanti. Jadi aku harus menyediakan banyak camilan untuk mereka.” ucapnya.
“Wah, pasti menyenangkan.”
“Sudah pasti akan menyenangkan! Aku sudah tak sabar ingin pulang,” Mary meraih tas selempangnya dan bersiap untuk pergi. “Jangan lupa mengunci tokonya, Bona. Aku duluan, selamat tahun baru!”
“Semoga nasibmu beruntung, Mary!”
Para pekerja yang lain sudah pulang dan menyisakanku sendiri disini. Hari ini cukup melelahkan bagiku karena pelanggan toko kue kami cukup ramai. Mungkin mereka membelinya untuk tahun baru nanti. Dan kini, kue tart itu habis tak tersisa. Menguntungkan, namun cukup melelahkan.
Semuanya sudah beres. Aku tinggal memutar kunci pada pintu dan toko pun terkunci dengan aman. Dwinetraku menatap langit dengan sekilas, sebentar lagi malam tiba. Sudah saatnya aku kembali ke Bulan dan membantu teman-temanku. Aura sihirku bersinar dan menampakkan sayap lebar yang selama ini kusembunyikan. Aku pun terbang meninggalkan Bumi. Tenang saja, kau tak perlu khawatir akan orang sekitar. Tidak ada yang melihatku.
……..
Sepertinya, aku akan segera sampai di Bulan. Aku melihat kedua rekan peri ku tengah melambaikan tangan padaku. Mereka nampak sedang berjaga diluar stasiun, mulai menantikan lampion-lampion yang terbang.
“Bona!! Akhirnya kau sampai juga! Pasti kau sangat kelelahan hari ini,” seru Mickey, rekan peri ku yang lebih pendek dariku.
“Bagaimana keadaan Bumi? Apakah mereka sudah mulai bersiap?” tanya rekan peri ku yang satu lagi, Gabby.
“Seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka begitu antusias. Sungguh banyak persiapan mereka untuk tahun baru ini,” ucapku. “Kalian sendiri sedang apa? Dimana yang lain?”
“Yang lain ada di dalam, banyak hadiah yang akan mereka buat. Dan peri ketua, Foxie, menyuruh kami untuk melihat perputaran Bumi. Jika belahan Bumi yang terang mulai malam, barulah kita turun ke Bumi untuk kedua kalinya,” kata Mickey. “Lebih baik kau membantu peri lain di dalam,”
“Baiklah, selamat berjaga teman-teman!”
Setelahnya, aku meninggalkan mereka menuju stasiun. Aku harus menemui teman-temanku yang lain dan membantu mereka. Sebagian peri tahun baru telah turun ke Bumi sebelumnya. Dan aku mengikuti tahap dua yang akan turun ke Bumi nanti. Karena perbedaan waktu tahun baru mengharuskan kami untuk membagi peri yang turun menjadi dua tahap.
“Bona, kau kah itu?” Foxie, peri ketua menyapaku yang barusan datang.
“Aku datang untuk membantu, Foxie.” ucapku.
“Baguslah kau cepat datang. Aku sedikit kelelahan membantu para peri yang ada,” keluhnya. “Nampaknya SoLa dan Sunny merlukan bantuanmu untuk membungkus sihir pengabul. Sementara aku akan membantu Luda, Eden, dan Wendy untuk memeriksa komputer pendeteksi harapan untuk memprediksi permintaan impian yang masuk.”
“Woah, baiklah. Omong-omong, dimana peri lainnya?”
“Mereka sedang mengabulkan harapan di semesta lain. Sudah cepat bekerja!”
Tanpa pikir panjang, aku mulai menghampiri SoLa dan Sunny yang berkutat pada sihir yang masuk melalui mesin. Berbagai macam aura sihir yang muncul memiliki warna yang berbeda sesuai dengan fungsinya.
“Bona, kau bungkus aura kuning itu,” kata SoLa. “Lalu, aku akan membungkus yang berwarna ungu,”
Aku pun menurutinya. Kami mulai bekerja lagi untuk ini. Aku sendiri mulai merasa lelah. Namun, melihat para peri lainnya bersemangat, tak ada alasan bagiku untuk bersemangat pula. Manusia di Bumi sangat menginkan harapan-harapan ini. Jadi kami tidak ingin mengecewakan mereka.
“Lampion-lampion harapan sudah datang teman-teman! Ini saatnya!” seru Mickey yang masuk ke stasiun dengan buru-buru.
“Wah, benarkah?! Kalau begitu, ayo kita bersiap!” sahut Sunny.
“Ayo peri! Kita bagikan kebahagiaan untuk mereka!!” Foxie mengarahan kami untuk memberi akses lampion harapan yang masuk.
“Wah! Foxie, aku mendapatkan lampion pertamaku! Anak ini menginginkan permen pertama pada tahun barunya. Begitu menggemaskan,” seru Luda bahagia.
“Anak ini ingin mendapatkan nilai bagus agar bisa lolos ke kampus impian. Dia belajar hingga larut malam! Itu artinya kita harus memberikan hadiah yang sepadan, bukan?” sahut Gabby.
“Tentu saja, Gabby. Atau anak itu akan sedih,” ujar Wendy.
“Jutaan lampion harapan sudah masuk! Sesuai dengan jumlah sihir yang dibuat. Kita harus segera pergi!” seru Eden setelah memeriksa data harapan melalui komputer.
“Kalau begitu tunggu apalagi? Mari kita pergi!” ucap Foxie seraya memberi aba-aba terbang.
Dan ya, lalu kami terbang menuju Bumi. Seperti yang kau tahu, kami sangat siap untuk mengabulkan harapan pada tahun ini.
……
Ledakan petasan cukup membuat langit dipenuhi cahaya warna-warni. Malam ini benar-benar sangat ramai dan berisik. Bisa kulihat di bawah sana, orang-orang menyambut kedatangan kami dari Bulan. Senyum cerah dari wajah-wajah itu seketika membuat rasa lelah kami berkurang. Sebagian dari kami mendatangi penduduk Bumi satu per satu. Dan akhirnya kami berpencar ke berbagai arah.
“Satu kardus permen pertamamu di tahun baru! Aku harap kau selalu menyikat gigi setelahnya,” kata Luda pada seorang gadis kecil. Tentu saja itu anak kecil pemilik lampion kuning yang diterimanya tadi.
“Terima kasih, peri tahun baru!”
“Semoga kau bahagia! Dah!”
Singkat cerita, tugasku hampir selesai. Kini tersisa beberapa orang yang akan ku kabulkan harapannya. Namun, ditengah keramaian para manusia ini, rasanya cukup sulit untuk menemukannya.
Sampai pada akhirnya, pandanganku menangkap seorang gadis kecil nampak menyendiri di sebuah taman. Raut wajahnya nampak sedih. Jadi, tak ada alasan bagiku untuk tidak mengacuhkannya. Jikalau dia bukan pemilik dari permohonan ini, setidaknya aku memberikan prioritas untuk manusia yang bersedih saat ini.
Sayap lebarku membawaku mendarat dihadapannya. Ouh, nampaknya dia sedikit terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba. Namun setelahnya, gadis itu tersenyum gembira.
“Woah, apakah kau peri tahun baru? Ternyata dongeng nenekku benar!” ucapnya dengan girang. “Sayapmu lebar sekali, seperti angsa! Apa kau punya nama?”
Aku terkekeh pelan. “Kau bisa memanggilku Bona. Jadi…, benarkah ini kau? Jessica? Gadis yang malu untuk beradaptasi di lingkungan baru,”
“Kau benar, Bona. Aku baru saja pindah ke daerah ini, kira-kira sebulan yang lalu. Orang tuaku menginginkanku untuk tinggal dan bersekolah disini,” ada jeda pada ucapannya. “Itu karena mereka tahu aku dirundung di sekolah lamaku. Tiap luka lebam yang kudapatkan saat pulang sekolah membuat mereka tak tega dan berakhirlah kami disini,”
Begitu terkejut aku mendengar pengakuannya. Bagaimana bisa mereka merundung gadis kecil yang polos seperti ini? Aku begitu sedih karena ia belum mendapatkan kebahagiaan di lingkungan belajarnya. Nampaknya, pekerjaan kami sebagai peri tahun baru masih kurang maksimal. Sehingga mungkin masih banyak kesedihan manusia yang belum terdeteksi oleh radar kami.
“Sungguh? Mereka seharusnya tidak boleh begitu.” ujarku sedikit emosi. “Katakan permohonanmu. Apa kau ingin mereka hidup sengsara?”
“TIDAK! Jangan lakukan itu. Mereka juga berhak mendapatkan kebahagiaan darimu,” tolaknya dengan panik. Hahh, gadis ini terlalu baik. Aku tak sampai hati.
“Harapanku untuk tahun baru ini, aku ingin menjadi lebih berani dan dapat melawan traumaku. Aku begitu takut untuk berkenalan dengan teman sekitar,” ucapnya seraya mengaitkan kedua tangannya dihadapanku. Oh! Sihir yang dipersiapkan sesuai dengan harapannya!
“Tentu saja, Jessica. Aku bisa mengabulkannya!” seruku. Aku mengeluarkan kantung berisi sihir yang ditujukan untuknya. Kantung terbuka dan cahaya sihir berwarna merah muda mengitari tubuhnya dengan indah. Tentu saja Jessica terkesima dengan itu. Lihat saja ekspresi bahagianya sekarang.
Sepersekian detik, sihir yang kuberikan memudar. Tandanya, sihir yang kuberikan sudah melakukan tugasnya.
Untuk memastikan, pandanganku melihat ke sekitar. Dan tertujulah pada segerombolan anak kecil yang seumuran dengannya. Mereka sedang bermain kembang api dengan gembira. Baiklah, aku ingin memastikan sihir yang kuberikan telah membangkitkan keberaniannya atau belum.
“Sekarang, coba kau berkenalan dengan anak-anak itu.” kataku padanya.
Helaan nafas muncul darinya. Seperti yang kuduga, ia mulai berjalan pada segerombolan anak kecil yang kumaksud. Tapi, entah kenapa sekarang aku yang merasa takut. Bagaimana jika mereka menolak Jessica? Dan, traumanya yang dulu kembali muncul? Aku sungguh tak bisa berpikir positif sekarang. Sampai pada akhirnya….,
“Halo teman-teman, bolehkah aku bergabung?” itu suara Jessica!
“Oh, halo!! Tentu saja kau boleh bergabung!” seru salah seorang dari mereka. “Salam kenal, aku Tony!”
“Bukankah kau anak pindahan sebulan yang lalu? Sudah lama aku melihatmu!” sahut yang lainnya. “Aku Stella. Siapa namamu?”
“Namaku Jessica! Salam kenal semuanya. Semoga kalian mau berteman denganku,” ujar Jessica sedikit penuh haru. Aku pun turut senang. Akhirnya ia dapat bersosialisasi dengan baik kali ini.
“Tentu saja! Mari kita bermain! Eh, kau kah itu peri tahun baru? Ayo kita bermain juga!” ucap Stella bertubi-tubi. Oh astaga, gadis ini sangat hiperaktif. Gerombolan anak kecil ini mulai menyadari kehadiranku rupanya.
“A-ah, tidak perlu. Kalian bermain saja. Aku kasih harus mengabulkan harapan orang lain. Sampai jumpa!” kataku pada mereka.
Baru saja sayapku akan terbuka dan segera mengepak. Jessica berkata…,
“Bona! Eum, terima kasih karena telah membuatku kembali bahagia. Terima kasih juga karena kau dan peri lainnya membuat kami semua merasa berarti di dunia ini. Itu karena kalian mendengar harapan kami,” Jessica mengucapkan kalimat itu seraya menatap binar padaku. “Aku tidak akan melupakanmu, Bona! Terima kasih banyak,”
Apa ini?! Kalimatnya sungguh membuatku terharu. Nyaris menangis aku mendengarnya. Ditambah aku teringat satu fakta bahwa “ucapan yang paling jujur adalah dari anak kecil”. Kata-kata itu sungguh menghancurkan kelelahanku hari ini.
“Sudah menjadi tugasku untuk membuat kalian bahagia,” jawabku. Dan kini, waktunya aku untuk pergi meninggalkan mereka. Sayapku terbuka lebar dan akan terbang. “Sampai jumpa, Jessica. Semoga kau selalu bahagia!”
Pada akhirnya, aku terbang lagi dan akan melanjutkan misiku disini. Bisa kudengar samar-samar, Jessica bersama teman-teman barunya mengucapkan selamat tinggal seraya melambaikan tangan kepadaku. Jujur saja, setelah melihat semua orang menyambut kami dengan gembira, bahkan ketika anak-anak itu menghargai keberadaan kami, aku sungguh bersyukur. Itu artinya tugas kami sebagai peri tahun baru benar-benar membuahkan hasil.
Aku jadi semakin semangat untuk menyebarkan kebahagiaan bagi mereka. Menjadi peri pengabul harapan dan impian memang melelahkan. Namun, kelelahan kami akan lenyap begitu melihat penduduk Bumi bahagia. Segala harapan, impian, serta masalah yang kau hadapi akan terdeteksi dan terbaca oleh kami. Asal kau bersungguh-sungguh dengan harapan dan impian itu, semuanya sudah pasti akan menjadi nyata, sesuai dengan permohonanmu.
*Penulis merupakan pelajar SMA Khadijah kelas XI MIPA 3
Take a look Pict! https://pin.it/78OjIqi
415 total views, 2 views today