Opini

HARU BIRU PUTIH ABU

Oleh: Nadya Putri Azzahra Purwanto

Tidak terasa ternyata ujian praktik (uprak) di SMA sudah lewat satu tahun yang lalu, namun haru birunya masih membekas meski masa putih abu telah berlalu. Uprak itu seperti momok mengerikan bagi siswa kelas 12, bagaimana tidak? sudah pusing dengan huru hara jurusan kuliah dan peringkat eligible kami langsung dihantam kenyataan untuk menjalankan uprak yang menguras energi.

Kala itu aku merasa uprak adalah hal paling melelahkan di dunia, tapi ternyata dugaanku salah, tugas kuliah jauh lebih mengenaskan daripada uprak sekolah.

Sejujurnya menulis ini, membuat penulis merasa sedih karena ingin kembali ke masa putih abu-abu yang tidak akan pernah terulang kembali. Di sisi lain menelisik masa lalu untuk mengingat kenangan-kenangan ini juga cukup menyenangkan. 

Uprak bahasa indonesia adalah uprak yang paling membekas di ingatanku sampai saat ini. Kami diminta untuk menulis novel yang berisi kisah hidup kami mulai dari filosofi nama sampai siapa cinta monyet kami di masa SMP. Uprak ini menyenangkan dan berkesan karena aku menjadi mengenal diriku lebih jauh lagi. Awalnya aku tidak tahu kalau ada filosofi di balik namaku, atau cerita aneh mengenai Nadya balita dan batita.

Berbanding terbalik dengan uprak bahasa indonesia yang menyenangkan, aku terbantai habis oleh mata pelajaran kimia dan fisika. Uprak kimia dan fisika menggunakan sistem gambling untuk menentukan ujian hidup apa yang akan kami dapat, dan yap kalau beruntung dapat uprak yang mudah (kalau kamu belajar) atau kalau tidak beruntung ya dapat yang susah.

Sebenarnya susah atau tidak itu relatif sih, cuma aku saja yang tidak menguasai seluruh materinya dengan baik, jadi jelas was was. Namun berkat doa mama yang menembus langit aku berhasil menamatkan gambling uprak dengan baik, tanganku menjadi wangi sehingga ketika mengambil kertas penentu ujian hidup aku berhasil mendapatkan topik yang materinya aku kuasai.

Hal lucu ketika uprak yang masih aku ingat sampai saat ini adalah ketika uprak agama mengenai tata cara bertayamum. Aku mengatakan ini lucu karena tidak ada satu pun dari kami yang berhasil menyelesaikan uprak tersebut dalam sekali maju, dan itu mengenaskan.

Nyaris frustasi sih saat itu, merasa krisis identitas dan malu sebagai penghuni tetap Khadijah selama 12 tahun lamanya. Lalu untuk uprak yang paling melelahkan secara fisik adalah uprak olahraga. Pada saat uprak olahraga kami diminta untuk berlari mengelilingi lapangan bogowonto sebanyak beberapa kali (aku lupa hitungan pastinya), kalau tidak salah sebanyak mungkin dengan waktu yang sudah ditentukan.

Ah, tentu saja aku tidak mendapat banyak putaran dengan tubuh jompo ku ini, bahkan baru sekali putaran saja kaki ku rasanya sudah berteriak meminta bantuan (jika ia bisa berbicara). 

Aku bersyukur karena masih bisa merasakan masa putih abu yang menyenangkan secara tatap muka, karena masa kelas 10 ku nyaris direnggut habis oleh pandemi jadi aku benar benar menikmati tiap-tiap momen yang ada. Ketika uprak sudah di depan mata tandanya masa putih abu kalian yang menyenangkan itu akan usai dalam beberapa bulan.

Menikmati tiap momen yang tercipta adalah hal yang bisa kalian lakukan untuk mengalihkan rasa frustasi akibat uprak. Menurutku uprak itu jangan dibuat tegang, santai saja, nikmati prosesnya, dan perbanyak bonding bersama teman teman sekelas. 

Kalian tidak hidup dua kali untuk merasakan seluruh haru biru dari masa putih abu abu, dan aku menyesali hal ini ketika aku sudah jauh dari masa itu. Dulu aku terlalu banyak mengeluh sampai lupa bagaimana caranya bersyukur dan menghargai waktu. Sehingga sekarang aku menyesali banyak hal seperti “seharusnya aku dulu begini” “seharusnya dulu aku begitu”.

Bapak dan Ibu guru di sekolah tidak akan tega memberi kalian nilai jelek ketika kalian sudah berusaha semaksimal mungkin. Berbeda hal nya ketika kalian sudah berada di perguruan tinggi (menyedihkan sekali). Ketika menjalani uprak biologi dulu aku masih bisa tertawa ketika melakukan kesalahan atau lupa materi yang sudah kuhafal semalam suntuk, dan sekarang aku sudah tidak bisa seperti itu lagi. 

Menulis ini sembari mendengarkan playlist lagu milik tulus adalah hal yang salah ya rupanya. Kenangan indahnya jadi berasa sedih karena terputar lagu milik tulus yang berjudul “Tujuh Belas”.

Rasanya ingin terus hidup sebagai Nadya di umur 17 tahun yang mengenakan seragam putih abu, belajar di kelas dengan kursi yang nyaman, berebut dimsum kopsis, dan segala hal lainnya di SMA.

Time flies so fast

Selamat menunaikan ujian praktik untuk adik-adik kelas 12 saat ini, semoga rasa frustasi kalian itu terbayar tunai dengan penerimaan kalian di PTN yang kalian inginkan nantinya. Jangan lupa untuk melakukan self reward dan makan enak setelah uprak yaaa!!!

Penulis sedang menempuh studi di Universitas Airlangga

222 total views, 6 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *