Oleh: Dewi Nawang Wulan P. A.
Pagi itu, udara di desa Sumberjati terasa segar. Burung-burung berkicau riang di antara pepohonan. Namun, di balik keindahan itu, ada masalah yang mulai mengganggu. Sungai yang biasanya jernih kini mulai keruh dipenuhi sampah plastik. Daun-daun kering bercampur dengan botol dan bungkus makanan instan yang dibuang sembarangan.
Sendy, seorang siswi SMP, merasa prihatin melihat kondisi itu. Setiap kali pulang sekolah, ia melewati jembatan kecil di atas sungai. Hatinya selalu sedih melihat ikan-ikan yang dulu sering berenang bebas kini jarang terlihat.
Suatu hari, ia memberanikan diri berbicara pada teman-temannya.
“Kalau kita terus buang sampah ke sungai, nanti airnya makin kotor. Kita juga yang rugi,” kata Sendy dengan penuh semangat.
Awalnya, teman-temannya menganggap remeh. “Ah, itu kan bukan urusan kita. Orang dewasa juga buang sampah sembarangan,” sahut Rian. Namun, Sendy tidak menyerah. Ia mengajak teman-temannya untuk membuat kegiatan kecil: membersihkan sungai setiap hari Sabtu.
Dengan membawa kantong sampah, sarung tangan, dan semangat, mereka turun ke sungai. Meskipun awalnya hanya lima orang, lama-kelamaan warga desa mulai ikut serta. Kepala desa pun tergerak untuk menyediakan tempat sampah di sekitar sungai dan mengadakan penyuluhan tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Beberapa bulan kemudian, hasilnya terlihat nyata. Sungai kembali jernih, ikan-ikan mulai muncul lagi, dan anak-anak desa bisa bermain di tepi sungai tanpa khawatir. Sendy tersenyum bangga, karena usahanya membuahkan hasil.
“Kalau kita mau, kita bisa menjaga alam ini tetap indah. Mulai dari hal kecil, tapi hasilnya besar,” ucap sendy sambil menatap sungai yang berkilau diterpa sinar matahari sore.
Sejak saat itu, kesadaran lingkungan di desa Sumberjati terus tumbuh. Semua orang belajar bahwa alam bukan hanya untuk dinikmati, tapi juga harus dijaga bersama.
– Seorang pecinta mangga dari kelas X-6
39 total views, 18 views today