Oleh: Athifa Rajwa Gumilar
Minggu, 23 Januari 2022
20.00 WIB (11 jam Menuju Ujian)
Aku masih hanyut dalam kesendirian bersama kumpulan buku yang senantiasa menemani. Novel, antologi cerpen, hingga kamus tampak tertumpuk di meja. Hampir semua buku di lemari telah habis kulahap. Kegiatan yang tak pernah jenuh dilakukan, yah membaca. Tak lengkap rasanya jika sehari ku tak menjamah mereka. Dan menjadi rutinitas menghabiskan waktu dengan buku yang berteman kacamata tebal.
“Kneeettt ….” pintu kamarku terbuka, bunyi pintu memecah keheningan. Meski begitu, pandanganku tak lepas dari buku.
“Ara, sudah belajar? Katanya besok ujian harian. Atau sudah siap?” tanya mama.
“Iya ma sebentar lagi. Bentar lagi khatam kok” jawabku dengan pandangan tetap pada novel “Ghazi” karya Felix Y. Siauw.
“Ya sudah. Jangan lupa belajar loh ya. Baca itu bagus, tapi jangan sampai meninggalkan kewajiban” pesan mama padaku.
Kubalas hanya dengan satu anggukan dan mama kembai menutup pintu.
23.00 WIB (8 jam Menuju Ujian)
“Alhamdulilah selesai juga. Hoamm ….” seruku tanda puas yang diikuti mata lelah. Keletakkan novel Ghazi ini kemudian kulepas kacamata dan kuletakkan di atas tumpukan buku. Perlahan kumengarah ke kasur lalu merebahkan tubuh, menghela napas panjang, kemudian tanpa dikomando mata terlelap, tanda waktu tidur dengan pulas.
04.30 WIB
(2 jam 30 menit Menuju Ujian)
Tiba-tiba tubuhku bangun dengan mata terbelalak teringat jika hari ini ada ujian. Sambil menahan rasa kantuk, aku memaksa diri membuka buku namun baru belajar dua bagian adzan subuh terdengar.
“Sudahlah, toh aku udah usaha” ucapku dalam hati sedang membela.
Bergegas aku pergi ke kamar mandi untuk bersiap sholat subuh bersama ayah, mama, dan kakakku.
Di Kelas Saat Ujian
Senin, 23 Januari 2022 (07.00 WIB)
Pening yang kurasakan sekarang, menghadapi selembar kertas ujian yang ada di depan mata. Dari 25 soal yang tersaji hanya 10 soal terjawab. Bagaimana mungkin aku tidak bisa menjawab soal-soal ini. Ini adalah Bab mudah.
“Ayo anak-anak, waktu mengerjakan soal telah habis. Hasil jawaban kalian bisa dikumpulkan di atas meja ustadzah sekarang” seru Ustadzah Halimah mengingatkan kami yang mulai terlihat kebingungan.
“Ah sudahlah, tidak ada harapan lagi” batinku pasrah sembari melangkah mengumpulkan kertas ujian di meja Ustadzah.
Keesokan harinya saat istirahat
“Ara kesini sebentar” panggil Ustadzah Halimah yang juga wali kelasku.
Aku berjalan pelan menuju meja ustadzah sembari membatin ada apakah gerangan?
“Lihat hasil ujian kamu kemarin. Ada apa dengan diri kamu Ara? Kenapa seminggu ini nilai akademik kamu menurun drastis? Apa ada masalah?” tanya ustadzah berulang kali yang membuatku semakin bingung.
“Maafin Ara ustadzah” setelah lama memilih jawaban yang tepat, hanya itu yang bisa kuucapkan. Rasa menyesal merasuk ke qalbu. Teringat semalea
“Ada apa Ara? Bagaimana kamu menghabiskan waktu luangmu di rumah?” tanya ustadzah.
“Ara dirumah baca kok us, tapi baca novel. Setiap pulang sekolah Ara pasti baca meskipun itu novel” ceritaku sedikit ragu.
“Apakah semenyenangkan itu baca novel?”
“Ara suka baca buku apapun us, tapi akhir-akhir ini target Ara menyelesaikan novel series Ghazi” jelasku panjang dengan semangat, berharap ustadzah tidak marah.
“Hmmm begitu, Ara suka banget yaa baca buku?”
“Iya us, suka banget”.
“Oke, kalau gitu gini deh, ustadzah kasih Ara pandangan dulu. Ara kan pasti punya target. Entah jadi dokter, guru, atau apapun itu. Nah, untuk mencapai target dibutuhkan usaha dan kerja keras. Salah satunya adalah tekun belajar. Hmmm …. selama ini Ara pernah terpikir terget itu tidak? Atau dari kegiatan yang sering Ara lakukan, apa sebetulnya dampak positif yang bisa didapat” bilang Ustadzah panjang lebar.
“Hmm … kalau target menjadi dokter atau guru kayaknya kurang cocok buat Ara. Karena Ara belum bisa cepat belajar Matematika, IPA, IPS, atau lainnya. Tapi Ara memang suka baca aja, yah pokok baca. Buku apapun Ara baca tanpa memilih us”
Kami berdua terdiam, Ustadzah tampak berpikir tentang hal positif yang bisa aku ambil dari hobiku. Begitu juga aku. Aku bingung apa sebetulnya yang aku inginkan, target apa yangn ingin aku capai di masa depan.
“Ara kan sudah sering dan suka membaca buku, gimana kalau informasi yang didapat dari buku-buku itu kamu kumpulkan, kemudian ditulis. Mungkin bakat Ara ada disitu?” terang Ustadzah sambil menyodorkan satu buku biografi berjudul “An-Nawawi Sang Wali karya Muafa Mokhamad Rokhma Razikin”.
Dilihat dari sampul buku tampaknya menarik untuk dibaca. Membuatku tanpa ragu segera menerima buku dari Ustadzah dengan senang hati.
“Dibaca baik-baik ya! Jangan sekedar baca tapi juga pahami isi dan hikmah yang disampaikan” pesan Ustadzah sembari tersenyum tipis.
Saat jam istirahat, Tiga hari setelah pemberian buku
“Assalamualaikum Ustadzah, Ara mau balikin buku ustadzah”.
“Waalaikumsalam mbak Ara, masyaallah cepat sekali bacanya. Beneran sudah selesai dibaca? Yakin bukan hanya sekedar membaca tapi juga memahami?” cecar Ustadzah Halima meyakinkan jika aku memang sudah selesai.
“Alhamdulilah, sudah selesai us. Semua pesan ustadzah kemarin sudah Ara lakukan saat baca buku ini”
“Coba buktikan!”
“Jadi Imam Nawawi adalah tokoh agama yang lahir pada tahun 631 H dan wafat di usia 45 tahun. Imam Nawawi mendedikasikan hidupnya hanya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Dan sampai ia wafat, ada 40 karya yang telah ditulis oleh beliau” terangku pada Ustadzah dengan percaya diri dan semangat.
“Betul sekali, salah satu buku karya Imam Nawawi adalah Arbaik Nawawiyah yang berisi hadist-hadist shahih. Bayangkan buku itulah yang sekarang banyak digunakan orang-orang untuk menghafal hadist Rasulullah. Coba Ara hitung, berapa banyak pahala yang didapat Imam Nawawi dari satu karyanya yang dimanfaatkan orang jutaan manusia di bumi ini?”
“hmmm …. masya allah, pasti banyak sekali ya us?”
“Nah sekarang Ara sudah paham belum? Betapa banyak manfaat dapatkan dari membaca sebuah karya? Karya yang memotivasi pembacanya untuk melakukan kebaikan. Sehingga kebaikan yang dilakukan juga mengalirkan pahala pada lainya. Lumayan kan bisa untuk tiket masuk syurga”.
Aku diam termenung mendengarkan paparan ustadzah.
“Ustadzah yakin kamu pasti bisa menjadi penulis hebat dan bermanfaat. Kegemaran membacamu insyaallah untuk menjadi penulis hebat”
Itulah kalimat akhir yang Ustadzah sampaikan padaku.
Kalimat yang ditutup dengan senyum manis. Senyuman tertulus yang pernah aku lihat dari Ustadzah Halimah.
Sepulang sekolah, aku bertekad menghabiskan waktu remajaku untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Caranya adalah membaca berbagai buku dan menuliskannya kembali dalam bentuk sederhana dan lebih komunikatif.
Sejak obrolanku dengan Ustadzah Halimah, aku punya target dan tujuan dari bacaanku. Kemudian aku tulis target itu di kamarku
“BISMILLAH. KEJAR MIMPI RAIH RIDHA ILAHI”
29 September 2023
Sampai sekarang, tumpukan buku masih setia menemaniku.
Bedanya, sekarang aku juga memiliki buku yang kutulis dan berhasil diterbitkan. Namun buku kutulis bukan tanpa rintangan. Semua kulakukan dengan usaha dan kerja keras. Membaca literatur, mengamati keadaan sekitar, sampai wawancara pada narasumber yang berkesinambungan dengan tema.
Meskipun ada buku yang sudah kuterbitkan, namun perjuangan untuk menjadi The next Imam Nawawi tidak berhenti sampai disini.
Bimbingan dan pertemuan masih sering kami lakukan. Diskusi panjang dengan berbagai tema selalu kami bahas. Hingga membuka cakrawala pikiran bahwa masih banyak permasalahan yang belum usai di dunia. Masih banyak yang perlu diluruskan atau disampaikan pada umat.
Seperti yang sering Ustadzah sampaikan, “Menulis itu butuh inspirasi. Jika ingin tulisanmu menginspirasi banyak orang. Maka temukanlah sudut pandang lain yang unik dan menarik”.
Target kami saat ini adalah menerbitkan satu cerita pendek di sebuah majalah nasional. Selain fokus menulis untuk diterbitkan, Ustadzah selalu memotivasiku untuk mengikuti lomba menulis. Meskipun awalnya hanya lomba menulis cerpen atau puisi dan tidak selalu menjadi juara.
Setidaknya aku sudah mencoba dan berlatih. Aku berharap, bukuku ini bisa memberikan manfaat bagi pembacanya. Layaknya Imam Nawawi yang terus menerus memberikan manfaat bagi orang banyak.
Malang, Gedung Saudah
15 Januari 2022
~Penulis merupakan juara ke-3 Lomba Cipta Cerpen MTC 2022
pict: id.pngtree.com
689 total views, 1 views today