Oleh : Ayesha Fazilatunnisa
Ditengah melihat pementasan yang meriah, aku mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal yang meminta saya untuk menuliskan tentang hari pendidikan, tanpa pikir panjang aku mengiyakan ajakan itu, karena dia memperkenalkan diri dengan baik dan membawa nama yang saya kenal.
Setiap tahun, kita selalu merayakan yang namanya hari pendidikan. Tapi ntah kenapa hal itu hanya menjadi sebuah perayaan saja, seperti mengucapkan lalu lupa. Banyak isu isu pendidikan yang kadang kita lupa atau mungkin sengaja dilupakan.
Sebagai manusia yang kalau disebut jurusannya orang orang langsung menjurus kepada tenaga pendidik. Bukannya menjadi tenaga pendidik itu tidak bagus, hanya saja menjadi tenaga pendidik di negara ini cukup mengerikan, dengan beban kerja yang cukup besar hanya dibayar dengan ikhlas atau seikhlasnya.
Semakin hari semakin mengerikan jika dipikir-pikir, berapa banyak manusia-manusia yang kadang membuat geleng-geleng kepala, bertanya tanya “Ini mereka bodoh beneran atau cuma berlagak bodoh”. Semakin berat saja tugas garda terdepan pendidikan. Selain mengajar, kadang mereka tameng bahkan samsak jika sesuatu tidak sesuai ekspektasi.
Selain menjadi tenaga pendidikannya yang mengerikan, menjadi pengenyam pendidikan tidak kalah mengerikan.
Mulai dari cibiran, tuntutan, dan tetek bengeknya. Sebagai orang yang baru saja menyelesaikan pendidikan wajib 12 tahun dan memasuki jurusan yang mungkin dianggap medioker bagi beberapa kaum, kadang mendapat pertanyaan yang beberapa pertanyaan itu terkadang menjurus kepada sebuah ejekan halus. Seperti:
“Lulus mau jadi apa?”
“Walah emane, mending jurusan …..”
“Kuliah kok kerjanya ga pasti”
Dan seterusnya.
Kini, banyak orang yang menjadikan influencer sebagai patokan, tidak masalah, tidak apa-apa tapi terkadang mereka lupa, mereka juga belajar. Pendidikan tidak hanya didapatkan dari bangku formal, teks yang umumnya kita baca baik novel, cerpen, puisi dan kawannya itu, juga mengandung pendidikan atau pembelajaran tergantung bagaimana kita mengolah dalam kepala kita. Menyedihkan banyak yang menjadikan orang-orang yang DO dari kampus sebagai role model. Setelah mereka DO mereka masih belajar, tidak serta merta luntang-lantung, menunggu wahyu dari langit.
Sayangnya, entah kenapa mendapatkan pendidikan yang layak dalam hal ini rasanya seperti dipersulit, dengan maraknya yang katanya jual beli kursi sekolah negeri, beasiswa yang salah target, jual beli ranking dan sejenisnya. Terasa seperti kenapa kebodohan dipelihara dan dibudidayakan dengan maraknya kejahatan-kejahatan sejenis itu.
Hidup di lingkungan yang melek pada pendidikan juga merupakan sebuah privilege yang harus dimanfaatkan dengan baik, semua orang tahu pendidikan tapi tidak semua orang melek pendidikan.
– Penulis merupakan Alumnus SMA Khadijah yang suka mengamati orang lalu lalang di kampus.
Source pict
546 total views, 6 views today