Oleh: Nadya Putri Azzahra Purwanto
Apa yang terlintas di benak kalian mengenai lautan? Indah atau justru menakutkan? Bagiku lautan adalah tempat yang indah sekaligus menakutkan pada satu waktu yang sama. Indah di satu sisi karena pemandangannya yang memanjakan mata, dan menakutkan untuk segala rahasia yang tersimpan rapih di dalamnya.
Deburan ombak menabrak terumbu karang dengan begitu kerasnya, dan rambutku terurai berantakan karena tiupan angin yang menerpaku saat ini. Kacau adalah kata paling tepat yang dapat menggambarkan kondisiku sekarang. Aku bingung, bimbang, serta hilang arah atas segala hal di dunia.
Aku memandang lautan dengan air mata yang terus mengalir dengan deras tiada hentinya, memandangnya lamat lamat seolah itu adalah tujuan terakhirku nantinya.
Sekilas ingatan terlintas di kepalaku, mengenai abu dari bunda yang kusebar di laut lepas ini. Apakah bunda melihatku dari sana? Dari tempat yang tidak bisa aku lihat dan aku kunjungi..
Apakah bunda tidak merindukanku? Aku rindu bunda.. sangat..
Aku menerawang jauh ke belakang, mulai mengingat banyak hal menyakitkan yang aku pendam sendirian.
Perihal ayah yang selingkuh lalu meninggalkan bunda begitu saja, dan paman yang berusaha menyentuhku berkali kali. Apakah hidup selalu se pedih ini bunda?
Segala hal yang aku miliki telah tiada, bahkan aku merasa telah kehilangan diri ini untuk waktu yang cukup lama. Aku ingin lenyap seketika dari dunia yang mengerikan ini, aku ingin lenyap sekarang juga, bunda…
Menenangkan rasanya, dapat menikmati kesunyian pantai saat ini, membiarkan diriku duduk di sebuah bongkahan batu besar yang letaknya sedikit jauh dari keramaian pengunjung. Aku menekuk kedua kaki ku dan memeluknya erat erat, berusaha menghangatkan diri dari angin pantai yang cukup kencang sore hari ini.
Aku sedang berpikir apa yang sedang dilakukan pamanku saat ini? Ah sepertinya sedang sibuk berusaha memindahkan harta bunda ke tangan kotornya. Tidak peduli dengan hal apa saja yang ingin ia lakukan karena perlawananku tidak pernah berhasil, selalu gagal, dan kembali ke titik nol dimana akhirnya aku memutuskan untuk menyerah dan merelakan segalanya.
Di sisi lain ayah benar benar melupakanku dan juga bunda dengan begitu mudahnya. Bahkan sekedar datang untuk mengucapkan ucapan bela sungkawa saja enggan. Dari kejauhan aku melihat gelak tawa bahagia seorang anak dan juga ayahnya, bermain air dengan perasaan bahagia dan sejenak melupakan hal hal melelahkan di dunia.
Perasaan iri mulai menyelimuti diriku, membawaku kembali hanyut ke dalam masa lalu. Suara notifikasi pesan dari ponsel yang sedang aku genggam memecah lamunanku seketika, menampilkan sebuah pesan dari nomor asing yang tidak aku ketahui siapa pengirimnya.
Kalea apa kabar? Bunda juga apa kabar?
Leo
Jantungku berdebar kencang, seolah ada harapan untuk kembali tinggal di dunia ini. Leo, teman masa kecilku telah kembali. Secercah harapan memang muncul dalam diri ini, namun keinginan untuk menyerah telah terlampau besar melebihi secercah harapan itu tadi.
Lautan yang indah ini akan menjadi saksi mata dari kebahagiaan kecil yang baru saja aku syukuri, juga menjadi saksi mata atas tangisan penuh amarahku tadi. Leo kembali setelah enam tahun lamanya menempuh pendidikan di Amerika, mengejar mimpinya untuk menjadi seorang pengusaha sukses. Aku tidak akan sanggup menemuinya sampai kapanpun. Kabarku buruk, buruk, dan sangat buruk.
Air laut mulai pasang karena hari beranjak gelap, dan aku enggan pergi dari tempat ini. Pengunjung pantai mulai sepi, dan tersisa aku sendiri di atas bongkahan batu ini. Ombak lautan menari-nari dengan begitu indahnya, seolah mengajakku untuk ikut bergabung di dalamnya.
Aku berdiri, kembali menatap lautan lepas itu dengan perasaan yang sulit untuk diutarakan. Dan suara notifikasi pesan kembali memecah lamunanku untuk yang kedua kalinya.
Don’t do it, kalea
Bunda pasti sedih liatnya
bunda udah nggak ada.
Aku memutuskan untuk mematikan ponselku dan meletakkannya begitu saja. Bersiap untuk mengakhiri semua penderitaan ini untuk selama lamanya. Tubuh yang sudah kotor, keluarga yang telah hancur sejak lama, hidup sebatang kara, dan dihadapkan dengan pilihan sulit yaitu tetap hidup dalam ketakutan yang terpampang nyata.
Pilihan yang aku pilih adalah membiarkan tubuhku dipeluk erat oleh dinginnya lautan dan membiarkan tubuh ini merasakan sakit untuk yang terakhir kalinya. Berharap untuk segera lenyap tanpa ada yang menyadarinya, karena aku ingin segera menyusul bunda sejauh apapun itu.
***
Azzahra dan Leo menuju titik lokasi Kalea. Atas beberapa pertimbangan, Azzahra memasang aplikasi pelacak lokasi di hape temannya itu selama beberapa minggu terakhir. Sebagai karib, ia sangat khawatir hal tak terduga akan menimpanya.
Laut bukan tempat yang dengan senang hati akan dikunjungi Kalea. Semenjak kepergian Bundanya, ia bilang jika sangat membenci laut. Maka, ketika sahabatnya itu menuju laut, terlintas hal-hal mengerikan di kepalanya.
Bersama kakaknya yang baru saja tiba dari Amerika, ia memacu mobilnya menuju laut. Sementara senja sebentar lagi akan jatuh. Dadanya berdebar-debar.
*Penulis merupakan siswi SMA Khadijah yang suka menghitung bintang