Opini

Apa pentingnya?

Oleh: Zafarani Gina

Hari pendidikan membuatku berfikir, memang apa pentingnya hari itu untukku sendiri. Toh, aku juga termasuk dari bagian mereka setiap hari. Pendidikan sangat penting tapi mereka membuat pendidikan jadi susah dipahami. Dan apakah pendidikan kita selama ini sudah benar?

Sedikit cerita saja, tahun lalu sekolahku resmi menerapkan kurikulum merdeka, wow. Berbagai keluh kesah teman kudengar, salah satunya aku, bayangkan saja kita membuat 3 projek namun tetap memahami pelajaran. Walau aku sudah terkena spoiler saat SMP, ya tetap saja aku kaget.

Apalagi jika sudah masa masanya ujian proyek, behh, paniknya minta ampun. Kerja kelompok menghabiskan hari libur, pertengkaran kecil antara argumen 1 dan 2 yang memang sudah pasti akan terjadi, uang pun rela ku habiskan untuk itu, belum lagi jika produk yang kita buat gagal atau rusak, yang ada satu kelompok pingsan saat itu juga. Mungkin itu sebabnya aku terkumpul menjadi kelompok HAWOMID yang artinya bekerja hingga malam, memang bekerja hingga malam, haha.

Jika sudah memasuki ulangan tengah atau akhir semester, rasanya kita seperti bersaing bersama pembalap-pembalap f1 saking ngebutnya hahaha. Jika produk saat itu belum terjadi 80% rasanya belajar tak tenang karena saat ulangan kegiatan proyek tak terlaksana.

Tetapi itu tetaplah sebuah pelajaran, sebuah ilmu baru yang memang perlu untuk di kemudian waktu. Kegagalan atau kesulitan pastinya ada, kita juga tak semestinya benar.

Menurutku sendiri, kegagalan adalah memori yang paling diingat saat membuat suatu projek, dan dari kegagalan itu memang sudah pasti akan dijadikan pelajaran untuk selanjutnya.

Seharusnya tak ada yang perlu dieluhkan, sebenarnya kita juga sama-sama memperjuangkan seperti Ki Hadjar Dewantara. Kita memperjuangkan ilmu, Ki Hadjar memperjuangkan kita agar mendapatkan ilmu itu saat dulu. Jika diingat ia sangat menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda bahkan hingga diasingkan Ernest Douwes dan Tjipto Mangunkusumo ke Belanda, saat itu mereka hanya memperbolehkan anak-anak keturunan Belanda dan priyayi saja untuk duduk di bangku pendidikan. Tak adil bukan.

Perjuangan itu membawa kita ke saat ini, kita semua bisa menjadi bagian dari pendidikan itu. Jadi susah dipahami, kepusingan, kesulitan yang kita alami di saat belajar, itu masih bisa ku maklum saja daripada tak mendapat pendidikan apapun.

-Penulis merupakan siswi kelas 10 SMAKH yang belum siap dipanggil “Kak” (masih ingin disapa dengan title “dek”)

762 total views, 3 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *