
Pagi ini, saat kelas online sedang berjalan dengan khidmat, tiba-tiba HP ku berbunyi berulang kali “Line.. line..” ya begitulah bunyinya. Segera aku membuka dan membaca pesannya, ternyata berasal dari grup Bahasa Indonesia. Disana tertulis bahwa kita diberi tugas untuk membuat sebuah karangan tetapi dengan tema yang spesial, yaitu kejadian memalukan yang pernah dialami. Sontak seperti tugas minggu lalu, aku mengajak otakku untuk berjalan-jalan kembali ke ingatan masa lalu. Tenang, tidak akan terkena corona karena yang sebenarnya terjadi adalah hanya ada aku yang sedang bengong di depan laptop. Dan sampailah perjalanan tersebut di sebuah titik balik pada 2 tahun yang lalu.
Di Solo pada tahun 2018, tepatnya saat Hari Raya Idul Fitri seluruh keluargaku berkumpul di rumah Eyang Putriku untuk bersilaturahmi. Kebetulan waktu itu tidak hanya keluarga kami saja yang berkumpul, tetapi juga banyak saudara dan tetangga Yang Ti yang datang. Banyak orang yang datang dan sudah lama tidak bertemu tentu membuatku sedikit bingung untuk mengingat nama-namanya. Sehingga yang terjadi adalah aku hanya tersenyum dan berusaha menebak nama-nama mereka semua bersama dengan sepupuku di pojok ruang tengah. Semua berjalan dengan baik hingga jam makan siang tiba. Saat sedang menikmati hidangan yang ada, tiba-tiba ada om yang menghampiriku dan menyapa.
“Loh mbak sudah datang, apa kabar? masih ingat nggak sama adek” sambil menunjuk ke anak yang digendongnya.
Aku yang terkejut langsung tersenyum kikuk sambil berusaha keras untuk mengingat nama anak tersebut. Jika melihat dari bapaknya ia adalah salah satu dari tetangga Yang Ti. Entah apa yang kupikirkan waktu itu, dengan percaya diri aku langsung mengelus anaknya sambil berkata
“Agus ya, sudah besar sekarang tambah ganteng lagi”.
Ketika aku berkata seperti itu, seluruh ruangan yang tadinya ramai mendadak menjadi hening. Merasa ada keganjilan segera aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Aku melihat banyak yang sedang menahan tawa melihatku, lalu istri dari om tersebut berujar “Maaf mbak salah, yang namanya Agus itu bapaknya anaknya namanya Leo”. Tawa seluruh orang di ruangan tersebut pecah, dengan mukaku yang sudah berubah menjadi merah seperti udang rebus langsung meminta maaf kepada om tersebut. Tidak hanya aku, tenyata muka om tersebut juga sudah berubah menjadi merah.
Sungguh, kejadian tersebut membekas hingga beberapa waktu setelah kejadian tersebut. Bahkan ketika bertemu dengan om tersebut lagi aku tetap merasa bersalah dan meminta maaf. Hal tersebut juga membuatku lebih berhati-hati dalam bertindak. Tetapi jika dipikir-pikir, adanya kejadian tersebut cukup memberi warna pada kehidupanku. Biar tidak hitam putih saja.
(Ruang Tamu, datar | 28/8/20)
Renata Jasmine R.F.T – XII IPA 4