Cerpen

Cerpen: Hujan, Kenangan, dan Mereka

Oleh: Najma Anindya Ghaisani

Nasbatala sedang menangis, hingga tercium scent petrikor yang kian menyerbak. Beribu-ribu tetesan air dari langit terjun bebas menghantam tanah. Entah mengapa, hujan selalu mengingatkanku pada kenangan yang telah lalu. Kenangan itu teringat kembali, betapa bahagianya aku saat bersama mereka. Sampai tak ingin berpisah. Walaupun tahu, perpisahan pasti akan terjadi. Mereka terlalu berharga jika aku ingin melupakannya, entah mengapa. Apakah mungkin, karena aku selalu menghabiskan waktu bersama mereka?

Kini aku sedang menikmati secangkir coklat panas sembari menulis cerita ini di buku harianku dan ditemani oleh hujan.

Seraya berpikir, “Bagaimana kabar mereka?” rindu di dalam hati kadang tak mampu lagi untuk dikuasai.

Terkadang aku ingin mencuri pintu kemana saja milik Doraemon untuk bertemu dengan mereka. Tapi ya bagaimana bisa, itu hanya cerita fiksi belaka. Anehnya, aku mengharapkan itu menjadi nyata. Mereka semua sedang menjalani kehidupan barunya, begitu juga aku. Terkadang, masih berat rasanya jika ingin meninggalkan kehidupan yang telah lalu.

Aku menghadap ke arah jendela, hujan yang yang tadinya deras kini hanya rintik-rintik. Lalu aku melanjutkan ceritaku di buku harianku. Aku ingin keluar dari ruangan ini. Pergi menikmati setiap sudut kota malam, kembali mengunjungi tempat-tempat tercetaknya kenanganku, mengikuti jejak aku dan mereka melangkahkan kaki.

Masih teringat jelas dalam ruang penyimpanan memori di otakku, bagaimana aku dan mereka dengan gembiranya menghabiskan waktu bersama. Dengan gembiranya juga, mereka menjahiliku dan berhasil membuatku kesal. Oh, jangan lupa juga cara mereka mengajak baku hantam denganku. Rasanya aku ingin menjadi singa saat itu, agar menerkam mereka satu-persatu.

Satu kata buat mereka, konyol. Sekonyol-konyolnya teman yang pernah aku temui, mereka ini lebih konyol. Apa karena urat malunya sudah terputus? Mungkin iya.

Entah apa tujuan Tuhan mempertemukanku dengan mereka dulu, tetapi aku sangat berterima kasih kepada-Nya sampai detik ini. Karena mereka, hidupku yang dulunya abu-abu, kini menjadi mejikuhibiniu.

*Penulis merupakan pelajar SMA Khadijah kelas XI yang bergiat di ekskul jurnalistik

Gambar oleh weheartit.com

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *