Oleh: Ramadhan Hidayat
Setiap waktu, pastilah mengukir kisah yang tak menentu. Setiap perjalanan, pastilah ada memori yang terkenang. Setiap tempat, pastilah punya cerita yang menetap. Mulai dari timur hingga ke barat, pastilah ada kenangan yang merekat.
Ujian akhir semester atau yang sekarang disebut ASAS (Asesmen Sumatif Akhir Semester) telah aku lalui. Semua ‘penderitaan’ yang aku alami selama masa ujian, mulai dari belajar mati-matian hingga malam, menahan rasa kantuk saat harus memahami materi seabrek itu, rasa pusing yang melanda tatkala angka yang aku temukan tak ada dihalaman jawaban, dan segala keresahan lainnya. Akhirnya semua itu dibayar lunas tuntas sewaktu pengambilan rapot, nilaiku memuaskan, sangat memuaskan, alhamdulillah.
Tunggu, ceritanya belum selesai. Karena ini baru permulaan. Permulaan dari kisah mengembara Pulau Jawa, mensucikan jiwa, menempa raga, dan merangkai kisah.
1 hari tepat setelah rapotan merupakan jadwal keberangkatan kami (Fasvenje atau Family of Seventy One Dije) untuk perjalanan Walisongo. Jika kelas 10 kita diajak untuk menikmati daerah istimewa Yogyakarta, kelas 11 diajak untuk mengagumi pesona pulau Dewata, maka kelas 12 diajak untuk membersihkan jiwa dari segala hiruk pikuk duniawi semata. Kata guru-guru, ini untuk memperlancar sewaktu pendaftaran kuliah nanti yang menjadi momok bagi seluruh kelas 12 di Indonesia.
Packing aku lakukan h-7 jam. Yah namanya juga laki-laki, urusan packing itu simple, yang penting ada baju, sarung, celana, dalaman, maka siap berangkat. Pagi-pagi buta, tepatnya jam 05:05 WIB aku sudah berada di sekolah, menunggu teman yang lainnya, menunggu bus, dan menunggu keberangkatan. Sinar mentari kala itu masih malu-malu untuk menampakkan keberadaannya. Aku menunggu di depan ruang piket kala itu. Entah pikiran apa yang merasukiku untuk menunggu di sana. Aku tak sengaja bertemu dengan guru-guru yang berlalu lalang, mereka menyapaku lantas bergegas untuk menyiapkan segala keperluan anak muridnya. Sungguh sibuk sekali.
Tak berselang lama, teman-temanku mulai berdatangan, kita berkumpul bersama, dan naik bus yang sudah terparkir di depan sekolah. Kala itu aku kedapatan untuk naik bus 1. Isinya ada 12-7, 12-3, dan 12-5. Untuk gurunya sendiri ada Pak Ghafar, Pak Mujib, Ustadz Rofiudin, dan Mr. Hamzah. Bisa bayangkan suasana bus yang sangat islami itu kan? (hahaha). Aku duduk di sebelah sahabatku sejak kelas X, Oval.
Perjalanan yang kami lalui memang melelahkan, sedikit membosankan, tapi yang pasti, tetap ada kenangan yang tersimpan rapat.
Mulai dari menerjang teriknya panas matahari yang membakar ubun-ubun, mengantre ojek yang begitu banyak sekali jumlahnya, berdesak-desakan dengan segala macam jenis manusia yang tak mau saling mengalah, menahan rasa pegal yang tak tertahan akibat terlalu lama duduk di bus, menahan bau yang kurang ajar akibat ‘gas beracun’ milik seseorang di dalam bus, menahan manusia-manusia kasar yang hanya bisa meminta-minta saja, dan segala huru-hara yang terjadi dalam 4 hari 3 malam itu.
Jujur saja, badanku terasa remuk, retak, diterjang berbagai kegiatan yang terus berlanjut dengan sedikit istirahat itu. Rasanya seperti ingin mempercepat waktu saja agar bisa kembali ke rumah. Namun, meski begitu, tak bisa dipungkiri, kegiatan yang melelahkan itu juga penuh dengan memori indah yang akan terus terpatri dalam hidupku. Momen-momen sederhana, seperti berkumpul dengan teman-teman dan juga guru-guru, bercanda gurau, mengobrol bersama menghabiskan waktu yang ada merupakan hal sederhana yang aku yakin, itu akan sulit untuk diulang kembali ke depannya.
Sekarang kami sudah menginjak kelas 12. Hanya menunggu hitungan bulan sebelum akhirnya menuju ke lembaran kehidupan berikutnya yang lebih menantang, menakutkan, dan melelahkan. Aku tak yakin kebersamaan yang ada ini bisa kita lakukan ke depannya, dengan banyaknya variasi jalan hidup yang akan ditempuh setiap orang. Ya walaupun begitu, aku berharap tetap akan bisa seperti ini, berkumpul bersama semuanya, selamanya.
Terakhir, aku ingin mengucapkan seluruh rasa terima kasihku yang tak terhitung banyaknya untuk seluruh guru-guru di SMA Khadijah. Terima kasih sudah membimbing saya, membimbing kami angkatan Fasvenje hingga detik ini. Tak ada kata lain selain maaf atas setiap perbuatan yang kami lakukan selama ini. Untuk bokem, Encofour, Smatec-in, dan Fasvenje, terima kasih sudah menjadi bagian terindah dalam cerita hidupku. Sampai bertemu kembali dengan versi terbaik diri kita masing-masing. Sukses selalu semuanya!
28/12/24
– Sedang menunggu hitungan hari untuk menyambut tahun baru, semoga ke depannya bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya.
152 total views, 9 views today