Oleh: Edna Prita
Waktu adalah sebuah ilusi yang membawamu keliling surga dan mengantarkanmu pulang ke neraka. Itulah yang dapat kupetik setelah berhasil melewati tiga tahun masa SMA. Yaitu tiga tahun yang penuh akan tawa dan air mata. Tiga tahun yang merupakan puncak masa mudaku. Sebuah fase hidup yang tidak akan pernah bisa kuulangi lagi, walau telah menjual jiwa sekalipun.
Akhir-akhir ini, aku banyak memikirkan tentang masa depanku. Sungguh aku masih tak percaya bahwa hari-hariku ke depannya takkan kuhabiskan bersama teman-temanku saat ini. Dan takkan kujumpai lagi pertemanan setulus pertemanan masa sekolah.
Aku tak sanggup menerima fakta bahwa akan banyak sekali dari kami yang mungkin menjadi asing di masa depan, terjadinya hal itu tak bisa dihindari. Tiga tahun tak pernah terasa secepat ini.
Di SMA Khadijah, aku memiliki teman-teman dengan kepribadian yang beragam. Berkat merekalah aku bisa belajar cara berbaur dengan berbagai tipe manusia. Apalagi, bersosialisasi merupakan tantangan besar bagiku sejak dulu. Tak hanya itu, mereka semua tulus mendukung dan membantu satu sama lain. Terutama di kelas 12, masa tersulit bagi kami semua.
Tak hanya siswanya saja, guru-gurunya juga memiliki kepribadian yang beragam, bahkan terkadang tak terduga sebab kepribadian bertolak belakang dengan parasnya. Cara mereka mengajar, bagaimana mereka berbaur dengan para siswa saat mengajar, bagaimana mereka berinteraksi dan bercanda dengan para siswa di luar waktu pelajaran, semua itu meninggalkan kesan bagiku.
Lalu, yang paling sulit untuk dilupakan adalah keseharianku bersama teman-teman di sekolah yang telah menjadi kebiasaanku. Aku sudah terbiasa berunding akan pergi ke kantin mana saat bel istirahat berbunyi, bercanda bersama sebelum salat jamaah dimulai, berkeliling di sekitar sekolah tiap Jumat siang untuk mencari jajan, menonton film bersama saat jam kosong, makan bekal bersama, mengerjakan tugas bersama, memutar musik dengan volume keras dari komputer kelas, dan masih banyak lagi.
Semua memori itu terputar dalam otakku di hari pengumuman kelulusan. Di hari itu, hatiku tak mampu lagi merasa.
Haruskah aku bersyukur? Haruskah aku bersedih? Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa, bahkan hingga saat ini. Apa yang akan terjadi pada segala kebiasaan dan rutinitasku selama masa SMA? Apakah akan terbengkalai begitu saja?
Tiga tahun ini seperti mesin waktu. Dalam perjalanan yang kadang menggores luka, hatiku selalu berdebar tak sabar akan kehidupan setelah SMA. Kehidupan dimana aku bisa berdiri sendiri dan tak lagi dianggap sebagai seonggok jiwa yang belum tahu apa-apa. Namun, saat itu aku tidak sadar bahwa destinasi yang dituju mesin waktu ini adalah penghujung dari masa muda sekaligus tangga menuju kedewasaan. Tidak ada satu raga pun yang menyiapkan diriku untuk transisi yang amat tiba-tiba ini.
Masa mudaku selama di SMA Khadijah adalah sebuah lautan rindu. Dan aku tenggelam di dalamnya, terombang-ambing oleh ombak yang penuh akan memori. Memori yang mungkin akan pudar oleh waktu, tetapi nyala apinya abadi bersemayam dalam jiwaku.
Terima kasih atas warna yang kau goreskan di atas kanvas hidupku. Segala ilmu dan pengalaman yang kau berikan untukku akan kugenggam selalu.
Selamat tinggal, Khadijah.
*Penulis merupakan angkatan refty yang baru resmi membawa title Alumnus SMA Khadijah
Source pict
600 total views, 6 views today