Alfiardo Akhmad Habib Aliandi seorang lulusan arsitektur Universitas Brawijaya. Seorang lelaki yang biasa dikenal dengan nama Edo ini lahir di Surabaya, 30 Agustus 1998. Edo merupakan salah satu lulusan dari SMA Khadijah Surabaya tahun 2016. Ketertarikannya akan dunia arsitektur sudah terlihat sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar.
Bangunan-bangunan megah yang ada di film menjadi daya tarik bagi seorang Edo. Hal ini membuat ia menjadikan arsitek sebagai cita-citanya. Ketika duduk di bangku SMP, Cambridge University pun menjadi motivasi Edo untuk terus belajar dan belajar. Guru-guru Edo juga memberikan dukungan yang kuat akan cita-citanya. Bukan hanya itu, Edo memiliki keinginan yang mulia yaitu membangun rumah anak yatim dan masjid. Sejak saat itu, Edo merasa harus masuk jurusan arsitektur, “Saat itu aku yakin untuk masuk jurusan arsitektur lewat jalur SNMPTN, SBMPTN, bahkan mandiri asalkan aku diterima di jurusan arsitektur”, ucap Edo.
Ketika hari itu tiba, hari dimana Edo memilih universitas serta jurusan yang diinginkan, pilihannya mulai goyah antara jurusan Desain Interior di Institut Teknologi Sepuluh November dan jurusan Arsitektur di Universitas Brawijaya. Pada akhirnya pilihannya jatuh di jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya, seperti yang ia cita-citakan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Edo diterima di jurusan ini pada tahun 2016 melalui jalur SNMPTN atau yang dikenal dengan jalur undangan.
Edo mengakui adanya culture shock ketika menjadi mahasiswa UB karena sudah terbiasa dengan lingkungan sekolah swasta yang menurutnya memiliki cara bergaul dan belajar yang berbeda, “Ngikut alurnya aja”, ucap Edo menambahkan kesan pertamanya masuk UB.
Mulai memasuki perkuliahan, mata kuliah yang begitu beragam dan terdapat satu mata kuliah utama yaitu Desain Matra Nirmana dengan 5 sks. Hal ini sedikit membuat Edo yang sebelumnya tidak tahu menahu materi jurusan Arsitektur dan alur kerjanya harus belajar lebih giat dan bisa dibilang memulai dari awal. Ketika duduk di bangku SMA, fisika dan matematika dikatakan menjadi fokus dari jurusan Arsitektur. Hal ini membuat Edo sedikit khawatir mengingat kedua mata kuliah itu sebagai kelemahannya. Namun pada praktiknya, mata kuliah matematika dan fisika tidak sesusah yang diajarkan di SMA dan jurusan ini lebih identik dengan seni. Universitas Brawijaya sendiri memiliki museum yang digunakan untuk memajang karya terbaik mahasiswa. Beberapa diantaranya terdapat karya milik Edo.
Bukan hanya berfokus untuk mendapatkan nilai baik di bidang akademik, Edo bahkan mengikuti sekitar 25 kegiatan non akademik selama kuliah. Menurutnya, pengalaman yang didapat sangat banyak dan dapat berguna untuk masa depan. Edo mulai aktif kegiatan sejak semester 2 karena pada semester awal, kegiatan mahasiswa baru masih dibatasi. Pada semester 3 terdapat empat kegiatan yang Edo ikuti secara bebarengan diantaranya menjadi asisten dosen, anggota Departemen Kominfo HMA, Staff Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas, anggota Divisi Supervising Eksekutif Mahasiswa, dan anggota perkumpulan mahasiswa Internasional. Kegiatan ini tidak membuat Edo lupa akan pentingnya akademik bahkan dapat mempertahankan IPK nya sehingga bertahan menjadi asisten dosen hingga semester 7. Edo mengakui bahwa kegiatan yang ia jalankan ketika kuliah cukup berat namun pengalamannya tidak dapat Edo lupakan hingga saat ini. Tidak hanya kegiatan tersebut, menjadi panitia Student Exchange Nation University of Singapore juga menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Edo. Setelah mengikuti kegiatan ini, Edo menyadari semua yang sudah dipelajari selama ini ternyata hanya cuplikan kecil dari dunia arsitektur.
Edo mengakui bahwa kendala yang dihadapi ketika kuliah justru bukan dari bidang akademik melainkan lingkungan dan teman-temannya. Perbedaan lingkungan antara Malang dan Surabaya sangat berbeda. “UB lebih ke kehidupan anak-anak Jakarta”, ujar Edo. Namun hal ini tidak boleh memengaruhi kinerja dalam berkuliah, harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Menjelang kelulusan pada tahun 2019, Edo mulai melakukan penelitian yang mengambil area penelitian yaitu Taman Lansia Surabaya. Edo tidak menyangka orang-orang disana yang umurnya berkisar 60-82 tahun masih mau melakukan jogging atau sekadar jalan santai bahkan dirinya sendiri terkadang masih kurang aware dengan kesehatannya. Menurut Edo, ini menjadi bahan penelitian yang menarik untuk skripsinya.
Hingga sidang akhir, tidak terdapat kendala apapun baik dalam penelitian, penyusunan, hingga sidang.
Saat masih berkuliah, edo memiliki plan ketika sudah lulus nantinya. Salah satu rencana itu adalah menempuh pendidikan S2 di luar negri. Edo mengumpulkan dan mengirimkan berkas yang diperlukan namun takdir berkata lain, Edo belum mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 nya di luar negri. Sembari terus belajar dan mencari informasi beasiswa S2, Edo mencari pengalaman dengan mengikuti beberapa kegiatan seperti short course, sertifikasi, pelatihan online.
Semua yang ia ikuti kembali lagi pada tujuan awalnya yaitu menempuh S2 di luar negri. Saat ini Edo menjadi junior arsitek di salah satu proyek ciputra group di surabaya, photographer dan graphic designer, content creator di channel ‘Edo Aliandy’ yang berfokus untuk encourages anak anak muda yang masih bingung tentang perkuliahan / kehidupan kampus, juga ada segment ‘studio anak arsitektur’ yang membahas tentang serba serbi jurusan arsitektur, tips n tricks, matkul apa aja yang dipelajari dll. Saat ini juga Edo sedang proses pendaftaran beberapa beasiswa seperti beasiswa LPDP untuk ke UCL in the UK, beasiswa MEXT untuk ke Tokyo University in Japan, dan beasiswa AAS untuk ke Sydney University in Australia.
“Masalah perkuliahan itu pasti ada”
“Masalah lingkungan, masalah pergaulan yang kita nggak biasa disitu, dengerin anak ngomong lo gue, omongan bahasa yang gak biasa kita denger jangan sampai memengaruhi kinerja kita dalam kuliah”. ujarnya saat sesi wawancara via WhatsApp
“Arsitek itu luas, arsitek itu menyenangkan, arsitek itu aesthetic, kebanyakan dari kita membayangkan arsitek hanya sekedar menggambar, sekedar matematika dan sekedar fisika yang membingungkan bu actually more than that belajar ttg hukum juga, psikologi, kimia, fisika, biologi, international realtion, public speaking, leadership.”
“Jangan Cuma pengen aja, architecture is about responsibility” jelasnya saat mengakiri sesi wawancara. (cha)