Surabaya menjadi saksi bisu kelahiran Luluk Zakiyah pada 29 April 1975. Kini, beliau lebih akrab kita panggil dengan panggilan Bu Luluk. Beliau memiliki 2 hobi, yang pertama yaitu membaca. Jalaluddin Rumi merupakan tokoh yang mewarnai bacaannya. Alasan Bu Luluk menyukai Jalaluddin Rumi adalah karena filsafatnya. “Jalaluddin Rumi mengajarkan cara membersihkan hati dengan filsafat cinta. Bagaimana cinta yang kecil menjadi cinta yang besar,” ucapnya. Yang kedua ialah menonton film sejarah atau misteri seperti Dr. House dan Prison Break.
Saat ini, Bu Luluk merupakan salah satu guru BK SMA Khadijah. Karirnya sebagai guru BK dimulai pada saat beliau SMA.
Bu Luluk merupakan murid jurusan Fisika pada saat beliau SMA di SMA Negeri 5 Surabaya. Namun, karena kecintaannya terhadap tulisan filsafat, Bu Luluk pun memilih untuk lintas jurusan. Demi mencapai tujuannya, beliau harus berusaha semaksimal mungkin. Membuatnya belajar mata pelajaran IPA saat sekolah, tetapi saat di tempat les beliau harus belajar mata pelajaran IPS. Butuh perjuangan yang keras bagi beliau hingga akhirnya dapat diterima di Psikologi UGM melalui jalur tes.
Meski rasanya begitu berat untuk melepaskan anak perempuannya merantau di luar kota, orang tua Bu Luluk memutuskan untuk mengizinkan beliau pergi belajar di Gadjah Mada. Hal ini menandai dimulainya kisah hidup Bu Luluk yang penuh warna di Jogja.
Saat kuliah, Bu Luluk ingin belajar membuka diri karena masa SMA beliau hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Beliau pun memutuskan untuk mengikuti berbagai macam organisasi dan perkumpulan selama kuliah, seperti BEM, perkumpulan pelajar islam, pergerakan mahasiswa pejuang rakyat, media jurnalistik Fakultas Psikologi UGM yakni “Psikomedia”, dan juga perkumpulan penulis.
Sebagai seorang penulis, Bu Luluk mempunyai 1 karya yang paling diingat saat masa kuliahnya. Yakni, “Amor Fati: Dilema Rasional Manusia Modern” yang dimuat oleh media Kompas dan juga Gatra. Tulisannya yang mengulas karya dari Nietzsche, membuatnya bertemu dengan teman-teman bedah buku dan penulis yang masih bertukar kabar hingga saat ini.
Kegiatan Bu Luluk saat kuliah begitu padat, mengharuskan beliau pindah dari Pondok Al-Munawwir Krapyak, yang memakan waktu 45 menit untuk pergi menuju kampus. Beliau pindah ke kos yang jauh lebih dekat dengan kampusnya. Hal tersebut jelas sangat mendukung Bu Luluk menjadi lebih leluasa dalam melaksanakan kegiatan organisasi dan perkumpulannya.
Tentu saja, sesuka-sukanya kita dalam suatu organisasi, pasti ada hal yang membuat diri menjadi tak nyaman dalam organisasi tersebut. Begitu juga dengan Bu Luluk. Ada beberapa hal dalam organisasi pergerakan mahasiswa pejuang rakyat yang membuat beliau merasa tak nyaman dan gelisah. Ditambah lagi kegelisahan Bu Luluk dalam mencari tahu makna hidup. Hal ini membuat Bu Luluk beralih mengikuti kegiatan kajian filsafat dan kitab kuning mengenai penyakit hati. Namun, Bu Luluk tetap setia mengikuti perkumpulan dengan teman-teman penulisnya. Hal-hal inilah yang mewarnai masa kuliah beliau sampai beliau lulus.
Pulang ke Surabaya dengan meninggalkan banyaknya keragaman warna di Jogja, dan juga dua tawaran menjadi dosen, jelas merupakan pilihan yang berat. Namun, Bu Luluk memilih mengikuti apa kata orang tua dan gurunya. “Guru saya sampai bilang ke saya, kalau sayang banget saya harus pulang ke Surabaya. Namun, karena yang menyuruh saya kembali ke Surabaya adalah orang tua saya, beliau menyuruh saya untuk kembali saja. Mungkin, akan ada hikmahnya di sana,” terangnya.
Saat di Surabaya, wanita pecinta kopi dan jamu ini mengisi waktunya dengan belajar bahasa arab dan juga kajian di Ampel. Tak lama setelah itu, beliau pun menikah. Hal ini merupakan fakta yang mengejutkan bagi teman-teman beliau. Karena, menurut mereka, Bu Luluk orangnya sangat aktif dan bukan tipe orang yang “ibu rumah tangga banget”. Begitu menikah, Bu Luluk ikut dengan suaminya ke Malang.
Beliau mengajar di salah satu MTs Negeri saat di Malang. Sebenarnya beliau ingin berhenti ketika memiliki anak. Namun, ditahan oleh kepala sekolahnya saat itu. “Saya ingat, kepala sekolah saya saat itu bilang ‘kalau masalahnya di pembantu, saya bantu carikan!’ Ternyata pembantunya terlalu muda sehingga kurang pengalaman. Sampai anak saya opname,” jelasnya. Semenjak opname anaknya inilah, membuat beliau fokus menikmati menjadi ibu rumah tangga.
Saat hamil anak ketiga, suami Bu Luluk jatuh sakit. Membuat Bu Luluk dan keluarga harus pindah ke Surabaya. Pada masa ini, Bu Luluk pun mencari lowongan pekerjaan. Sampai pada akhirnya, ia menemukan iklan di koran bahwa SMA Khadijah sedang mencari guru. Bu Luluk pun mendaftarkan diri di lowongan tersebut. Hal inilah yang membuat kita dapat bertemu dengan Bu Luluk yang sekarang
Wanita yang gemar menikmati makanan khas Surabaya ini membuktikan bahwa meskipun background beliau dari sekolah negeri, tetapi beliau bisa menunjukkan yang terbaik untuk SMA Khadijah.Bu Luluk berpesan kepada seluruh murid SMA Khadijah untuk hidup di masa kini.
“Manfaatkan waktu saat ini dan di sini demi harapan di masa depan, jangan sedih atas kejadian masa lalu, jangan takut atas apa yang akan terjadi,” ucapnya.
Hal ini juga selaras dengan kisah hidup beliau yang mengajarkan kita untuk menggunakan waktu kita sebaik mungkin. (Nrb)
234 total views, 6 views today