Opini

Mendadak Debat

Oleh: Nailal Fariha

Kalau kalian berakhir membaca notifikasi melalui grup WhatsApp untuk informasi ulangan harian  tertunda dan rundown tiba tiba di permulaan jam matematika, tentu Kampanye & Debat Poskha PK tujunya. 

Bel pengumuman dan sorakan jargon timses paslon berhasil menarik paksa kaki kaki remaja jompo ini. Bando dan sticker dari tim marketing (bahasanya) yang sudah mondar mandir dari lorong bawah – lantai tiga sejak pukul 7.45 sukses menyuntik girang siswa.

Disclaimer: Penuh Kritikan Jalannya Kegiatan ini

Selepas diskusi di ruang seni, aku beranjak ke Aula untuk mengkoordinir jalannya berita hari ini. Begitu pintu dibuka, gerombolan semut pramuka sedang riuh meneriaki kandidat ketua PK IPNU yang entah bagaimana sudah tiba pada kandidat 2 saja. 

Jujur, ada banyak pertanyaan yang seakan bercabang ketika menerima fakta bahwa hari ini terdapat “Kampanye & Debat Poskha PK“.

Perasaan 3 jam lalu aku baru menjadi penonton snapgram poskhadj yang me-reveal paslon caketos & waketos? namun saat ini juga aku sedang menyimak kampanye yang terburu-buru dan peletakan meja hijau di depan audience yang “katanya” untuk debat paslon caketos & waketos nanti.

Kenapa hanya caketos dan waketos saja yang debat? Lalu bagaimana dengan kandidat ketua PK IPNU IPPNU? sekedar mengkampanyekan visi misi dan proker? apa tak mendapat kesempatan untuk bersuara? padahal dengan dua orang saja “debat” pun bisa terlaksana? dan masih banyak lagi tanya yang seakan menembak brutal pikiran ini.

Satu hal yang sangat menarik perhatian selepas selesai kampanye PK yakni “kenapa kandidat ketua IPNU keduanya adalah siswa kelas 10 sedangkan kandidat ketua IPPNU keduanya adalah siswi kelas 11?”

Back to reality, ini sudah memasuki waktu poskha beraksi. Caketos dan Waketos tiap Paslon sudah mulai berkampanye seperti halnya PK tadi. Namun selepas kampanye, para Paslon langsung mengambil posisi pada kursi yang telah disediakan untuk agenda yang katanya “debat“.

Lagi lagi makna yang disalurkan melalui debat ini rasanya tak tersampaikan ke para audience. Justru lebih terlihat seperti tanya jawab bergantian antar paslon. Mengapa demikian?

sebab antar paslon hanya adu mekanik proker, sekedar bertanya bagaimana jalan prokernya nanti, sistem kerja dan hal lain yang menunjang proker itu berjalan. Sedangkan seperti yang kita tahu bahwa debat sendiri punya makna beradu argumen tentang mosi yang diberikan. Lantas, apakah layak hal ini dikatakan debat?

Jawaban para paslon pun terkesan belum sepenuhnya tersampaikan sebab arahan yang selalu mengisyaratkan waktu akan habis.

Meskipun terdapat sesi tanya jawab, pertanyaan yang diajukan juga dibatasi. Ketentuan 1 pertanyaan dengan (hanya) 1 Paslon menjawab pun terjadi. Bukan hanya pemikiran bercabangku ini, tapi audience juga berpikir ini aneh sebab dengan pertanyaan yang harusnya dijawab ketiga paslon guna menentukan kemampuan mereka dalam menguasai mosi yang diberikan justru hanya diwakilkan. 

Ketika menemani tim turcham mewawancarai Paslon selepas debat, sebagian besar mereka menunjukkan ketidakpuasan dan memberi statement kurangnya suara yang bisa tersalurkan.

Hal ini juga di dukung dengan riuhnya suasana Aula saat kegiatan berlangsung karena kurangnya minat audience menyimak jalannya perdebatan dan suara mic yang kecil.

Dari sini sangat bisa disimpulkan bahwa jalannya Kampanye & Debat Poskha PK tahun ini berbeda dari periode sebelumnya. Terkesan sangat terburu buru, kurang persiapan, terasa seperti tanya jawab bukan adu pendapat.

08 Sept 2023, 03.15 WIB
Menunggu waktu subuh sambil disambi belajar UH Biologi

*Penulis adalah siswi yang hari harinya sedang difase penuh ulangan dan persaltingan

884 total views, 3 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *