Oleh: Keisha Naureen Hananiya S
Denting jam dinding kembali terdengar, menandai dimulainya hari baru. Sinar matahari pagi mengintip dari sela-sela tirai, menerangi kamar Kazzesha. Namun, secercah sinar itu tak mampu menembus kegelapan yang menyelimuti hatinya. Ketakutan untuk gagal masih menghantuinya.
Azura, sahabat setianya, datang berkunjung. Ia membawa secangkir coklat hangat dan sebuah buku catatan. “Kamu terlihat murung, Je. Ada apa?” tanya Azura lembut.
Kazzesha menghela napas panjang. “Aku takut, Zur. Takut untuk mencoba hal baru. Takut gagal.”
Azura tersenyum hangat. “Kegagalan itu wajar, Je. Itu artinya kita sedang belajar dan berkembang. Lagipula, kalau tidak pernah mencoba, bagaimana kita bisa tahu kemampuan kita?.”
Kazzesha terdiam, merenungkan kata-kata Azura. Ia ingat saat Azura pertama kali mencoba bermain gitar. Jari-jarinya sering salah menekan senar, dan bunyinya pun tidak merdu. Tapi Azura tidak menyerah. Ia terus berlatih setiap hari hingga akhirnya bisa memainkan lagu kesukaannya.
“Tau gak sih, Je,” lanjut Azura, “aku punya ide. Bagaimana kalau kita membuat daftar resolusi tahun baru bersama? Tapi bukan resolusi biasa, melainkan daftar hal-hal yang ingin kita coba, meskipun kita takut.”
Kazzesha tertarik dengan ide Azura. Mereka mulai menulis daftar bersama. Ada banyak hal yang ingin mereka coba, mulai dari hal-hal kecil seperti mencoba resep masakan baru, hingga hal-hal yang lebih menantang seperti berbicara di depan umum. “Yang penting, kita mulai dari langkah kecil,” kata Azura. “Jangan terlalu membebani diri dengan target yang terlalu tinggi. Nikmati prosesnya.”
Beberapa hari kemudian, Kazzesha mulai mencoba hal-hal baru dari daftar resolusinya. Ia mulai dengan memasak kue sederhana. Awalnya, ia merasa canggung dan takut akan hasilnya. Tapi dengan bantuan resep dan semangat Azura, ia berhasil membuat kue yang lezat.
Keberhasilan pertamanya itu memberinya keberanian untuk mencoba hal-hal lain. Ia mengikuti kelas melukis, bergabung dengan klub buku, bahkan ikut lomba menulis cerpen. Setiap kali ia berhasil mengatasi ketakutannya, rasa percaya dirinya semakin tumbuh.
Tahun baru tiba. Kazzesha berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Ia melihat seorang gadis yang berbeda. Matanya berbinar dengan semangat, senyumnya merekah penuh percaya diri. Ia telah berhasil mengubah dirinya.
“Makasih, ya, Zur,” ucap Kazzesha tulus. “Kamu telah membantuku menjadi diri sendiri yang lebih baik.” Azura tersenyum bahagia. “Sama-sama, Je. Aku bangga banget sama kamu.”
Mereka berdua saling berpelukan, menyambut tahun baru dengan penuh harapan. Kazzesha tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang, dan akan ada banyak tantangan yang harus ia hadapi. Tapi ia tidak lagi takut. Ia siap menghadapi masa depan dengan penuh keberanian.
Setelah serangkaian pengalaman baru, Kazzesha merasa lebih percaya diri. Namun, di balik itu semua, ada rasa penasaran yang terus membara dalam dirinya. Siapa sebenarnya dia? Apa yang ingin dia capai dalam hidup?
Azura mengajak Kazzesha mengikuti sebuah workshop pengembangan diri. Di sana, mereka belajar tentang pentingnya mengenal diri sendiri, menemukan minat dan bakat, serta menetapkan tujuan hidup. Kazzesha merasa tertantang untuk menggali lebih dalam tentang dirinya.
Melalui berbagai aktivitas dalam workshop, Kazzesha mulai menemukan beberapa hal yang membuatnya merasa bahagia dan bersemangat. Ia menyukai menulis puisi, melukis, dan mendengarkan musik klasik. Namun, ia masih merasa bingung bagaimana cara menggabungkan semua minat tersebut menjadi satu kesatuan.
Suatu malam, Kazzesha duduk di teras sambil menatap langit berbintang. Ia merenungkan semua yang telah dialaminya. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Ia ingin membuat sebuah blog yang berisi puisi, lukisan, dan ulasan musik. Mungkin dengan begitu, ia bisa membagikan karya-karyanya kepada orang lain dan menemukan komunitas yang memiliki minat yang sama.
Dengan semangat baru, Kazzesha mulai membangun blognya. Ia menulis puisi tentang persahabatan, cinta, dan harapan. Ia mengunggah lukisan-lukisannya yang penuh warna dan ekspresi. Ia juga menulis ulasan tentang album musik favoritnya.
Awalnya, hanya ada sedikit orang yang mengunjungi blognya. Namun, Kazzesha tidak menyerah. Ia terus berkarya dan mempromosikan blognya di media sosial. Lambat laun, pengikutnya mulai bertambah. Ada beberapa orang yang memberikan komentar positif terhadap karya-karyanya.
Suatu hari, seorang penerbit kecil menghubunginya. Mereka tertarik dengan puisi-puisinya dan menawarkan untuk menerbitkan buku kumpulan puisinya. Kazzesha sangat senang dan terkejut. Ia tidak pernah menyangka mimpinya untuk menjadi seorang penulis akan terwujud.
–Penulis merupakan bagian dari klan Zenith
Pict source
146 total views, 3 views today