Pulang

Patung Rusa Hingga Air yang Menggenang di Wastafel

Oleh: Penyair Amatir

Apa yang ada di kepalamu jika gurumu menyuruhmu untuk berbicara dengan tanaman? Bercengkrama dengan patung rusa, patung bangau, gazebo, selang air, tong sampah, cahaya matahari, buku-buku di perpustakaan, langit, kursi piket, air yang menggenang di wastafel?

Saya menduga saja, barangkali ada kegabutan yang hinggap di kepala guru tersebut (untuk tidak menyebut “gila”). Atau mungkin, ada hal yang hanya kepala gurunya saja yang tahu motif untuk menjawab paragraf pertama tulisan ini.

Amati dan temukan filosinya: aktifkan imajinasi dan hatimu!

Demikian saya membekali anak-anak Fasvenje di pertemuan pertama minggu lalu. Apa yang diamati? Tentu saja: eksosistem taman sekolah (kecuali XII 2, buku di perpustakaan dan langit via lantai 3)

Saya mengawal mereka menuju kejadian “perkara”. Menunggui kebingungan mereka dengan menanggapi pertanyaan sesuka hati saya.

Seperti: Ini tanaman apa Pak?

Saya jawab dengan cepat dan ramah. “Tanyakan pada tanamannya ya..

Bagaimana aktivitas pengamatan mereka?

(Mereka hanya berbekal buku dan pena. Tidak ada gawai. Gawai mereka disimpan di tempat yang telah disediakan. Terobosan bagus dari sekolah di tahun ini.)

Tentu bervariasi. Beberapa antusias bercakap-cakap dengan tanaman. Beberapa bergerombol membicarakan maksud instruksi saya. Beberapa menyendiri, mencari target untuk diamati. Beberapa mengeluh karena tanaman tidak menjawab pertanyaannya.

Lima menit lagi. Demikian saya memberi ultimatum. Tergopoh-gopohlah mereka. Mengamati dan mencatat. Mencatat dan mengamati. Hingga kemudian waktu yang saya berikan tandas.

Bagaimana hasilnya?

Di akhir sesi saya berkhotbah. Bahwa Allah Swt menciptakan segala sesuatu pasti ada guna dan manfaatnya. Hanya karena kita yang tidak peduli saja yang membuat seakan-akan tidak ada guna dan manfaatnya.

Lebih lanjut. “Berjam-jam gawai (hp) menjadi mainannmu setiap hari (sampai kadang tertukar – siapa sebenarnya yang menjadi alat (manusia atau gawai), sampai kadang ada yang tidak pernah kau sapa. Misanya saja: Ikan di akuarium rumahmu. Tanaman di pot peliharaan keluargamu. Tanaman di taman sekolah. Dst.”

Nah, hasil pengamatan itu mereka kumpulkan. Lalu saya cerna dan telaah dengan seksama dalam tempo yang lumayan lama. Saya baca. Saya pilah sesuai dengan kualitas tulisan. Saya baca lagi. Saya pilah lagi. Bahkan ada beberapa pilahan yang saya baca berulang. Hingga terpetakan ke dalam zona: B- (cukup), B (baik), B+ (sangat baik), A (Istimewa), A+ (Istimewa dan favorit saya).

Hasil-hasil itu saya bawa ke kelas untuk dirayakan. Beberapa kelas, saya tayangkan favorit saya di salindia (ppt). Beberapa kelas lainnya (karena kendala waktu), dibaca oleh pemiliknya.

Hasilnya? Tentu sangat keren. Berikut sebagian kecil yang sempat terdokumentasikan (sebagian lainnya tak bisa nampang di sini)

🔺Dikirim via pesan WA (asbabun nuzulnya: saya “terharu” membaca tulisan di buku anak ini, karena sama sekali saya tak bisa membaca tulisan tangannya 🙃)
..
Assalamualaikum wr. wb.

Pak Shadiq, mohon maaf saya mengganggu malamnya yang sunyi… berikut adalah kutipan Festival Daun saya nggih pak,

“Filosofi yang saya temukan ketika melihat daun ini adalah saya seperti melihat bukti bahwa setiap indahnya insan / makhluk hidup di dunia ini pasti memiliki cakaran lukanya masing-masing (yang disimbolkan oleh garis putih pada daun) dan biasanya cakaran luka tersebut tidak akan pernah hilang, namun hanya kita tempat kan di sisi hati kita yang berbeda agar kita tetap bisa berjalan kedepan dan terus menjalani kehidupan.”

Terimakasih banyak sebelumnya,

Wassalamualaikum wr.wb🙏🏻
..

🔺Saya presentasikan di kelas (PPT)

Aku selalu merasa, kasihan sekali patung-patung bangau di atas kolam itu. Rasanya seperti, “pasti ia ingin terbang dan menangkap ikan-ikan di kolam itu”. Sayangnya ia tidak bisa. Ia terlahir menjadi patung. Itu adalah takdir. Sedih rasanya, jika patung-patung bangau tersebut melihat burung-burung jenis lain berterbangan dan berkicau secara bebas. Tetapi sayangnya patung tersebut tidak akan bisa merasakannya dari hari peratama ia diciptakan. (PT, 2024)

Manusia bercengkrama (yang diamati – red). Manusia adalah makhluk sosial. kita butuh satu sama lain. Mulai dari awal kita ada di dunia ini, kita perlu orang lain. Istri membutuhkan suami, suami membutuhkan istri. Ibu membutuhkan bidan. Bidan membutuhkan ibu. Anak membutuhkan orang tua. Orang tua membutuhkan anak. Hidup kita memerlukan satu sama lain. Saat kita matipun, kita butuh orang lain. Memandikan, mengkafani, menshalati, dan mengkuburkan. Kita tidak boleh egois merasa bisa sendiri. Kita bukan Tuhan. Kita manusia. (RH, 2024)

Apakah ikan butuh kebebasan? Apakah ikan menginginkan kebebasan? Ataukah kita yang ingin kebebasan? Atau kitalah yang sebenarnya ikan tersebut? (MKA, 2024)

Tumbuhan yang saya amati memiliki kondisi yang beragam. Ada beberapa tumbuhan yang masih segar, terawat. Namun banyak juga tumbuhan dengan kondisinya yang sudah rusak dan mati. Sama halnya dengan hidup yang selalu melewati banyak kesedihan dan kebahagiaan. Namun, pada akhirnya kehidupan yang kita jalani dengan kebahagiaan dan kesedihan akan berakhir di dalam tanah dan tidak akan Kembali. Sama halnya dengan tanaman yang sudah mati. (NAE, 2024)

Saya menemukan tanaman yang terpencil dan beda di antara yang lain. Tanaman itu bersemayam di dekat lampu taman. Beda dari yang lain, dimana warna bunganya putih dan hanya terdapat 3 bunga. Tempatnya yang tersembunyi membuat sulit di lihat Ketika jauh dari tempat bersemayamnya. Terkadang manusia juga seperti itu, di mana ada manusia juga memiliki potensi, namun tertutup yang mana akhirnya tidak terlihat potensinya di mata orang lain. (GAP, 2024)

Apakah tanaman berdosa? Apakah tanaman berhak untuk kita injak dan cabut? Apakah tanaman juga bisa merasakan kehilangan Ketika kita mencabut daunnya? (RRF, 2024)
..

Akhirnya, kesadaran kita untuk lebih peduli pada lingkungan merupakan salah satu wujud rasa syukur kita pada Sang Khaliq. Dengan begitu, kita tidak semena-mena dengan lingkungan – yang dengan atas nama kepentingan kita dengan mudah merusaknya.

Apakah yang demikian bisa masuk kategori “Merdeka Belajar”? Tanyakan saja pada daun yang berjoget.

4 Agustus 2024
Menikmati pedasnya
guyuran matahari

Penulis merupakan sahabat tumbuhan

351 total views, 3 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *