Oleh: Daryl Tsaqif
Day 1
Pada pagi hari pukul 05:00 di hari Sabtu, lebih tepatnya tanggal 21 Desember 2024, adalah waktu dimana kami semua, para angkatan Fasvenje bersiap untuk berangkat menempuh wisata religi yang merupakan puncak dari segala wisata yang telah kami lalui selama 3 tahun. Jikalau boleh jujur, sebenarnya tidak banyak yang terjadi di pagi itu, selain daripada riwehnya seorang anak dan orang tua untuk mengamankan setiap barang bawaan yang telah dipersiapkan. Teriakan demi teriakan terlontar saling saut tanpa henti dari satu insan ke insan yang lainnya, terlebih lagi saat buku panduan dan kartu pengenal sudah mulai dibagikan.
Buku panduan, buku sakral yang tidak pernah aku kira akan memiliki hubungan se intense ini denganku selama perjalanan. Buku ini berwarna biru dengan cover angkatan Refty di bagian utamanya yang diikuti oleh data jumlah keberhasilan setiap siswanya dalam menempuh setiap jalur untuk masuk ke perguruan tinggi tujuannnya.
Buku ini berisi segala macam arahan serta bacaan yang akan kami lantunkan ketika berada di setiap lokasi makam yang telah di jadikan sebagai pemberhentian. Bacaan tersebut meliputi lantunan-lantunan dasar yang penuh ganjaran seperti Do’a Bepergian, Bacaan Tahlil, Bacaan Surah Yaasiin, Sholawat Burdah, Doa Manakib, sampai Cara menjama’ Sholat dan bacaan Qasidah di makam Para Wali.
Sunan Ampel
Tidak perlu waktu lama sedari pembagian kartu pengenal dan buku panduan, kami semua pun mulai di berangkatkan pada pukul 05:30 dari sekolah untuk pergi ke tujuan pertama yakni Makam Sunan Ampel yang berada di sekitaran Jl. Ampel Surabaya. Durasi tempuh yang kami lalui terbilang cukup cepat pada perjalanan yang pertama ini, karena seperti yang telah kami semua ketahui, kondisi jalanan saat pagi hari di Surabaya tergolong masih lancar yang dimana hal tersebut sangat amat mempersingkat durasi perjalanan yang seharusnya lebih panjang. Selain karena kondisi jalan di pagi hari yang masih lancar, penggunaan tol dengan lokasi exit yang srategis juga menjadi sebab dari singkatnya durasi tempuh yang kami lalui saat akan mencapai lokasi tujuan.
Setelah kurang lebih 30 menit berada di bus, sampailah kami semua di lokasi pertama yaitu Makam Sunan Ampel. Impresi pertama saya ketika sampai di lokasi pertama ini terbilang cukup baik, meskipun di saat yang bersamaan aroma sampah yang sangat menyengat ikut menghiasi daerah sekitar bis tempat kami parkir. Sumber daripada bau tersebut tidak lain dan tidak bukan, berasal dari banyaknya tumpukan sampah yang ada di sekitar lokasi parkiran. Tumpukan sampah tersebut juga menjadi menjadi salah satu pertanyaan pertamaku akan kualitas kebersihan yang dimiliki oleh Lokasi Parkiran Bis Makam Sunan Ampel.
“Mengapa lokasi pakiran bis dari tempat yang di sakralkan banyak umat ini tergolong kotor dan bau ya? Apakah mereka tidak sadar jika ketidak-aware an mereka ini merupakan bagian dari pengingkaran ke sakralan yang mereka agungkan?” begitu ujarku dalam benak.
Lokasi parkiran bis dengan makam Sunan Ampel tidak berada pada sisi yang sejajar, yang dimana itu membuat kami semua di haruskan berjalan dari lokasi parkir hingga lokasi makam dengan jarak kurang lebih 100 meter. Dalam proses perjalanan ini, terdapat banyak sekali halang rintang yang menuntut kami untuk senantiasa berhati-hati dalam berjalan. Tidak jarang, motor berlalu lalang kesana kemari dengan kecepatan tinggi tanpa memperhatikan orang sekitar yang sedang berusaha menyebrang.
Bahkan ada satu momen yang paling aku ingat, yaitu ketika aku dan Syafa berusaha menyebrang namun di gagalkan oleh satu motor yang dengan “lèmpèng” mempertahankan kecepatan tingginya saat kami akan menyebrang.
Tepat ketika kami semua telah tiba di lokasi pintu masuk makam, kami semua langsung di sambut oleh segala macam penjual, mulai dari penjual gelang, peci, hingga roti Maryam semua menghiasi sisi jalan di sekitaran pintu masuk makam. Banyaknya variasi produk yang dijual oleh penjual-penjual tersebut terkadang membuat kami sedikit tergoda untuk membeli salah satu produknya, terutama produk makanan karena pada saat itu kebanyakan dari kami masih belum mengonsumsi sarapan.
Dibalik semua godaan yang ada, aktivitas perziarahan masihlah menjadi tujuan utama. Tepat setibanya kami di daerah sekitaran makam, bergegaslah kami semua untuk mencari tempat kosong dan memposisikan diri sebaik mungkin untuk bersiap membaca bacaan yang telah tersusun di buku panduan sebelumnya.
Bacaan yang di lantunkan pada saat berada di makam Sunan Ampel persis sama sesuai susunan, namun perbedaanya, terdapat tambahan bacaan surah yasiin di dalamnya. Penambahan bacaan ini, berbeda-beda di tiap lokasinya, tergantung “Bacaan Khusus” yang sebelumnya telah diinstrusikan oleh Ustadz Ifan maupun buku Panduan.
Sunan Giri
Setelah menyelesaikan lantunan bacaan yang memakan durasi kurang lebih 10-15 menit, berakhirlah Ziarah kami di makam Sunan Ampel. Tepat setelah semua itu usai, segeralah kami semua di arahkan oleh pak Sendy untuk kembali ke bis, dan melanjutkan perjalanan ke lokasi kedua yakni Makam Sunan Giri yang berada di Gresik.
Hampir sama dengan perjalanan menuju Sunan Ampel, lama durasi yang ditempuh dalam perjalanan ini terbilang cukup singkat. Tidak banyak jalanan padat yang terlalui, karena hampir 80% perjalanan kami menuju sunan giri ditempuh dengan tol.
Tepat 35 menit setelah tancap gas dari Makam Sunan Ampel, sampailah kami semua di lokasi kedua yakni Makam Sunan Giri. Berbeda dengan lokasi sebelumnya, letak daripada parkiran bis dengan makam bisa terbilang cukup jauh, yang dimana akhirnya membuat kami semua mau tidak mau harus menempuh perjalanan menggunakan Ojek Offline atau yang biasa disebut oleh Pak Shod dengan “Festival Ojof.”
Penggunaan Ojek Offline di Lokasi Makam Sunan Giri ini bisa di bilang cukup ekstrem dan memerlukan sedikit keberanian. Bagaimana tidak? Setiap daripada driver Ojek offline yang ada, mereka selalu menggunakan prinsip “lebih cepat sampai lebih baik.” Yang pada akhirnya membuat setiap perjalanan harus selalu berada pada kecepatan yang tinggi dan ugal disaat yang bersamaan. Namun Alhamdulillah, pada saat itu aku baik baik saja tanpa terluka sedikitpun ketika menaiki Ojek Offline.
Oh iya, informasi tambahan, ketika kalian semua menaiki Ojek Offline disana, sangat amat disarankan untuk menggunakan teknik Bonceng Tiga agar dapat menghemat waktu yang ada.
Setelah melewati Festival Ojof yang mencekam, sampailah kami semua di Pintu Masuk Makam Sunan Giri. Sama seperti makam yang sebelumnya, di pintu masuk kami semua di sambut oleh beberapa pedagang aksesoris, gelang, dan makanan. Akan tetapi, godaan yang ada sudah tidak sebesar ketika berada di lokasi pertama, karena pada saat itu kami semua sudah dalam keadaan kenyang sehabis mengonsumsi nasi kotak yang berperan sebagai sarapan.
Tidak lama berjalan dari pintu masuk Makam Sunan Giri, sampailah kami semua ke area dalam dengan disambut hangat oleh deretan tangga yang menjulang tinggi ke atas. Ya, tangga tersebut nantinya merupakan track yang harus kami lalui untuk sampai di lokasi absolut makam.
Track tangga ini bisa dibilang tidak terlalu panjang, namun tetap saja, namanya jalan menanjak rasanya pasti cukup melelahkan. Setelah kami semua sampai di zona paling atas, sampailah kami di pertigaan yang memisahkan antara jalan masuk dengan jalan keluar. Apabila kami ingin masuk, kami langsung di arahkan oleh palang untuk belok ke kanan ke arah tugu yang bertuliskan “Masuk Makam Sunan Giri.”
Sama seperti sebelumnya, ketika kami semua telah sampai di makam Sunan Giri, kami semua langsung mencari tempat kosong dan memposisikan diri sebaik mungkin untuk memulai bacaan lantunan Ziarah yang telah terpandu di buku panduan. Sedikit berbeda dengan Sunan Ampel, saat kami berada di sunan giri, kami tidak membacakan “Bacaan Khusus Para Wali”.
Lebih singkat daripada ziarah sebelumnya, kami pun menyelesaikan semua runtutan hanya dalam waktu 10 menit. Tepat setelah semuanya usai, kami semua pun bergegas pergi ke parkiran melalui rute, cara, dan jalur yang sama, dan tidak lama ketika berada di parkiran bus, Pak Sendy pun segera memerintahkan kepada kami semua untuk masuk bis dan melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya.
Sunan Drajad
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 1 jam, sampailah kami semua di lokasi ke 3 yakni Makam Sunan Drajad.
Di makam Sunan Drajad, bisa terbilang akses nya cukup mudah, karena jarak dari parkiran bis hingga lokasi absolut makam terhitung sangat dekat, sehingga tidak perlu transportasi tambahan proses pencapainnya.
Hampir sama dengan makam-makam yang telah dilalui sebelumnya, di pintu masuk kami semua langsung di sambut ramah oleh para penjual yang ada. Tidak lama berjalan dari pusat pedagang kaki lima maupun toko kecil, sampailah kami di Pintu masuk Makam Absolut dari Sunan Drajad. Tidak banyak perbedaan dalam proses pelaksanaanya di lokasi ketiga ini selain adanya bacaan doa tahlil yang sedikit lebih panjang. Setelah berziarah kurang lebih selama 10 menit, beranjaklah kami dari makam ke bis untuk melanjutkan ziarah ke lokasi berikutnya.
Asmoro Qondi (Syekh Ibrahim)
Berlokasi kurang lebih 20km dari lokasi sebelumnya dengan jarak tempuh 1 jam 30 menit, Asmoro Qondi merupakan tujuan kami yang ke 4. Disana, kami tidak hanya memiliki agenda untuk berziarah saja, namun juga bersih diri untuk mempersiapkan perjalanan berikutnya.
Sedikit berbeda dengan lokasi sebelumnya, jarak tempuh dari lokasi bis ke makam Syekh Ibrahim terbilang cukup berkelok. Kekompleksan kelokan tersebut juga tidak luput dari kepungan para penjual seperti lokasi makam pada umumnya. Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, sampailah kami di daerah masjid Asmoro Qondi yang dimana letaknya sangat dekat dengan Makam Syekh Ibrahim.
Sesuai dengan agenda, tanpa menunggu lama kami semua pun langsung bergegas untuk melaksanakan sholat jamak takhir yang telah kami niati sebelumnya. Tidak lama seusai melaksakan sholat, rombongan kami lanjut di arahkan oleh Pak Sendy serta Ustadz Ifan untuk segara masuk serta bersiap duduk di posisi yang telah di sediakan untuk berziarah ke Makam Syekh Ibrahim.
Sama seperti runtutan agenda sebelumnya, kami memulai ziarah dengan membaca Salam Pada Wali Allah, Lalu Surat Al-Ikhlas (3x), Al-Falaq, dan An-Naas, Lalu bacaan Tahlil, dan di akhiri dengan doa Tahlil. Durasi ziarah kami di lokasi kali ini tidak jauh berbeda dengan lokasi yang sebelumnya, cukup 10-15 menit kami semua pun usai melaksanakan setiap runtutan yang ada.
Tepat setelah menyelesaikan ziarah, kami semua pun bergegas keluar dari area makam dan lanut bersiap untuk bersih diri karena keadaaan yang sudah semakin sumuk.
Jikalau aku boleh jujur, keadaan sumuk yang kami alami pada saat itu benar-benar berada pada level yang sangat tinggi. Tidak hanya karena kami semua menggunakan seragam yang tebal, semua kesumukan itu juga di sebabkan oleh keadaan ramai di sekitar makam yang hampir tidak menyisakan celah.
Di detik rombongan kami keluar dari area makam, aku secara pribadi langsung bergegas keluar dari kerumunan dan bersiap untuk mandi di kamar mandi umum yang telah disediakan. Bak kain yang sedang terbakar, saat aku menyiramkan air ke tubuhku, rasanya tubuhku seperti mengeluarkan uap evaporasi yang mengandung segala kesumukan, kesumpekan, dan hal-hal mengganggu semacamnya.
Tidak perlu waktu lama untuk membersihkan diri, aku pun segera keluar dari kamar mandi dan lanjut melakukan sedikit per “jalan” an untuk kembali ke area parkir bis. Dalam perjalanan yang seharusnya singkat ini, mataku sempat terhenti pada toko songkok yang menawarkan harga 5000 per satu songkoknya. Seperti pelanggan-pelanggan pada umumnya yang selalu mencari barang murah, aku pun langsung bertanya pada sang penjual terkait songkok yang ada. Tidak sesuai dengan skenario, dalam proses tanya menanya itu mulutku sempat mengeluarkan celetukan akan songkok ukuran 12. Mengira ucapanku adalah hal yang serius, sang penjual pun bergegas mengambilkan stok Songkok berukuran 12 yang ia miliki. Di ambang rasa panik, penasaran, dan ingin memiliki disaat yang bersamaan, akhirnya aku pun memutuskan untuk mengambil songkok tersebut yang ternyata memiliki harga 60k.
Setelah sempat menarik beberapa anak Khadijah untuk berkomentar terkait songkok baruku ini dalam beberapa tempat pada saat proses per”jalan”an, akhirnya akupun berhasil keluar dari keramaian massa yang ada dan segera masuk ke bis untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya.
Sunan Bonang
Lokasi berikutnya yang menjadi tujuan kami pada Wisata Religi kali ini adalah Makam Sunan Bonang. Berlokasi satu kota dengan Asmoro Qondi di daerah Tuban, durasi tempuh yang kami lalui untuk mencapai tujuan ini hanya berlangsung selama 30 menit. Memiliki lokasi makam yang sedikit jauh dari parkiran, membuat kami semua di haruskan untuk menaiki transportasi tambahan berupa becak untuk sampai pada Lokasi Absolut Makamnya. Pada Festival Becak (begitulah cara Pak Shod menyebutnya) yang berlangsung di Sunan Bonang ini, setiap charter diharuskan untuk membawa 2 orang di dalamnya sebagai upaya penghematan waktu yang ada. Sama persis seperti driver festival ojol yang ada di sunan giri, motivasi mereka dalam melakukan “driving” tidak lain dan tidak bukan juga berbunyi, “Lebih Cepat sampai Lebih Baik.” Yang dimana hal tersebut juga berakhir membuat proses perjalanan berlangsung dengan kecepatan tinggi dan ugal di saat yang bersamaan.
Sesampainya kami di lokasi kawasan Makam Sunan Bonang, kami semua langsung di sambut oleh Indahnya Masjid Jami’ Tuban yang pada saat itu sedang dikelilingi banyak lampu berwarna kuning di tengah gelapnya malam. Tidak lama berjalan dari pemandangan Masjid Jami’ Tuban, masuklah kami ke area pedagang kaki lima dan toko kecil dengan Lokasi makam absolut setelahnya.
Sama seperti runtutan sebelumnya, tidak lama setelah kami semua sampai di lokasi absolut makam, rombongan kamipun segera di arahkan untuk duduk dan menepati tempat kosong yang ada untuk bergegas melaksanakan ziarah. Tidak memakan waktu yang cukup lama, ziarah yang kami lakukan di Makam Sunan Bonang hanya berdurasi 10-15 menit tanpa tambahan “Bacaan Khusus para Wali.”
Setelah kami melalui setiap runtutan ziarah yang ada, tibalah kami di penghujung agenda yakni on the way ke sunan muria dengan satu pemberhentian yakni rumah makan Kurnia Tuban untuk menyantap konsumsi malam yang berupa ayam kecap, sambel, dan tempe, dengan topping kerupuk lezat di atasnya.
Day 2
Sunan Muria
Setelah menyantap makan malam yang lezat di RM Kurnia Tuban, sampailah kami di lokasi penginapan yakni penginapan Muria. Penginapan ini merupakan penginapan pertama pada Wisata Religi edisi kali ini. Sesuai dengan namanya, lokasi penginapan ini berada sangat dekat bahkan tepat di bawah makam Sunan Muria.
Setibanya kami di penginapan, beranjaklah kami semua ke ruang istirahat masing-masing dengan tas berat yang berisi baju ganti dalam pikulan. Bantal, jaket, dan karpet hangat merupakan barang lumrah yang tergeletak di setiap sudut kamar. Tidak perlu waktu lama untukku pergi ke alam mimpi pada saat itu. Selain karena perjalanan yang panjang, rasa lelah yang memenuhi setiap anggota tubuh juga menjadi sebab akan ke-instant-an tidur yang aku alami itu.
Keesokan paginya, tepat setelah aku bangun dari tidurku, aku pun pergi mandi ke kamar mandi umum yang ada di sekitar penginapan. Tak lama berguyur dengan air dingin disana, akupun bergegas kembali ke kamar untuk sholat shubuh karena pada saat itu jam menunjukkan pukul 05:00.
Tidak sesuai rencana, cuaca buruk ternyata menimpa daerah sekitar Sunan Muria termasuk juga penginapanku. Cuaca buruk itu, memaksa seluruh anggota panitia untuk melakukan keputusan cepat akan agenda alternatif yang harus dilakukan. Setelah melakukan perundingan yang cukup panjang, panitia Wisata Religipun akhirnya memutuskan untuk tidak melaksanakan ziarah ke lokasi absolut makam, karena resiko yang kiranya cukup tinggi. Terlebih lagi, untuk menuju lokasi absolut makam kami semua diharuskan untuk menaiki ojof dengan kecepatan yang tinggi sama seperti sebelumnya.
Sebagai bentuk kegiatan pengganti, pembacaan lantunan tahlilpun dilakukan tepat setelah sholat subuh. Persis seperti runtutan bacaan pada ziarah sebelumnya, lantunan bacaan tersebut di awali dengan salam pada wali Allah dan di akhiri dengan doa Tahlil serta doa Tabarruk.
Setelah menyelesaikan setiap bacaan, lantunan, dan runtutan ziarah, kami semua pun bergegas untuk mengemasi barang bawaan, karena tidak lama lagi keberangkatan untuk menuju lokasi berikutnya akan dilakukan. Tidak memakan waktu lama, rombongan kami berhasil berkumpul di bis dengan lengkap pada pukul 07:00 sesuai agenda, dan keberangkatanpun akhirnya dilaksanakan tepat waktu sesuai perhitungan.
Sunan Kudus
Menempuh jarak kurang lebih 30 km dengan durasi selama 2 jam, sampailah kami di lokasi berikutnya yakni Makam Sunan Kudus. Makam Sunan Kudus merupakan makan yang terletak di daerah kudus persis seperti namanya.
Sedikit lebih jauh daripada semua lokasi makam yang telah kami lalui, di makam sunan kudus ini kami semua juga di haruskan untuk melakukan festival ojof. Berbeda dengan festival-festival ojof yang sebelumnya, di makam sunan kudus ini kami semua hanya diperbolehkan untuk menaiki ojek dengan 1 orang per motornya. Tidak tau apa sebab spesifiknya, tapi jika aku boleh berteori, hal tersebut tidak lain dan tidak bukan sepertinya karena sebab keamanan. Bagaimana tidak?
Jikalau aku boleh jujur, ojek yang terdapat di makam sunan kudus ini, adalah ojek paling kencang, brutal, dan ugal yang pernah aku naiki selama Wisata Religi kali ini. Hampir setiap detiknya, driver ojof yang ada selalu menggunakan jalur yang tidak seharusnya seperti jalur trotoar, jalur arah lawan, dan semacamnya.
Lewat semua ke ugalan dan kebrutalannya, sampailah aku dan rombongan kami di lokasi makam Absolut Sunan Kudus. Hampir sama seperti runtutan ziarah sebelumnya, ziarah kami di lokasi ini juga di awali dengan salam para wali, dan di akhiri dengan doa tahlil serta doa tabarruk. Sedikit cerita yang aku miliki saat ziarah di lokasi ini adalah, aku memiliki tempat duduk di sekitar paving makam karena lokasinya yang penuh dan crowded, penuh massa dari rombongan lain :D.
Setelah melalui runtutan dan keramaian yang ada di makam Sunan Kudus, rombongan kami pun kembali ke parkiran dengan cara yang sama yakni festival Ojof. Tidak perlu memakan waktu lama, kami semua berhasil berkumpul di bis tepat pukul 12:30 untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya.
Sunan Kalijaga
Lokasi yang menjadi tujuan kami berikutnya adalah Makam Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga berada di daerah Demak atau yang lebih spesifik daerah Kalidangu. Jarak tempuh yang kami lalui untuk menuju daerah ini bisa dibilang cukup panjang yakni berdurasi kurang lebih 2 jam dengan jarak 40km dari pemberhentian sebelumnya.
Tidak jauh berbeda dengan makam-makam yang telah kami lalui sebelumnya, Makam Sunan Kalijaga juga menyediakan banyak pedagang kaki lima dengan toko kecil di sekitar pintu masuknya. Jarak tempuh dari lokasi parkir ke makam di Makam Sunan Kalijaga terbilang cukup dekat, sehingga, kami semua tidak perlu menggunakan sedikitpun transportasi tambahan.
Tidak sampai 5 menit, kami pun sampai di kawasan makam absolut yang kondisinya sedang sangat amat crowded. Keramaian kondisi kawasan makam pada saat itu membuat rombongan kami hampir tidak mendapatkan tempat untuk berziarah. Namun Alhamdulillah, tidak lama sedari rombongan kami sampai disana, terdapat rombongan lain yang telah usai melaksanakan ziarah. Alhasil, ruang kosong pun tercipta di tengah kesempitan.
Sama seperti runtutan-runtutan ziarah sebelumnya, kami pun duduk bersiap dan memulai ziarah dengan membaca salam pada wali Allah dan di akhiri dengan di akhiri doa tahlil serta doa tabarruk. Tidak sampai memakan waktu 15 menit, kamipun usai menjalankan ziarah dan bergegas kembali ke bis untuk melanjutkan agenda berikutnya yakni pergi ke RM Kendal yang berlokasi di Kaliwungu untuk menyantap makan sore sekaligus makan malam.
Sunan Gunung Jati
Setelah makan dan bersih diri di RM Kendal, pergilah kami ke lokasi berikutnya yakni Makam Sunan Gunung Jati. Sedikit berbeda dengan agenda ziarah sebelumnya, waktu pelaksanaan daripada ziarah di makam Sunan Gunung Jati berada tepat di tengah malam kurang lebih pukul 12:00 hingga 12:30.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, lokasi kawasan Sunan Gunung Jati merupakan salah satu lokasi makam dari wali songo yang cukup rawan akan tindakan kejahatan. Bagaimana tidak? Saat kalian berada di pintu masuk, deretan pengemis sudah berjejer dan tidak henti-hentinya meminta sebagian daripada harta kalian dengan mengatasnamakan biaya masuk.
Tidak hanya itu, apabila kalian memilih untuk cuek serta tidak merespon, mereka semua tidak akan segan untuk menaikkan suara dan melanjutkan tindakan minta-meminta mereka dengan level yang lebih kasar. Bahkan, tidak jarang mereka sampai meraba tas, jaket, dan spot-spot pribadi kalian.
Dengan barisan yang kokoh, tertib, dan lurus tanpa celah, berhasilah rombongan kami untuk melewati deretan pengemis yang brutal itu. Tepat sesampainya kami semua di lokasi absolut makam, berziarahlah kami disana dengan runtutan yang persis sama. Setelah melalui runtutan ziarah yang berdurasi 10 menit dalam keadaan ngantuk, tibalah kami di penghujung agenda, yakni tidur dan bersih diri.
Sedikit berbeda dengan penginapan sebelumnya, bentuk daripada ruang tidur kami di penginapan kali ini lebih menyerupai sebuah ruang tamu. Tidak banyak bantal yang tersedia disana, jadi mau tidak mau, tas hanyalah satu satunya opsi untuk menyanggah kepala kami yang sedang lelah.
Perlabuhan pulau kapuk yang kami lakukan ini, kurang lebih hanya berlangsung selama 3 jam, karena tepat pada jam 4:30 kami semua sudah harus bangun dan beranjak dari penginapan untuk melaksanakan agenda berikutnya yakni sholat shubuh berjamaah di masjid Syarif Abdurachman. Tidak lama setelah kami semua usai melaksanakan sholat shubuh berjamaah disana, kembalilah kami ke lokasi penginapan masing-masing untuk berkemas, bersih diri, dan bersiap-siap menjalani agenda pertama di hari ke-3.
Day 3
Hari ke-3, merupakan hari “rileks” pertama dari wisata religi yang kami tempuh ini. Tidak tanpa sebab, tujuan daripada Lokasi yang akan kami datangi di hari ini mostly tidak hectic dan merupakan rumah makan dengan jarak yang bervariasi. Persis seperti kata pak Cahyo (yang merupakan tour leader bis ku), hari ke-3 ini merupakan hari pembuncitan, karena dari awal agenda hingga akhir agenda, kebanyakan hanya diisi oleh kegiatan makan, bersih diri, dan makan.
Seperti yang telah aku singgung sebelumnya, lokasi pertama yang kami datangi adalah RM menuju Gunung Pring (yang aku lupa namanya secara spesifik) untuk menyantap makan siang nasi, tempe, dan udang saus merah dengan kerupuk di atasnya. Seusai menyantap makan siang dengan penuh hikmat, lanjutlah rombongan kami ke tujuan ziarah pertama dan terakhir di hari ini yakni Makam Aulia Gunung Pring.
Makam Aulia Gunung Pring
Di lokasi Makam Aulia Gunung Pring ini, kami semua dituntut untuk berjalan dari pakiran hingga lokasi absolut makam karena jaraknya yang tidak terlalu jauh. Sangat mirip dengan track Makam Sunan Giri, di lokasi ini kami juga di haruskan untuk melalui tangga yang menjulang ke atas dengan deretan yang bahkan jauh lebih panjang lagi.
Bak menggali tanah lalu menemukan emas, ketika kami berhasil mencapai zona paling atas dari lokasi ini atau yang lebih akrabnya aku sebut sebagai Lokasi Absolut Makam, kami langsung di sambut oleh sejuknya ruangan makam dengan tekel yang sangat amat bersih tanpa noda. Bisa di bilang, makam Aulia Gunung Pring merupakan lokasi makam yang paling nyaman dan bersih, yang pernah aku datangi selama wisata religi ini.
Sama seperti runtutan sebelumnya, keberlangsungan ziarah dimulai dengan salam pada wali Allah, dan di akhiri dengan doa tahlil serta doa tabarruk. Tidak lama setelah semua runtutan usai, rombongan kami pun lanjut untuk turun ke bawah dan menuju pakiran bus dengan gercep. Bukan tanpa sebab, kegercepan yang kami semua lakukan tidak lain dan tidak bukan karena lokasi yang akan kami tempuh berikutnya adalah lokasi favorit sejuta umat yakni Malioboro.
Malioboro
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 1 jam 30 menit, sampailah kami di lokasi impian yakni Malioboro. Tidak sama dengan yang kami alami ketika wisata Jogja kelas 10, waktu kosong yang diberikan oleh panitia pada kami tidak lebih dari 2 jam (yakni dari pukul 19:00-21:00).
Jikalau boleh jujur, ketika pertama kali aku mendengar seberapa singkatnya waktu yang diberikan, rasanya aku hanya ingin tidur saja di bis dan menggunakan waktu yang ada untuk beristirahat. Namun apa daya, godaan berjalan-jalan masih menghantui dan menggerakan badanku yang lelah ini untuk keluar bus dan menikmati suasana yang ada.
Pada awalnya, kegiatan jalan-jalan di Malioboroku ini sudah coba aku struktur dengan baik, agar kesingkatan waktu yang ada, dapat terjalani dengan maksimal serta efektif. Rencana pertama yang aku susun untuk kegiatan “free di Malioboro ini” adalah
- Pijat di sisi jalan Malioboro
- Membeli Oleh-oleh
- Membeli sedikit jajan di sekitar lokasi street food.
Sebelum aku melanjutkan cerita, aku mau kalian semua menebak, berapa sih kegiatan yang berhasil aku jalani dalam rencana ini? Aku beri 3 hitungan 1.. 2.. 3..
Yaa benar, hanya 1.
Persis seperti kebanyakan kegiatan yang telah direcanakan, semua itu rencana itu hanya berakhir sebagai wacana dan fiktif belaka. Dari 3 agenda yang telah aku susun di atas, aku hanya berhasil memenuhi 1 diantara nya, yakni membeli Oleh-oleh. Sungguh sangat memprihatinkan. Berikut adalah rincian lebih lanjut akan kegagalan rencanaku; Rencana 1 (pijat) GAGAL, karena antrian panjang yang tidak mungkin aku tempuh dalam waktu 2 jam free time. Lalu rencana yang ke 2 (Membeli sedikit jajan di sekitar lokasi street food) juga GAGAL, karena menipisnya jatah uang jajan ku yang mostly telah aku habiskan saat pergi ke toilet dan membeli songkok 12 cm.
Day 4
Yaa begitulah pengalaman pahit, dan boringku saat free time di Malioboro kemarin. Tidak ada hal special yang aku alami di kegiatan ini selain berjalan-jalan serta bercengkrama dengan para sahabatku. Lupakan soal semua rencana yang telah tersusun, karena pada dasarnya semua itu hanya akan menjadi angan dan sekedar list tulisan yang bersusun. Terimakasih aku ucapkan untuk sahabatku, yang senantiasa membuat kegiatan singkatku terasa jauh lebih menyenangkan, nostalgia dan berwarna di saat yang bersamaan.
Setelah berkegiatan singkat di Malioboro dengan penuh hiruk pikuk kepahitan dan kebahagiaan, pergilah kami ke lokasi terakhir di agenda yakni RM sekitar Pandanaran yang berlokasi di Klaten. Disana kami mengonsumsi makan malam terakhir di kegiatan Wisata Religi kali ini, karena esok hari di jam yang sama kami telah sampai di kota kesayangan yakni Kota Surabaya.
Pada pukul 00:30 Waktu Indonesia Barat, tibalah kami semua di penginapan terakhir yakni penginapan Pandanaran. Bak gabungan dari 2 penginapan sebelumnya, di penginapan terakhir ini bentuk ruang tidur kami persis seperti ruang tamu di penginapan 2 yang terhampar luas bagai hall di penginapan 1. Hampir sama seperti hari-hari sebelumnya, rasa lelah yang mengelilingi sekujur tubuh membuat kami semua langsung beranjak ke ruang penginapan untuk bersih diri dan bersiap tidur.
Sedikit lebih longgar daripada hari-hari sebelumnya, durasi perlabuhan pulau kapuk yang kami miliki dari hari ini berlangsung lebih lama. Selain karena waktu tidur yang lebih awal, kosongnya agenda setelah pukul 4:30 membuat kami semua bisa “curi waktu” untuk kembali tidur dan melepas rasa kantuk yang telah menghantui selama 3 hari lamanya.
Setelah sedikit mencuri-curi waktu tidur tambahan selama kurang lebih 1 jam lamanya, sampailah kami di fase berkemas dan bersiap diri untuk pergi ke lokasi berikutnya yakni ke Makam Sunan Bayat (Ki Ageng Pandanaran).
Makam Sunan Bayat (Ki Ageng Pandanaran)
Jauh berbeda dengan lokasi-lokasi makam yang sebelumnya, tingkat keramaian massa pada saat kami berziarah di Makam Sunan Bayat tergolong sangat sepi. Bahkan, saking sepinya, setiap antrian masuk yang ada di area Makam Sunan Bayat sepenuhnya hanya diisi oleh rombongan SMA Khadijah. Memiliki jarak tempuh yang relatif singkat, jalan kaki dengan hati-hati merupakan keharusan ketika menempuh perjalanan di lokasi makam sunan bayat. Definisi kata “hati-hati” disini benar-benar krusial, karena di lokasi makam Sunan bayat ini, terdapat beberapa spot sempit yang mengharuskan kami untuk menunduk agar tidak terbentur.
Tidak lama setelah melalui beberapa track yang berupa terowongan mini, sampailah rombongan kami di lokasi makam absolut Sunan Bayat. Disana, kami melakukan runtutan Ziarah seperti biasanya tanpa adanya tambahan bacaan khusus untuk para wali. Namun perbedaanya, tepat setelah kami menyelesaikan segala runtutan, kami dapat masuk ke spanduk utama yang berisi liang lahat dari Sunan Bayat untuk lanjut berdoa di sana.
Setelah berziarah kurang lebih selama 15 menit, tibalah kami di fase berkemas dan bersiap diri untuk pergi dari Pandanaran. Tepat pada pukul 09:45, Setiap anggota fasvenje mulai berkumpul di bis masing-masing untuk melanjutkan perjalanan sejauh 40km dari penginapan menuju masjid Syekh Zayed yang berlokasi di Kota Solo.
Masjid Syekh Zayed
Masjid Syekh Zayed, adalah lokasi monumental terakhir yang akan kami kunjungi pada edisi Wisata Religi kali ini. Tidak banyak yang bisa aku ceritakan ketika berada disini, selain rasa kagum yang tiada henti menghiasi benak dan hati.
Seperti yang telah kita semua ketahui, Masjid Syekh Zayed merupakan masjid pemberian dari pangeran UEA yang bernama Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan kepada mantan presiden Indonesia bapak Joko Widodo. Masjid ini diresmikan pada tanggal 14 November 2022 oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden UEA, Mohammed bin Zayed sebagai simbol persahabatan dan kerja sama antara Indonesia dan UEA, khususnya dalam bidang keislaman.
Dekorasi, kemegahan, dan Keindahan yang terdapat di masjid ini, berbentuk selayaknya bangunan Negara timur, yang dimana hal tersebut sangat amat menunjukkan identias UEA sebagai Negara yang berlokasi di timur tengah. Selain bentuk dekorasi dan keindahan yang ciamik, di dalam masjid ini juga terdapat beberapa “fitur” dan kebijakan yang unik namun mengesankan, seperti tekel serambi dan halaman yang anti panas, lalu kamar mandi yang modern, sampai kebijakan di larang masuk masjid selain waktu sholat untuk menjaga kebersihan.
Berbicara waktu sholat, tidak lama setelah kami tiba di lokasi Masjid Syekh Zayed, adzan pun mulai berkumandang disana. Insan demi insan berhambur masuk ke area masjid tidak terkecuali rombongan Khadijah. Tidak lama setelah di kumandangkannya adzan, iqomah pun terlantun dan sholatpun terlaksana. Setelah menunggu beberapa saat, sholatpun usai dan giliran rombongan kami untuk melaksanakan jamak taqdim duhur – ashar yang telah di qasar masing-masing 2 rakaat.
Tidak memakan waktu lama, proses jamak taqdim pun usai, dan kami satu rombonganpun bergegas kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan ke kota tercinta Surabaya. Namun sebelum itu, kami semua sempat berkumpul sebentar bersama untuk melaksanakan foto angkatan yang bersejarah.
Menuju Surabaya
Setelah berkelana dan melaksanakan sholat jamak taqdim duhur-ashar di indahnya Masjid Syekh Zayed yang megah, berlanjutlah perjalanan kami untuk pergi pulang ke Surabaya. Jikalau boleh jujur, jarak daripada Masjid Syekh Zayed dengan Surabaya masih terbilang reachable. Bukan karena jaraknya yang dekat, namun lebih karena aksesnya yang terbilang cukup mudah dan tidak berkelok. Kemudahan akses tersebut dibuktikan melalui lokasi Masjid Syekh Zayed yang bisa di golongkan tidak jauh dengan tol solo, yang dimana tol tersebut merupakan tol yang dapat mengarah langsung ke Surabaya dengan durasi tempuh kurang lebih selama 3 jam.
Sesuai dengan perhitungan, tepat 3 jam lamanya setelah rombongan kami berjalan di tol, sampailah kami di kota tercinta Surabaya. Sedikit tidak sesuai bayangan, ketika pertama kali sampai di exit tol waru gunung kami semua langsung di sajikan oleh pemandangan gaduh pernak pernik lampu merah mobil yang menandakan kepadatan lalu lintas di Surabaya. Bukan tanpa sebab, kepadatan yang terjadi bersumber dari derasnya hujan yang mengguyur kota ini serta banjirnya beberapa spot krusial sekitar jalan Ahmad Yani.
Setelah melalui banyaknya genangan banjir dengan 30 menit durasi tambahan di luar perhitungan, sampailah kami semua di pemberhentian terakhir dalam rute Wisata Religi kali ini yaitu sekolah kebanggaan SMA Khadijah Surabaya. Sejujurnya, ketika aku pertamakali turun dari bis, perasaanku campur aduk akan apa yang telah terjadi.
“It feels like falling from heaven but get up from hell.. being in the middle of nowhere.”
Pengalaman yang sangat amat melelahkan, membingungkan, dan membahagiakan di saat yang bersamaan. Sampai detik ini, atau bahkan selamanya, aku masih belum bisa menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikan keindahan akan kegiatan yang telah aku lalui.
Tidak berhenti aku bersyukur kepada Allah SWT atas kesempatan yang telah diberikan selama 4 hari ini untuk mengenal lebih dalam setiap wali-Nya yang sangat amat mulia dan patut di teladani. Terimakasih juga tak luput aku ucapkan kepada para panitia (khususnya Bu Mus, Pak Sendy, Pak Fahmi, Pak Mukhlas, Pak Shad, Ustadz Ifan dan semua guru serta jajaran yang terlibat), teman-teman fasvenje, para sahabat, serta member encus mayak (ENCLOSE), yang tiada hentinya menghiasi hari-hari di kehidupan putih abu selama ini.
Aku di sini hanya bisa berdoa dan berharap, semoga semua hajat yang telah kalian panjatkan, dapat terealisasikan dengan bentuk yang sangat sempurna dan sesuai keinginan. Aamin Ya Rabbal Alamin. Terimakasih ya rek sekali lagi… sampai bertemu di lain kesempatan,
“Wisata Religi Wali Songo 2024; one of the greatest experience that I’ve ever had..” 27/12/2024
– Sedang asyik menonton Avenged Sevenfold – Live in the LBC di Televisi
129 total views, 3 views today