Cerpen

Satu Bungkus Martabak untuk Ulang Tahun

Oleh: Ketut Ghina

Sudut bibir  gadis itu tertarik cukup lama tatkala membaca pesan dari sahabatnya. Sebut saja gadis yang sedang tersenyum itu Dara, dan daritadi ia berlagak merajuk pada Sahabatnya, Shanin, via chat, padahal tahu betul gadis itu ingin jadi orang yang mengucap “Selamat ulang tahun” kepadanya paling akhir.

Segera ia mengambil jaket hitamnya kemudian melaju ke tempat yang diinstruksikan Shanin, Pos Satpam. Sedangkan Chaya, kakak sulung Dara, hanya berkedip heran dan menggelengkan kepala saat melihat adiknya berlari kesetanan.

Siapa sangka seorang Dara Anika, si kutu buku pintar dengan segala keegoisan, kemampuan bersosialisasi yang buruk, dan sifat kompetitifnya yang berlebihan itu bisa berteman dengan Kemala Shanindya, gadis yang mempunyai banyak teman dan tak henti-hentinya menebar senyuman.

Awalnya Dara membenci Shanin. ‘Kenapa harus membuang energi kita untuk mengajak orang berteman sedangkan si empu yang diajak berteman sama sekali tak menunjukkan ketertarikan untuk menjalin pertemanan? Jangan membuang energimu untuk hal yang sia-sia’, batin Dara saat itu. Shanin itu self centered, attention seeker, centil, tak bisa diam, berjuta-juta kata pedas sudah Dara layangkan pada gadis itu. Namun Shanin tetap Shanin yang tak mudah menyerah, ia tetap tersenyum, kemudiam mengulangi repetisi membosankan, yaitu mengajak Dara untuk menjadi temannya. Pada akhirnya, seorang Dara Anika bertekuk lutut juga. Dara mau menjadi teman Shanin, dan Shanin sangat senang akan hal itu.

Bukan tanpa alasan, Shanin berhasil menyediakan wadah rehat paling nyaman, tanpa ada paksaan untuk memenuhi ruang ekspektasi insan, tanpa ada hambatan untuk menjadi apa yang mereka idam-idamkan.

Bahkan genap 2 tahun menjalin pertemanan, Shanin masih menjadi teman favoritnya- atau apa itu istilahnya? Sahabat? Ya, itu lah. Bisa dibilang Shanin adalah satu-satunya sahabat yang dapat merubah perspektifnya dari manusia egois, berubah menjadi manusia baik yang masih punya keegoisan walau sedikit.  

Kaki kurus itu dengan cekatan menghindari polisi tidur komplek, menerjang dinginnya udara malam, sesekali memelankan langkah untuk menyapa pedagang nasi goreng dan tahu gejrot yang hinggap di dekat taman. Dara yang dulu bukanlah Dara yang sekarang.

Mata Dara membulat tatkala menyaksikan pos satpam yang sudah dihias dengan apik. Mading kecil dengan banyak surat dari orang-orang paling penting dalam hidupnya, lampu natal, potret polaroid Shanin dan dirinya. Semuanya tertata dengan sangat terencana.

“Kalau kamu tanya pak satpamnya ke mana, beliau udah aku usir, tanpa menghilangi rasa hormatku,” sambut Shanin dengan senyum merekah, tangannya membawa bungkus martabak telur lengkap dengan lilin bertuliskan angka 19.

“Selamat ulang tahun, Dara Anika. Aku tau kalau nggak semua harapan bisa terealisasikan, udah sepatutnya kamu paham kalau semua hal di dunia ini kadang nggak berjalan mulus sesuai sama apa yang disemogakan, tapi ngeliat perjuanganmu, aku percaya kalau sebagian besar harapanmu bakal terkabul satu-satu.”

Dara memejamkan matanya sejenak, mengaminkan ucapan Shanin dan menambahkan doanya sendiri.

“Aamiin,” ucapnya, lalu meniup dua buah lilin yang disodorkan oleh Shanin.

“Kenapa martabak?” tanya  Dara penasaran.

“Ini tuh ada filosofinya tau,” sahut Shanin.

Lantas Dara terkekeh kecil, sahabatnya ini kadang bisa jadi puitis dan filosofis, kadang juga celetukan yang dilontarkan tak cukup masuk akal. “Mulai deh.”

Shanin berdecak. “Jangan denial kalau penasaran.”

Apa yang dikatakan gadis itu benar, semua perkataan dan perbuatan Shanin selalu penuh kejutan. Ruang imaji Shanin terlalu besar, dan  dengan senang hati Dara menyusurinya.

“Iya deh iya, jelasin semua. Sampai satu dasarwarsa juga aku nggak akan bosen denger kamu ngomong.”

“Adonan martabak itu perlu dibanting-banting sampai besar biar bisa dilipat dan diisi sama telur.” Shanin menggantung ucapannya sebentar. “Begitu juga kita. Perlu dibanting keras sama hidup, itu sebagian proses untuk jadi orang besar di kemudian hari. Ada waktunya hidup kita diisi sama pencapaian, kebahagiaan, keberkatan.”

Satu bungkus martabak di hari ulang tahun ternyata tidak buruk. Lebih bermakna daripada satu buah kue utuh, setidaknya bagi Dara.

Penulis merupakan salah satu siswi di SMA Khadijah Surabaya dan duduk di bangku kelas 10 IPS 2

Source pict: Pinterest

568 total views, 1 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *