Oleh: Ketut Ghina Sofiya H.
Jujur saja, rasa cemas mendominasi perasaanku tatkala rekan dari Turcham Media, (yang konon katanya bernama Nailal Fariha) menghubungiku. Ia meminta ketersediaan ku untuk menulis opini terkait agenda wali songo yang telah usai beberapa hari lalu, yang artinya, aku harus menyisihkan waktu untuk bernostalgia mengumpulkan satu demi satu serpihan kenangan selama perjalanan.
‘Mengapa cemas?’ Sebab khawatir gagasanku tak cukup menggambarkan betapa bermaknanya peristiwa-peristiwa yang telah kami (Angkatan REFTY atau Revolution of 70th) lalui dalam perjalanan tersebut. Namun, jika pemirsa Turcham Media telah membaca tulisan ini, berarti aku telah berhasil mengatasi rasa cemas ku. Heuheuheu, senangnya.
Pembaca, bagiku agenda wali songo kemarin bukan hanya tentang terik matahari yang harus kami terjang dengan lapang dada, sikutan ibu-ibu yang berusaha menyerobot akses kami untuk masuk ke makam, deru napas yang bersama-sama kami perjuangkan di tengah sesaknya bemo (sebab melebihi kapasitas normal), tangga tinggi nun jauh yang berusaha kami selesaikan, rasa kantuk saat tahlilan, keras bin dempet-dempetannya karpet penginapan, serta antrean mandi di pagi hari yang menyebalkan.
Lebih dari itu, selain diharapkan menjadi jembatan amal yang mengantarkan kami pada kesuksesan, agenda wali songo juga memberi banyak pelajaran hidup yang dapat menjadi bekal kami untuk menghadapi dunia dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi untuk ke depannya.
Penulis meletakkan kata ‘bekal’ di kalimat sebelumnya bukan tanpa alasan. Rasanya memang seperti membawa kotak bekal yang siap diisi oleh lauk pauk bergizi (lauk pauk dapat diibaratkan sebagai nilai-nilai kehidupan), seperti kesederhanaan, kesabaran, kedisiplinan, maupun adab yang harus dijunjung ketika berhadapan dengan masyarakat.
Masih terlintas di benakku pesan yang dua sampai tiga kali diamanati oleh Pak Shodiq (penyair yang kebetulan menjadi salah satu guru pendamping kami) sebelum turun dari bus, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, bahwasannya sudah sepatutnya kami sebagai tamu menghormati segala adat istiadat serta aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Hal tersebut membuat kami mempunyai kesadaran penuh untuk tahu bagaimana cara bertindak dan memposisikan diri, khususnya terhadap warga lokal di daerah sekitar makam.
Pengalaman-pengalaman yang sudah dilalui para guru pendamping serta nilai-nilai moral yang berusaha mereka tanamkan membuat kami sadar bahwa pada dasarnya banyak sekali bagian dunia yang belum kami jamah, banyak sekali ketidak tahuan kami, banyak sekali hal yang harus kami pelajari. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kami untuk menjadi manusia yang mengedepankan arogansi.
Jika tidak ikut wali songo, mungkin aku tidak akan mengenali diriku seutuhnya. Terkait lokasi tidur, misalnya. Fakta bahwa ternyata tubuh ini cukup fleksibel untuk tidur di mana saja bagaimanapun keadaannya membuatku cukup tercengang.
Tanyakan saja pada karpet tipis hijau yang membentang di penginapan daerah Sunan Gunung Jati. Karpet yang dihinggapi lebih dari dua puluh orang itu menjadi saksi dari kelelahan dan segala percakapan seru kami (yang tentunya mempererat hubungan pertemanan kami), heuheuheu.
Kami yang terbiasa tidur di ranjang yang empuk, AC dingin, serta selimut yang hangat, kemudian dihadapkan dengan ruangan sederhana ala kadarnya. ‘Apakah kami tetap bisa tidur?’ Ya, mayoritas dari kami bisa. Artinya, kenyamanan bisa diperoleh sesederhana apapun situasinya (adaptasi diperlukan pada beberapa jam pertama). Setelah itu, kami jadi belajar menerima keadaan. Sabar, sabar, sabar.
Wali Songo juga membuatku belajar untuk lebih disiplin terhadap waktu dan memikirkan orang lain di banyak situasi. Aku jadi enggan menunda-nunda waktu bangun sebab tak mau mengantre kamar mandi. Durasi mandiku juga ku percepat sebab memikirkan teman-teman yang mungkin mengantre. Bisa dibilang, wali songo mau tak mau menuntut kami menjadi pribadi yang lebih cekatan dan minim keteledoran.
Seperti yang penulis cantumkan pada paragraf ketiga, banyak sekali pelajaran hidup yang dapat diambil dari agenda Wali Songo kemarin— yang penulis yakini tidak akan didapatkan selain melalui rangkaian kegiatan wali songo tersebut.
Akhir kata, bagi teman-teman REFTY yang telah melewati agenda Wali Songo kali ini, kalian hebat! Semoga semua hajat-hajat yang disemogakan dapat terwujud, semoga dapat menjadi pribadi yang lebih baik, keren, pintar, (kalau bisa ditambah lucu, tapi tak masalah kalau belum bisa, heuheu). Semoga sukses SNBP, SNBT, dan semua jalur yang ditempuh untuk meraih perguruan tinggi impian. Semoga kita diberkahi kesehatan dan umur yang panjang agar bisa sesehat ibu-ibu dan bapak-bapak yang tetap lincah berziarah di usia senja.
Untuk adik-adik kelas FASVENJE (Family of Seventy One Dije) yang baru saja mengunjungi pulau Dewata seperti agenda yang kami jalani setahun lalu, perjalanan mengelilingi pulau Jawa dalam 4 hari alias agenda wali songo menunggu kalian tahun depan. Semangat! Prepare yourself, guys!
~Penulis merupakan salah satu warga XII IPS 2 yang gemar meromantisasi hidupnya
846 total views, 3 views today