Siapakah siswa yang rumahnya paling jauh dari sekolah kita? Tim redaksi punya jawaban nih. Tentu saja kami tidak perlu repot-repot mengukurnya. Karena google map saja tidak mampu menghitungnya. Hehe.
Mutia Bahalwan, itulah pemilik nama yang menyandang predikat siswa dengan jarak rumah terjauh dari sekolah tercinta kita. Nun jauh di sana, tepatnya Banda Neira, Maluku. Wuih..
Siswa yang pernah meraih juara 1 lomba cipta puisi tingkat SMA se-Surabaya ini kini berada di kelas XII IPA 1. Namanya juga berada di peringkat dua paralel IPA dalam pemeringkatan SNMPTN, yang artinya punya kesempatan untuk berjuang di PTN via jalur nilai rapor.
Selama di SMA Khadijah, Mutia memiliki kecakapan dalam hal tulis-menulis. Ia mengasah keterampilannya lewat ekstra jurnalistik. Seperti apa sih pengaruh dunia kepenulisan menurut Koor. Divisi Web Turcham Media periode 2020 ini?
Gadis yang lahir di Banda Neira, 28 Desember 2003 ini mengaku secara gamblang bahwa ia masuk ke dalam dunia kepenulisan karena terhipnotis, bukan karena terjerumus.
Awal mulanya ketika SMP seorang guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelasnya sangat pandai membuat puisi tanpa memegang pena dan kertas, seolah puisi itu terlintas begitu saja di pikirannya. Hal inilah yang membuat Mutia termotivasi untuk mencicipi dunianya (dunia kepenulisan) yang terlihat megah dengan kata-kata itu. Dan dalam sekali telan, ia berhasil tersesat di antara dunia klasik beliau.
Untuk saat ini Mutia tidak memiliki kesibukan di dunia kepenulisan seperti menulis wattpad atau semacamnya. Ia menjelaskan bahwa dirinya hanya menuangkan ide yang ada di kepalanya sebagai bentuk untuk menghibur diri dan mempromosikan diri sendiri.
Sosok yang menjadi panutan Mutia di dalam dunia kepenulisan adalah Arafat Nur, tulisannya berbuah politik dan tragis yang membuat Mutia jatuh cinta dengan karya-karyanya. Salah satu hasil garapan Arafat Nur yang menjadi primadona adalah Tanah Surga Merah yang dipublikasikan pada tahun 2016.
Menulislah ketika kalian sedang jatuh cinta adalah ungkapan yang dibenarkan oleh Mutia ketika ditanya mengenai kapan waktu terbaik untuk menulis. Alih-alih menjawab pagi, siang, sore, atau malam Mutia justru memilih ungkapan itu untuk dibenarkan. “Jelas kalian pernah dengar ungkapan, ‘Menulislah ketika kalian sedang jatuh cinta.’ Aku 50% membenarkan ini. Ketika menulis sudah menyatu dengan roh kamu, waktu adalah penanda kapan tulisanmu selesai digarap. Untuk memulai, waktu tidak ikut campur”. Tulis Mutia pada tim redaksi via WhatsApp.
Ternyata dalam dunia kepenulisan Mutia memiliki kendala untuk menulis sebuah cerita bergenre horror, alasannya adalah karena ia tinggal seorang diri dan bukanlah sosok yang rela menakuti diri sendiri untuk mencari inspirasi dari suatu hal yang berbau mistis. “Bagaimana jadinya jika hasil tulisanku adalah bisikan dari seseorang yang tak kasat mata?” Ungkapnya.
Karena sedang berada di penghujung kelas 12, yang artinya sedang berada di masa untuk berjuang mati matian mengejar kampus impian maka Mutia terpaksa sejenak mengistirahatkan jemarinya untuk menulis. Sebagai gantinya ada angka angka yang harus ia otak-atik dengan jelas walau dilakukan dengan terpaksa.
Lalu ketika ditanya mengenai tips dan saran untuk seseorang yang ingin masuk ke dalam dunia kepenulisan Mutia menjawab, “Saya menjiplak kata-kata pak Shodiq, ‘Tips menulis: langsung menulis saja’. Sebenarnya tidak ada tips yang wajib disebarkan di sini. Menulis saja apa yang terlintas di pikiran dan perasaan. Karena jelas niat saja tidak cukup. Langsung terjun ke lapangan adalah kuncinya.
Saran singkat, jadilah diri kalian ketika menulis. Jangan mendeklarasikan karya hasil plagiarisme.” Tulisnya dalam sesi akhir wawancara pada tim redaksi Turcham Media. (nad)
2,268 total views, 6 views today