Oleh: Najwa Rahma Fauzan
Krincing!
“Kita dapat klien baru!” Seru seseorang yang memasuki ruangan kecil itu.
“Ah sial! Kalau soal percintaan tolak saja, Sam! Lebih baik kita fokus membenarkan CCTV kita.” Lelaki yang duduk di meja sebelah kanan itu menyahut. Dahinya sudah berkerut sejak pagi.
“Tenang dulu Leo. Kasus kali ini berbeda dari kasus lainnya. Ini berkaitan soal e-book ilegal.” Samantha, wanita berusia 26 tahun itu duduk di sofa, sembari mempersilakan seorang wanita untuk duduk di depannya.
“Hah? Bukannya tinggal laporkan saja?” Sera, gadis berusia 19 tahun itu mendongak—penasaran.
“Ini berbeda. Mereka yang melapor, akan ditemukan tidak bernyawa keesokan harinya.” Jawab Samantha dengan serius. Ia melipat kedua tangannya.
“Eh? Lalu bagaimana cara mereka membereskan korban kalau korban sudah melapor dan laporannya diterima?” celetuk Candra.
“Mereka ditemukan meninggal juga..” jawab Samantha.
“Bisa kau menjelaskan apa yang kau tahu, Nona?” Leo sudah duduk tepat berada di depan klien. Samantha, Sera dan Candra melirik ke arah Leo.
‘Dasar buaya.’ Batin mereka bertiga.
***
“Namaku Martha. Aku adalah penulis di sebuah aplikasi. Lalu aku mendengar dari sahabatku kalau novelku ada dalam sebuah web ilegal. Sahabatku sudah melaporkannya ke pihak yang bertanggung jawab, namun keesokan harinya, ia meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
“Besoknya, temanku yang lain mengalami kejadian yang serupa. Teman-teman mereka mati satu-persatu karena telah melapor. Mereka meninggal dalam keadaan bermacam-macam. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana..” Martha menunduk dalam-dalam. Ia sangat terpuruk.
“Aku jadi ingat, polisi saat ini ricuh tak karuan. Pemerintah ditegaskan oleh mahasiswa tentang e-book digital. Kata mereka jika tidak dilakukan, ini dapat memicu budaya literasi di Indonesia berkurang.” celetuk Leo, membaca koran yang ia pegang.
“Yah, teman seangkatanku juga setuju dengan para mahasiswa itu. Karena kalau tidak diberlakukan, rakyat ini bisa semakin parah~” celetuk Sera. Ia memainkan kunci motornya.
“Samantha. Ayo kita bicara berdua dulu.” Samantha pun menuruti Candra.
Krincing!
“Ada apa?”
“Temanmu itu mencurigakan.”
***
Tersisa Leo dan Sera bersama dengan klien di dalam. Mereka bertiga hanya diam, tentu saja.
Leo adalah mahasiswa yang bekerja paruh waktu di kantor detektif Alex. Sama halnya dengan Sera, namun Leo adalah kating Sera. Sera masuk baru sebulan, dan rata-rata kasus yang dapat ia selesaikan adalah membantu mencari informasi.
Sejujurnya Leo agak kurang setuju dengan Sera masuk ke dalam kantor detektif. Riwayat hidup Sera kurang jelas, namun yang menyetujui masuk-tidaknya anggota ke kantor detektif adalah keputusan Alex.
Leo menggerutu. Ia kebelet buang air besar.
“M-mohon maaf, permisi..” Dengan berat hati ia mengatakan hal tersebut dan melaju begitu cepat ke kamar mandi. Sialnya, Sera justru menertawainya.
Entah olokan apa yang dikeluarkan oleh Sera, Leo tidak peduli. Ia fokus dengan kegiatannya
Yap, saatnya sudah selesai dan hanya tinggal menyirami toilet—eh? Kenapa tidak berfungsi? SI.A.LAN. Demikianlah pekerjaannya bertambah satu.
“Aku ingin mengambil kunci motor, maaf ya~! Kau tidak apa kan? Ah, oke!” Itu suara Sera.
‘Kenapa suaranya dekat sekali? Motor kan terparkir di depan, bukan halaman belakang. Lalu kunci motornya ada padanya, bukan?’
***
Krincing!
“Maaf memakan waktu lama. Dan mohon maaf, Martha. Menurut kesaksian banyak orang, sejak Januari kemarin, teman-temanmu tidak pernah keluar dari rumahmu. Mohon jelaskan secara jujur, apa yang terjadi sebenarnya?”
Seketika ruangan menjadi sunyi. Bibir Martha menjadi sulit digerakkan. Ia terduduk lemas, menitikkan air mata. Menatap Samantha dengan tatapan frustasi dan berkata,“Kau benar, Sam. Mereka sudah mati di rumahku, aku disuruh tutup mulut dan nama organisasi mereka-”
DOR!!
Martha terjatuh dengan kepala bersimbah darah.
***
Pria berambut cokelat-biru muda itu berlari masuk ke kantor detektif dengan tergesa-gesa. Ia mendapat kabar bahwa di kantor detektifnya terjadi pembunuhan.
Krincing!
“Sam! Ada apa ini?” Ia berseru panik.
“Maaf, Alex. Kami mengacaukan kantor ini lagi..” Candra berjalan mendekat. Wajahnya masih terlihat tidak baik-baik saja.
“Tak masalah, sungguh. Tolong jelaskan apa yang terjadi jika kau sudah membaik.” Jawab Alex.
Alex mendengarkan Candra dengan seksama, dan setelahnya ia mengangguk paham. Ini adalah kasus pembunuhan jarak jauh. Alex yakin tersangkanya adalah rekan kerjanya.
“Tenanglah. Aku akan memecahkan masalah ini. Sera, lakukanlah seperti biasa. Leo, lacak lokasi penembakan dan bantu Candra serta Samantha dari jauh. Candra dan Samantha pergi ke rumah korban, mencari bukti yang terkait. Aku akan pergi mengurus korban. Kita adakan rapat besok malam.”
***
Sesuai dengan perkataan Alex, mereka berkumpul di kantor detektif pada malam hari. Kantor detektif mereka sudah menjadi TKP, jadi masih terdapat bekas-bekas penyelidikan.
“Agar tidak terlalu lama, mari kita dengarkan hasil penyelidikan kalian. Aku akan mengevaluasinya.” Alex memulai pembicaraan.
Sera berkata, “Aku sudah melakukan hack server seperti yang kau katakan, tapi hasilnya nihil. Mereka sulit dijebol, dan aku diserang beberapa kali.”
Leo berkata, “Mereka menembak tak terlalu jauh dari kantor detektif kita. Tepatnya berada di atap perumahan yang berada di gang sebelah. Aku mendapatkan satu-dua saksi bahwa terdapat orang bertubuh kecil dan ramping yang berada di atap itu, namun ia langsung kabur. Itu terlihat ketika Samantha dan Candra masih di luar.”
Samantha berkata, “Isi rumah Martha terdapat mayat teman-temannya. Rumah itu sungguh berantakan.”
Candra berkata, “Aku menemukan seorang saksi. Dia berkata setiap jam 11 malam, pasti selalu ada mobil yang keluar masuk dari rumah itu. Dan untuk kemarin, tidak ada mobil yang keluar masuk.”
Alex masih diam. Menatap satu-persatu mata mereka.
“Oke. Kita evaluasi kembali, pada saat korban dibunuh. Candra dan Samantha berada di luar sekitar 10 menit sebelum korban dibunuh. Tersisa Leo dan Sera yang berada di dalam. Bisakah kalian menjelaskan hal ini?”
“Sebenarnya aku langsung pergi ke kamar mandi setelah Candra dan Samantha keluar. Yang lebih parahnya lagi air di toilet mampet, jadi aku harus memperbaikinya. Sera saksi-”
“Lalu aku yang menjadi pembunuhnya, begitu?” Sera memotong pembicaraan Leo dan Leo terlihat geram.
“Aku mendengarnya, ketika kau berpamitan dengan korban untuk mengambil sesuatu, tapi anehnya kau lewat pintu belakang. Kau berkata kepada polisi bahwa kau sedang mengambil kunci motormu, tapi aku yakin itu pernyataan bohong. Sera, kali itu kau tidak melupakan kunci motormu. Kau sedang memainkan kunci motormu, ketika kita berbagi pendapat!”
Sera tersentak. Ia menatap rekan-rekannya. Alex menatapnya dengan tajam.
Sera berlari ke arah jendela dan menerobos keluar. Alex sudah bersiap. Dia ikut melompat, mengejar Sera. Gang kecil itu membantu Sera untuk kabur. Tapi sayangnya..
DOR!
*Penulis merupakan pemenang juara 1 lomba cerpen dalam MTC 2024
Source pict
907 total views, 9 views today