Oleh: M. Shodiqin*
Bagaimana mereka bisa menghafal Al-Qur’an? Pertanyaan yang awam tumbuh di kepala orang-orang awam semacam saya ini.
Tentu saja setelah mengalami hari-hari panjang nan melelahkan, saya punya jawaban versi saya yang awam ini dari pertanyaan yang saya ajukan sendiri itu.
Begini kira-kira jika saya jabarkan.
Hafal Qur’an itu tentu saja melalui rangkaian perjalanan yang tidak mudah. Menghafal ayat demi ayat hingga tuntas. Dengan model bimbingan dan suasana lingkungan yang sangat mendukung. Yang penting juga ini: menjaga ayat-ayat yang telah dihafalkan sepanjang waktu.
Teknisnya begitu. Teknis versi orang awam pastinya. Heuheu.
Lalu pertanyaan berikut ini tiba-tiba saja menggedor kepala saya yang awam ini. Sebuah pertanyaan yang berasal dari judul bukunya Ust. Ibrahim Al Hakim Al hafidz.
“Mengapa Menghafal Al-Quran?” [ Global Aksara Pers – 2021]
Rasa penasaran itulah yang membuat saya segera ikutan PO buku yang masih hangat ini. Kira-kira penulis memberikan jawaban seperti apa ya?
Alhamdulillah, hari ini buku tersebut bisa saya baca. Lengkap dengan tanda tangan dan sebait doa penyemangat.
“Semoga terus Istiqomah dengan ilmu & passion antum…”
MMA terdiri dari sebelas bab. Yang mengupas dengan detail tentang: dalil, adab, motivasi hingga catatan kritis tentang “Menghafal Al-Qur’an”.
Yang paling menarik menurut saya yakni pengalaman penulis dalam menjalani proses “nikmatnya” menghafal Al-Qur’an. Saya yang awam ini diajak lebih dekat lagi pertanyaan di awal tulisan: Bagaimana mereka bisa menghafal Alquran?
Menghafal Alquran bukan semata-mata memenuhi target hafalan semata, tetapi jauh lebih kompleks dari itu. Hidup bersama ayat-ayatNya hingga ajal tiba suatu saat kelak.
Di sanalah penulis memberikan kritikan tajam. Tentang trend tahfidz yang sebatas permukaan.
Sebatas untuk menarik massa agar berlomba-lomba gabung dalam program yang telah ditetapkannya. Bahkan adakalanya yang secara instan. Sehingga secara kualitas tidak dapat maksimal. Penulis menyatakan: payah tenaga, payah pikiran.
Saya pikir buku yang penuh gizi harus dibaca bagi banyak kalangan. Baik santri-santri yang tengah berjuang menghafal Al-Qur’an, orang tua, dan pendidik. Sebagai referensi untuk menciptakan generasi penghafal Alquran yang berkualitas.
Sebagai salah satu dari kumpulan orang awam di seluruh dunia, buku ini bisa juga kita baca dengan sepenuh hati. Sebagai salah satu penunjuk arah dari pertanyaan mengejutkan lainnya: Kapan saya menghafal Al-Qur’an?
Sidoarjo, 8 Maret 2021
Menunggu gerimis
*Penulis adalah orang awam yang tinggal di Indonesia