Opini

Kekalahan Timnas Indonesia dan Konsep Pendidikan

Oleh: Nabil

Sebenarnya, tulisan ini ditujukan untuk membahas tema pendidikan. Tema yang cukup susah dibicarakan, dituliskan, tetapi sangat bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Sudah berlembar-lembar kertas yang telah kutulis tentang tema ini tetapi tidak kunjung berhasil. Padahal aku merasa aku sangat dekat sekali dengan dunia pendidikan, aku telah menjalani kedua peran menjadi murid dan beberapa kali menjadi guru (guru epok-epok).

Aku merasa jiwa pendidikan sudah ada di dalam diriku, namun kenapa sangat susah dalam menuliskannya. Daripada susah-susah dituliskan, aku coba hal yang aku bisa yakni memaknai sedikit sudut dari pendidikan dalam kehidupan sehari-hari, aku coba berikan bagaimana pendapatku tentang konsep pendidikan dari kejadian yang baru terjadi. Konsep ini masih secuil dari konsep-konsep pendidikan yang ada. Yuk kita bahas….

Jadi, timnas sepakbola Indonesia telah kalah dari Uzbekistan pada pertandingan semifinal piala asia U-23 2024 kemarin. Mungkin penggemar bola sudah tidak asing dengan berita ini. Nah, dalam konsep pendidikan, kalahnya timnas Indonesia ini sebenarnya memiliki kesempatan untuk diambil pelajaran.

Saat fase grup, Indonesia bermain cukup baik, dapat mengalahkan timnas yang tidak mudah, yakni timnas Qatar, Australia, dan timnas Yordania. Setelah lolos, Indonesia menaklukkan Korea selatan yang menjadi favorit pada ajang ini. Kita apresiasi timnas yang telah melangkah sejauh ini sampai semifinal. Namun, ada yang sangat disayangkan dari timnas saat semifinal kemarin. Timnas Indonesia kemarin bermain sangat berbeda dengan permainan Indonesia sebelumnya saat melawan Qatar, Australia, Yordania, dan Korea Selatan. Kira-kira apa yang membuat permainan Indonesia berbeda?

Sebenarnya, ini adalah analisis miniku terhadap sepakbola yang telah menjadi tontonan olahraga favoritku. Mungkin analisis ini tidak bisa yang seakurat itu, tapi secara garis besar, fokus timnas saat berada di semifinal kemarin berbeda. Saat di fase grup, timnas Indonesia memiliki prinsip bermain yang baik, memanfaatkan kemampuan yang ada, memanfaatkan peluang yang ada, dan fokus pada diri sendiri. Terlihat, saat di fase grup, saat melawan Qatar, Indonesia bermain baik walau dicurangi wasit. Saat melawan Australia, walau timnas mereka terlihat lebih unggul dari Indonesia, timnas kita tidak bermain pasif, tetap melakukan apa yang mereka bisa, bertahan dengan baik, dan akhirnya mendapatkan satu momen yang membuat Indonesia bisa menang. Prinsip yang dimainkan oleh Indonesia saat itu adalah bermain dengan benar, apa yang menjadi kekurangan diperbaiki, apa yang menjadi keunggulan dimanfaatkan, dan menanglah Indonesia melawan Australia dengan skor 1 – 0. 

Saat melawan Uzbekistan di semifinal piala asia kemarin, Indonesia menggunakan prinsip yang berbeda. Indonesia terlalu fokus dalam ‘menang atau kalah’ bukan pada bermain dengan benar dan mencari cara bagaimana menang, namun terlalu fokus terhadap taruhan ‘menang atau kalah’. Akibatnya, fokus Indonesia yang terbuang pada taruhan ‘menang atau kalah’ tersebut membuat permainan Indonesia menjadi kacau. Terlihat, kekalahan atas Uzbekistan 2 – 0 adalah hasil dari pertahanan Indonesia yang kurang fokus, yang mana salah satu gol yang tercipta adalah gol bunuh diri Indonesia. 

Sebenarnya apa konsep pendidikan yang mau diambil dari perbedaan permainan timnas tersebut? Menurutku,

konsep dari pendidikan yang bisa diambil adalah tentang ‘bermain dengan benar’ bukan ‘bermain untuk menang atau kalah’.

Dalam menjalani pendidikan, seringkali kita lupa apa yang menjadi tugas kita menjalankan pendidikan itu sendiri (aku juga sih). Sebenarnya dalam sekolah, yang wajib kita lakukan adalah ‘belajar dengan benar’ bukan ‘ujian bagus atau tidak’ atau ‘pintar atau bodoh’.

Intinya, bukan hasilnya, tapi prosesnya. Masalahnya bukan kita tak peduli hasil kita pintar atau bodoh, tapi fokus kita tidak kesana. Kita hanya fokus pada belajar yang benar, nanti hasilnya kita serahkan kepada yang atas dan kita evaluasi proses kita. Kita tidak bisa mengendalikan hasil apa yang kita dapatkan saat kita belajar, apakah kita faham atau tidak. Karena, apabila kita fokus pada hasil, kita akan tidak fokus dengan proses apa yang akan kita lalui untuk mendapatkan hasil tersebut. Mindset ini menyelamatkan ku dalam beberapa momen.

Di dalam kedokteran, ada yang namanya mapel muskuloskeletal. Mapel ini cukup sulit dan banyak, karena berkaitan dengan banyak fraktur dan teman-temannya. Nah, saat mendekati ujian jujur aku belum siap sama sekali. Maka, walaupun aku sudah telat sedemikian rupa, aku tidak boleh menyerah begitu saja, karena bukan pada hasil nantinya yang mendidik aku, tapi karakter aku tetap belajar walau sepertinya hasilnya tidak mungkin bagus adalah karakter yang kita ambil.

Karakter yang kita bangun pelan-pelan inilah yang kita sebut sebagai proses, ‘bermain secara benar’. Kalau aku ‘bermain menang atau kalah’ pada saat itu, aku sudah pasti tidak akan belajar, karena aku yakin aku pasti jelek ujiannya karena tertinggal. Alhamdulillah aku bisa lolos saat ujian itu dari ratusan temanku yang belum ditakdirkan lolos. Soal yang keluar adalah soal yang kebetulan aku pelajari. 

Misalkan aku Naudzubillah tidak bisa lulus ujian saat itu, aku tetap bisa bangga, karena aku sudah bermain dengan benar dalam arti tidak menyerah walau sudah mepet. Inilah yang dinamakan fokus pada proses. Fokus pada cara main yang benar. Fokus pada proses juga bisa membuat kita berkembang, misalkan, saat mapel muskuloskeletal apabila aku lulus, aku tetap memperbaiki prosesku, mengapa aku bisa mepet saat belajar, mengapa tidak dicicil dari kemarin, dan sebagainya. Sehingga proses pendidikan yang kita tempuh tidak hanya berkaitan dengan menang atau kalah, pintar atau bodoh, tapi lebih ke proses kita yang lebih baik itu lah yang akan berkembang tiada batas. Namun, hasil memang tetap harus diperhatikan untuk evaluasi proses kita, dalam arti kalau hasil agak buruk, maka kita fokus ke proses mana yang salah, bukan pada hasil buruknya saja. 

Mungkin, ini bisa menjadi pesan bahwa tujuan pendidikan Indonesia bukan lah apa-apa selain menjadi manfaat buat orang lain. Seperti filsuf bapak pendidikan kita, ki Hajar Dewantara. 

“Ing Ngarsa Sung Tuladha”
“Ing Madya Mangun Karsa”
“Tut Wuri Handayani”

“Di depan menjadi contoh yang baik”
“Di tengah membangun tekad”
“Di belakang memberikan dukungan”

Kewajiban kita adalah menjadi bermanfaat buat orang lain sesuai posisi kita. Pesan terakhir untuk para pembaca, penulis tidak menyimpulkan bahwa hanya proses yang penting, dan hasil tidak penting. Hasil sangatlah penting, namun bukan tujuan utama, tujuan utama kita adalah berproses memenuhi proker itu. Maka dalam berpendidikan, nilai mata pelajaran memang penting, namun proses dalam belajar dan kemauan dalam belajar itu tadilah yang lebih penting, nilai dari hasil belajar bisa berubah-ubah dengan mudah, namun tidak dengan karakter kemauan belajar dan pantang menyerah yang perlu waktu yang lama.  Selamat berproses dan selamat meraih hasil yang diinginkan, jangan menyerah, dan selamat hari pendidikan Nasional.

Al Fatihah –
“Sedang menulis dikit (artikel opini turcham) disela menulis banyak (skripsi)”

Surabaya, 1 Mei 2024
Indonesia road to paris 2024

534 total views, 9 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *