Oleh: Nailal Fariha
You can see the world, following the seasons
Anywhere you go, you don’t need a reason
(Matilda-Harry Styles)
Bukan lagi karena jalan-jalan atau sekedar mengambil waktu luang di awal mula kelas 12. Namun kali ini aku akan berbagi lika-liku tiga hari penentu jalan di masa depan.
Hal ini bermula dengan keisengan ku mendaftarkan diri dalam suatu program yang tak mungkin tanpa alasan lewat di beranda Instagram. Betul, lebih tepatnya karena aku merasa ambience dari video tersebut menarik atensi hingga kaki ini beranjak dan membuka laptop untuk menelusuri lebih lanjut.
Sidang MUN tentu tidak asing bagiku sebab saat SMP, aku melihat Gita Savitri Devi yang turut serta dalam acara yang diselenggarakannya. Setelah aku baca, ternyata sejak tiga tahun terakhir ini mereka sudah membuat event offline lagi. Alhasil, aku coba untuk ikuti step-by-step pendaftaran dengan persetujuan keluarga.
Tiga hari setelah pengiriman motlet dan rentetannya, selepas pulang sekolah, pihak International Global Network (IGN) mengirimkan email yang tertulis “Congratulations Nailal, You are selected as a delegate for the 14th Asia Youth International Model United Nations …”. Apakah reaksiku langsung senang? TIDAK. Aku langsung panik dan berujung menelpon kakak ku untuk meminta pendapat.
Singkat cerita, setelah memantapkan diri, aku sudah berada di step kedua yang menjadi titik terberat. Mulai mempelajari segala istilah-istilah dalam MUN, menyusun position paper, dan berlatih komunikasi menjadi rutinitasku selama kurang lebih 2 bulan. Agak amatir kedengarannya karena ini juga kali pertamaku tergabung dalam program internasional.
Mungkin kalau laptopku bisa berbicara, ia akan terus merengek bersama tumpukan tab-tab research itu. Terlebih teman kamarku, Falisha, pasti sudah muak dengan segala rupa ketika aku sedang belajar, dan seluruh penikmat story di akun pribadiku yang berkali-kali mengirim pesan semangat. Kamar dan cafe tak bisa terlepas dariku. Mereka adalah saksi-saksi bisu itu.
Di tengah waktu liburan pun aku habiskan penuh untuk ini. Hingga tak terasa 2 Agustus 2024 sudah di depan mata. Sehari sebelumnya, aku dan keempat temanku nekat mengikuti mentoring dadakan untuk memperdalam pemahaman kami. Selama perjalanan udara 3 jam, yang aku lakukan hanya belajar speech dan mengatur kepercaya dirian. Saat imigrasi, kami juga bertemu dengan beberapa teman yang akan tergabung dalam program yang sama (jujur sempat merasa minder).
Selepas malam opening ceremony, kami berkumpul untuk sarapan dan sedikit berdiskusi mengenai agenda hari kedua ini. Manhattan II adalah tempat berkumpulnya delegasi UNICEF. Oh iya, aku mewakili negara Bhutan pada MUN kali ini dan inilah faktor yang membuatku berada pada baris pertama dan tepat di depan jajaran Board of Dais (pemandu sidang). Satu kata yang bisa aku ungkapkan hanya tegang. Tapi chairmate ku, Alisha, delegasi Belgia berhasil membuat suasana lebih tenang dan bahkan sangat nyaman.
Sesi pertama dengan Roll Call sudah dimulai. Karena di dalam agenda ini terdapat enam sesi, jadi setiap sesinya itu terbagi atas beberapa kegiatan. Aku langsung menaikkan placards ketika diberi waktu untuk mengajukan pidato pertama. Jujur saja, deg, kaget, dan tidak menyangka bahwa aku masuk dalam jajaran negara pertama yang akan bersuara. Segala teks yang sudah aku persiapkan turut maju bersamaku di podium. Rasanya lega dan sedikit terharu karena bisa memberikan penampilan terbaik versiku. Apalagi selepas pidato, aku menerima beberapa notes yang diantar oleh messanger dari delegasi lain. Aku merasa diperhatikan dan cukup terbangun untuk mulai menggunakan otak kritis itu.
Beberapa negara sudah mengajukan mosi dalam sesi Moderated Caucus dan suasana sudah mulai memanas. Satu persatu bersuara. Entah sekedar berbagi pendapat atau bahkan menentang.
Singkat cerita, kami sudah berada dalam sesi pembuatan working paper. Ini adalah agenda penting yang menentukan akhir dari sidang. Aku, delegasi Pakistan, dan Maldives berkumpul di belakang untuk menentukan blok negara yang akan satu visi dengan kami. Bertemulah dengan beberapa orang yang tampak sudah mulai berdiskusi. Aku tak begitu ingat jelas, tapi intinya kami tertarik dengan ide yang diberikan delegasi China, hingga akhirnya sepakat untuk bekerjasama.
Menguras pikiran, tenaga, ditambah lagi langkah-langkah pendek karena high heels ku saat itu. MELEDAK rasanya.
Tak pernah terbayang akan sampai dalam pembuatan Draft Resolution yang membuat kami harus mencari lagi blok negara dengan kapasitas yang lebih besar. Rancangan ide-ide pun mulai keluar dan tampak tukar-menukar. Chaos, Hectic, Burn Out. Promosi ide juga terjadi, negosiasi, dan teguran teguran menjadi satu dalam dinginnya Manhattan. Coffee break dan lunch terasa tidak dibutuhkan karena jajaran laptop dan round cycle tampak lebih menggiurkan.
Kami mulai merancang, menulis, berbagi email karena kebetulan segala kegiatan dikerjakan melalui google docs. Chairs pun sudah datang untuk sekedar bertanya progress dan presentasi singkat mengenai ide kami.
Tenang, meskipun serius gini, kami masih sempat untuk menertawakan keadaan. Merasa beban bagi si dominan. Tapi lagi-lagi ini adalah pengalaman. Aku rasa tanpa adanya kerja tim yang baik, solusi itu tak akan pernah tersampaikan dan rampung terselesaikan.
Detik terakhir setelah presentasi di depan Chairs, kami melakukan voting untuk menentukan rumusan solusi blok mana yang pantas untuk diajukan kepada UNICEF. Dan akhirnya kegiatan sidang selesai dilakukan.
Tampak sekali wajah-wajah penat, helaan napas panjang, dan panas yang baru muncul selepas suasana dingin di Manhattan. Applause dari seluruh delegasi dan Chairs adalah obat untuk penutup ini. Kalau di anggap serius, sebenarnya di akhir sesi terdapat Sesi Gosip dan TikTok Bareng dengan semua orang disana. Jadi begitulah untuk huru hara hari kedua.
Malam ini sepertinya bisa menjadi malam ternyaman sebab tak ada lagi mimpi bayangan forum diskusi itu. Karena pagi harinya kami akan melakukan agenda City Tour untuk mengenal Malaysia lebih dalam!
Batu Caves, Istana Negara, Horiston Chocolate, Twin Tower, Central Market adalah beberapa hal yang membekas. Meskipun diguyur hujan, rasa excited dari seluruh delegasi berhasil menutupi itu. Free time yang disediakan pun aku ambil alih untuk Lost in KL bersama roommate ku dengan mencoba transportasi RapidKL. Seems fun dan itu beneran adanya!
Closing ceremony menjadi hal ter-galau karena rasanya masih ingin berlama-lama dengan seluruh teman-teman disini. Setelah terputar video Aftermovie untuk penutup acara ini, rasa ingin kembali ke hari pertama cukup mendominasi. Sesi foto bareng dengan sesama delegasi dan chairs adalah hal wajib. Ada banyak hal yang terjadi dan cerita yang mungkin tak akan cukup ditulis disini.
Aku mengibaratkan pengalaman ini sebagai tangga-tanga kecil menuju masa depan yang sedang aku bangun pondasinya. Bertemu dengan berbagai macam orang yang memiliki ide-ide brilian, belajar dari hal sederhana hingga diluar nalar. Semua terangkum dalam tiga hari terbaik ini.
-Di depan laptop, tak lagi dengan tumpukan research
–Penulis sedang dilanda gamon dengan AYIMUN dan segala ceritanya
474 total views, 3 views today