Oleh: Rika Reihan
“Dua warga negara Indonesia positif terjangkit virus corona usai melakukan kontak dengan seorang warga negara Jepang yang juga terinfeksi virus corona. Banyak masyarakat Indonesia yang panik akibat wabah virus corona yang telah masuk ke Indonesia.”
Suara pembawa berita terdengar dari televisi kabel dengan berbentuk kotak besar tersebut. Ya, virus corona sekarang sudah masuk ke Indonesia. Hal itu menyebabkan kepanikan bagi warga Indonesia.
Saat itu aku masih berada di rumah nenek dan kakekku di Kediri. Dua hari di sana, aku berbalik pulang ke Surabaya dengan mengenakan masker dua lapis.
Akibat pandemi, aku terpaksa belajar dari rumah. Proses belajar mengajar secara tatap muka di sebagian besar sekolah, khususnya yang berada di daerah dengan tingkat penularan tinggi, ditiadakan untuk sementara waktu.
Sekitar 4 bulanan setelah semua keadaan wabah virus Covid-19 sedang marak-maraknya aku dan sekeluarga tidak pernah sekalipun keluar dari rumah. Di situasi seperti ini aku berusaha menghibur diriku walaupun akhirnya tidak berhasil dan akhirnya aku hanya leha-leha di rumah, rebahan, scroll tik-tok, dan sekali-kali berlari di sekitar komplek.
Kegiatan tersebut aku lakukan berulang-ulang, hal ini mengubah jadwal tidur dan bangun pagiku. Aktivitas produktif yang sering aku lakukan hanya pekerjaan rumah dari sekolah, itu pun paham-tidak paham aku harus terlihat paham.
Pertama kalinya aku keluar dari rumah adalah saat test swab di puskesmas dekat rumahku. Saat itu aku duduk mengantre. Saat alat dokter yang berbentuk stik berwarna putih ukuran panjang itu memasuki lubang hidungku, rasanya seperti saat kamu berenang dan sebagian airnya masuk kedalam hidung dan merasa perih di bagian dalam hidungmu sampai kepala pun sakit.
Hasil test pun keluar, ternyata hasilnya positif aku terkena virus Covid-19. Bagi kalian yang ingin tahu bagaimana rasanya terkena virus tersebut, akan kudeskripsikan dalam satu paragraf.
“Awalnya dimulai dengan demam, kemudian demam itu datang dan pergi, lalu aku akan mengalami sakit perut, diare, sakit sesak di dada, sakit kepala, dan kemudian sakit tenggorokan. Setiap hari ada saja gejala baru,”
Allhamdulillah setelah 4 minggu terisolasi di dalam kamar, aku sembuh dan hasil test swab keduaku hasilnya negatif. Hal yang sangat membuatku bersyukur, aku tidak diisolasi di tempat karantina pasien Covid-19. Aku tidak akan bisa menggambarkan keadaan bagaimana nantinya jika aku di karantina di sana. Tidak ada adikku, tidak ada AC, tidak ada Wi-fi, dan yang terburuk adalah tidak ada masakan rumah buatan mama.
Di kamar yang sunyi, menyesal karena ceroboh | 31 Maret 2021
- Penulis merupakan alumnus SMA Khadijah angkatan Elfascto
324 total views, 1 views today