Cerpen

Kisah Tentangnya

Oleh: Nur Azizah

Kisah tentang ungkapan rindu yang tak tersampaikan. Saat matahari mulai bersinar aku menjadi siswa baru di SMP itu. Mencari dan berkenalan dengan teman-teman yang akan menjadi partner seperjuanganku selama 3 tahun ke depan. Tak asing bagiku, mengingat hampir 60% dari teman SD ku melanjutkan studi di sekolah yang sama denganku. Hingga aku bertemu dengan seseorang yang begitu mirip dengan adik perempuanku. Aku menyapa, berkenalan, dan menyampaikan apa yang ada dalam pikiranku. Amanda, menyambutku dengan ekspresi yang begitu sumringah. Sejak itu, kerap kali ia memanggilku dengan sebutan “kak”.

Amanda, seorang periang dengan senyuman khas. Kami teman satu kelas selama 3 tahun, tipe kinestetik, lebih suka berkutat dengan sesuatu, asal bukan buku. Ia memang bukanlah anak dengan peringkat tinggi, namun Ia memiliki kreativitas tersendiri. Ia menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di sebuah SMK kepadaku kemudian disambut dukungan dari kami. Ia mungkin bukanlah seseorang yang dapat menggaet banyak gelar perlombaan, tapi ia mampu menunjukkan hal lain yang ada dalam dirinya. Masih ingat betul, persembahan sebuah drama dalam rangka menyambut hari nasional. Ia memerankan sosok tokoh sukses yang mengundang gelak tawa para penonton. Ada banyak cerita yang kami rajut di SMP dan takkan kulupa sepanjang waktu.

Tiga tahun berlalu, kami lulus 100%. Liburan panjang membuat kami tak pernah bertemu lagi titik masing-masing dari kami telah memiliki jalan dengan arah yang berbeda. Beberapa hari sebelum Aku menuju pondok, tak sengaja aku bertemu dengan mereka, termasuk dirinya, Amanda. Lagi-lagi dengan senyum yang khas. Sejak saat itu, aku tak pernah bertemu dengan teman-temanku karena perbedaan kota. Namun, kami tetap berinteraksi melalui sosial media.

Para santri mengemas barangnya untuk liburan. Mereka menunggu jemputan masing-masing di tenda yang telah disediakan. Sementara pukul 2 siang aku masih berada di asrama, menunggu kabar dari orang tua bersama temanku yang senasib. Sambil menunggu, ia menyenandungkan sebuah lagu. Mengingatkanku pada sosok teman SMP yang pernah mempersembahkan sebuah dance dengab lagu yang sama. Ya, Amanda. Saat itupun, aku bercerita tentangnya.

Aku membuka kotak pesan di salah satu sosial media milikku. Saat itu, terdapat sembilan pesan yang tertumpuk. Kebanyakan dari teman SMP ku mengirim pesan dengan informasi yang sama. Kabar duka mengenai Amanda yang sudah tak lagi bernyawa. Mereka bilang bahwa dirinya mengalami kecelakaan motor tunggal, berkesempatan dilarikan ke sebuah rumah sakit dengan kondisi kritis. Tuhan tetap pada kehendak-Nya. Ia tak bisa selamat dari maut, dinyatakan meninggal tepat pada hari perpulanganku, Minggu.

Kematian Amanda menunjukkan kepadaku apa arti perpisahan yang sebenarnya. Menunjukkan bahwa maut tak selalu soal “tua”. Menunjukkan bahwa kesempatan tak selamanya datang untuk kesekian kalinya. Kini, Amanda berada di tempat terakhirnya. Raganya memang sudah tak berdaya, namun kenangan tentangnya masih terus hidup di ingatan kami. Ini sebuah kisah, tentang ungkapan rindu yang tak akan lagi bisa tersampaikan.

Penulis merupakan salah satu siswi di SMA Khadijah Surabaya 

sc: muslimah.or.id

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *