Opini

MASUK-MASUK LANGSUNG FULL DAY, MENTAL AMAN KAH?

Oleh: Mutia Bahalwan

Mimpi buruk pasukan Covid berbuah kenyataan ketika grup kelas ramai bersorak pilu tentang waktu pelajaran yang kembali normal alias full day. Kalau boleh diberi panggung, aku lantang mengucapkan syukur yang tiada tara. Bukan cuma aku. Mungkin satu angkatan Verenigen akan menjerit hal yang sama ketika pengumuman berita ini dibocorkan oleh wali kelas 3 hari sebelum acara wisuda berlangsung tepatnya di tanggal 15 Juni 2022.

Perspektif aku pribadi menganggap ini sebagai tak-tik penyerangan mental yang sangat gurih. Loh, kok gitu? Bayangin. 2 tahun sudah kita dihipnotis dengan berbagai kemudahan dalam balajar, mulai dari pembelajaran online sampai yang paling menggirangkan, pemotongan durasi belajar oleh pihak sekolah. Dan tiba-tiba, di bawah langit Surabaya yang luar biasa panas, hal-hal indah itu berakhir musnah. Kita seperti dijemput oleh spanduk besar bertuliskan “Selamat Datang di Dunia Nyata yang Benar-Benar Nyata”. Plukk. Mungkin banyak yang ingin bernego dengan Covid supaya dia bisa dibangkitakan dari mati surinya. Wkwk

Sejatinya, aku kepikiran membuat tulisan ini berdasarkan video tiktok yang muncul di fyp-ku beberapa hari terakhir. Wajah lesu siswa baru dibarengi dengan shock ala-ala melambangkan diri mereka yang belum terbiasa menjalani hari-hari yang cukup berat karena sekolah full day. Belum lagi kegiatan tambahan lainnya seperti les, dll yang selalu menjadi bayang-bayang mereka. Pasti lelahnya luar biasa.

Tapi, dibalik rangkaian sambat di atas, aku pribadi merasa siswa baru tahun ini jauh lebih beruntung dibandingkan tahun-tahun kemarin. Pelaksanaan MPLS secara offline adalah progres terindah. Ingat! Kita adalah generasi muda anti virtual-virtual club. Maka dari itu, menjaring teman untuk menunjang keberlangsungan hidup yang indah di SMA, jauh lebih nikmat ketika kita bertemu secara langsung. Dan serunya MPLS sekaligus pemelajaran untuk kelas lainnya, akan lebih bermakna dibandingkan hanya menyalakan zoom dan tertidur pulas diiringi lantunan syahdu suara guru yang sedang mengajar.

Sebenarnya, sekolah full day tidak semengerikan itu. Asiknya banyak, hanya saja penatnya juga tak terkira. Jujur, aku merasa kalian beruntung apalagi kelas 10 yang bisa menyicipi 3 tahun nantinya sekolah di SMA secara normal. Bayangin ketika angkatan Verenigen tua nanti, terus ada satu spesies yang bertanya, “Masa SMA-nya gimana?” Dan kami jawab, “Sekolahnya hanya 1 semester setengah, selepasnya kami semua tertidur dan bangun-bangun sudah wisuda. Mana wisudanya dihadiri bu Khofifah lagi. Kenikmatan dunia mana yang kau dustakan?”

T-tapi, ya begitulah. Pada akhirnya, kehidupan SMA kami dengan kalian tertampung dalam atmosfer yang berbeda. Mungkin versi kami adalah berpura-pura menikmati pembelajaran online, sedangkan kalian berselancar manja di dalam lingkungan sekolah dengan manusia-manusia yang nyata dan tidak perlu berimajinasi wajah temanku seperti apa, ya?

Intinya, kalian yang masih bisa dan sanggup untuk bahagia, berbahagialah di masa SMA. Racik hal-hal indah. Jikalau penat, tarik napas sebentar. Terus belajar dan berjalan. Hidup memang terus berputar. Tapi, masa SMA tidak akan berputar 2 kali. So, nikmatilah masa-masa SMA kalian untuk sesepuh SMA Khadijah yang tidak sempat menikmati kebersamaan secara leluasa. Vamos!

~ Di balik lantunan suara Mama di Spotify
Sby, 17 Juli 2022

*Penulis adalah seorang mantan wisudawan era putih abu-abu yang tidak sempat merasakan sekolah fullday pasca korona

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *