Oleh: Tajfikhar Thariqulhaq Wirahadi
Pemikiran adalah sebuah proses yang sangat krusial bagi tercipta dan terlaksananya tahapan kemerdekaan. Pikiran adalah buah dari pemikiran yang berlandaskan pada premis-premis baik yang logis maupun yang tidak logis. Kualitas pikiran manusia bersesuaian dengan kualitas dari dasar pemikiran atau yang disebut sebagai premis.
Kehilangan kedaulatan atas pikiran kita berarti kehilangan martabat kita, demokrasi, dan bahkan diri kita sendiri. Kedaulatan tersebut disebut otonomi mental. Ini adalah “kemampuan spesifik untuk mengendalikan fungsi mental diri sendiri,” yang meliputi perhatian, memori, perencanaan, pemikiran rasional dan pengambilan keputusan (Metzinger, 2013, sebagaimana dikutip dalam McCarthy-Jones, 2019).
Masyarakat di Indonesia hingga sekarang masih belum sepenuhnya memiliki pemikiran yang merdeka atau berdaulat, hal tersebut terlihat pada waktu proses pemilihan baik di tingkat desa hingga nasional.
Terdapat sebagian pemilih yang pemikirannya masih didikte oleh orang yang dianggap berpengaruh, sehingga perkataan orang yang berpengaruh tersebut langsung dianggap benar. Selain itu terdapat pula pada penerapan politik uang (money politics) yang masih dianggap wajar hingga kualitas, integritas, dan kompetensi para calon pejabat diabaikan.
Hal-hal negatif yang dampaknya akan didapatkan dan dirasakan pada masa depan inilah yang dapat merugikan masyarakat di generasi mendatang. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia saat inilah yang dapat menentukan ke arah mana yang akan bangsa Indonesia tuju.
Masyarakat Indonesia sepatutnya dapat memaksimalkan segala potensi sumber dayanya mulai dari sektor alam yang sangat kaya hingga pada sektor tenaga manusia yang akan mengalami puncak dari bonus demografi pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Jumlah penduduk Indonesia saat ini pada usia produktif antara 15-64 tahun lebih banyak dari usia tidak produktif anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas (Sutikno, 2020).
Dalam konteks pemikiran yang merdeka, masyarakat yang sadar akan pentingnya segala potensi yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia akan selalu berpikir untuk mencari berbagai metodologi yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan sebagai sarana dalam memajukan Indonesia dalam berbagai bidang, ruang untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat lalu bertukar pikiran tentulah akan sangat membantu dalam membuka pikiran masyarakat. Lembaga pendidikan yang paling dasar dari taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA hingga lembaga pendidikan tinggi seperti universitas, institut, dan politeknik sangat perlu mengembangkan metode berpikir kritis bagi siswa-mahasiswanya.
Masyarakat yang memiliki pemikiran kritis dengan sendirinya akan membuka ruang-ruang untuk berdiskusi sehingga perkembangan lembaga pendidikan yang menjadi tonggak kemajuan negara akan berkembang dengan baik karena beragam ide-ide yang akan dihasilkan dari ruang diskusi sehingga penelitian ilmiah akan terus berkembang di Indonesia.
Hal yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan membuka seluas-luasnya wawasan terhadap hal-hal yang bersifat umum atau mendasar hingga spesifik yang sangat penting bagi proses berpikir, selain itu akses pendidikan harus terbuka seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia yang didasarkan pada sila ke-5, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tugas-tugas tersebut dapat terpenuhi apabila masyarakat yang telah terdidik seperti para akademisi maupun pejabat pemerintah memiliki integritas dalam menjalankan amanahnya untuk mencerdaskan bangsa.
–Penulis adalah seorang siswa Sekolah Menengah Atas Khadijah yang kelasnya berada di XI-4.
pict source
213 total views, 3 views today