Turcham.com – Banyak sekali ilmu yang belum sempat kita dapatkan ketika kita tidak mencoba untuk melihat ke dunia luar. Bahasa, budaya, agama, lingkungan, bahkan ilmu akademis yang belum pernah kita pelajari di sekolah dan lingkungan kita, sangat sayang apabila tidak kita lirik atau berusaha untuk memahami, meskipun sedikit. Salah satu peluang kita untuk mengenali perbedaan di tempat lain di dunia, adalah dengan mengikuti beberapa program belajar ke kota, hingga ke negara lain seperti program Pertukaran Pelajar.
Perkenalkan Nabila Ahda Gina Rahmatiyah, seorang alumni SMA Khadijah yang berhasil mengikuti Program Pertukaran Pelajar AFS ke Norwegia pada tahun 2019 lalu. Perempuan yang kerap dipanggil Ahda semasa SMA-nya ini, merupakan seorang siswa kelas XI ketika mendaftar di program ini, setelah mengenali bahwa program tersebut pernah diikuti oleh kakak kelasnya.
Norwegia merupakan negara dalam prioritas pertamanya di program AFS tersebut. Beruntungnya, Ahda akhirnya diterima pada salah satu negara yang masuk dalam bucket list-nya sejak lama ini. Pendaftaran dan persiapan Ahda memang tidak mudah, namun dukungan lingkungan sekolah dan keluarganya menjadi support utama Ahda untuk bersungguh-sungguh mengikuti program ini. Sebelumnya, keluarga Ahda tinggal di Madura dan ia merantau ke Surabaya sendirian sehingga membutuhkan persiapan yang ekstra karena dokumen-dokumen yang diperlukan berada di kampung halamannya itu. Bimbingan dari Bu Medina dan Bu Putri juga sangat membantu Ahda, tidak hanya dalam penyusunan surat rekomendasi, esai, surat motivasi, dan berkas lain, namun juga dalam menuntun Ahda untuk memperhatikan timeline pendaftarannya. Seringkali Ahda pun rela izin dari kelas untuk melakukan persiapan yang tidak sedikit itu.
Setelah dinyatakan lolos seleksi dan akan segera berangkat ke negara tujuannya ini, perjalanannya baru saja dimulai. Namun sebelum berangkat, ada sedikit kendala ketika ia mengurus visa sehingga membutuhkan bantuan dari keluarganya di Jakarta dan prosesnya yang lebih rumit dari biasanya. Program Ahda di Norwegia ini juga bertepatan dengan ketika kasus Covid-19 mulai muncul di Indonesia dan Norwegia, sehingga yang awalnya Ahda akan berada di sana selama sepuluh bulan, terpaksa dipulangkan ke Indonesia pada bulan ke-6 berjalannya program.
Ahda mengungkapkan bahwa kegiatannya di Norwegia tidaklah begitu padat, dikarenakan perlunya ia berpindah-pindah host family (keluarga angkat) hingga tiga kali, sehingga ia tidak dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang bermacam-macam di sekolah. Salah satu hal yang disadari Ahda adalah bagaimana orang-orang di Norwegia sangat pekerja keras, atau mengakui bahwa mencari uang bukanlah hal yang mudah. Hingga Ahda bercerita bahwa pada pagi hari, tidak dilakukan sarapan bersama dengan keluarga.
Perbedaan yang sangat signifikan antara Indonesia dan Norwegia yang dirasakan Ahda sangatlah berbeda, mulai dari status negaranya (maju atau berkembang) budaya, bahasa, hingga agama. Jika di Indonesia Ahda merupakan seorang mayoritas sebagai muslim, di Norwegia ia adalah seorang minoritas dan hal ini merupakan pengalaman yang begitu baru untuk Ahda. Ia menjelaskan bahwa dengan berada di kondisi seperti itu, ia dapat lebih kritis dalam memberikan pandangan mengenai suatu hal karena telah merasakan perlunya melihat hal tersebut melalui kacamata lain. Perbedaan kultur juga terlihat berbeda, dari bagaimana cara bicara dan kedisiplinan penduduknya. Ketika di Norwegia, cara bicaranya adalah to the point atau tanpa basa-basi, di Indonesia hal tersebut dianggap kurang ramah, sehingga Ahda mengungkapkan bahwa ia perlu kembali menyesuaikan kebiasaannya ketika kembali ke Indonesia. (qis)