Opini

Positif atau Negatif adalah Persepsi

Oleh: Zhafira Hanina – XII IPA 3

Menanggapi tulisan Azrul Ananda, yang berjudul BTS + Squid Game = Korea Dikte Dunia (https://www.happywednesday.id/r/222/bts-squid-game-korea-dikte-dunia)

Di sini saya berbicara sebagai salah satu penggemar dari BTS, jadi mungkin beberapa kalimat yang saya sampaikan akan sedikit bias.

Karena pandemi, masyarakat terpaksa berdiam di rumah, memunculkan banyak perubahan di kehidupan kita. Contohnya adalah kemajuan teknologi dan perubahan budaya yang ditarik paksa oleh keadaan. Selama kita di rumah, dunia sudah banyak berubah, kita berdiam, namun dunia terus berjalan.

“Pandemi membuka pergeseran kekuatan secara global.”

Di awal artikel ini, terselip kata pandemi yang dihubungkan dengan adanya perubahan kesuksesan dari boyband grup korea, mengantarkan mereka hingga ke panggung PBB. Tapi sebenarnya, perjalanan mereka dimulai jauh sebelum itu. Pandemi tak menjadi satu-satunya faktor.

Jauh sebelum pandemi, tahun 2017 adalah pertama kalinya saya terjun ke dunia per kpop-an, (dulunya sering dengar lagu gangnam style, tapi saya tak tahu itu adalah lagu korea.) Saat itu saya adalah pribadi yang kekanak-kanakan dan berpikiran sempit. Bahkan sebelum mengakui menjadi penggemar, saya sempat berkomentar buruk terhadap mereka.

Di lingkungan saya, tak banyak orang yang mengenal korea, sama seperti saya sebelumnya. Bahkan orang tua dan teman-teman saya menentang hal saya sukai ini. Karena prasangka dan stigma tentang grup band korea yang terhampar di masyarakat. Disebut banci, pemuja iblis, sekte baru, aliran sesat dan masih banyak yang lainnya. Satu hal yang saya lakukan dulu adalah melawan omongan mereka. Makian dibalas makian, hujatan dibalas hujatan lain.

Seiring dengan bertambahnya umur, mungkin karena saya semakin tua, saya semakin lelah meladeni komentar-komentar pedas yang diajukan. Akhirnya saya mencari tempat nyaman saya sendiri.

Dan disinilah pikiran saya menjadi terbuka.

Mengutip dari artikelnya, “Positif atau negatif adalah persepsi.”. Bagaimana kita melihat sesuatu sangat mempengaruhi tindakan kita di kehidupan nyata. Saya setuju dengan kalimat ini, dimana memang agak lucu, sesuatu yang seharusnya positif, bisa berubah haluan menjadi negatif.

Selama ini, jika orang menonton sebuah film, maka yang akan dilihat hanyalah filmnya, apakah dapat 5 bintang, atau apakah pantas diberi komen boncabe. Dan jika jelek, maka yang muncul ke dasar hanyalah kebusukannya, orang semakin tertarik mencari dimana kejelekan itu berada. Seakan berlomba-lomba siapa yang paling jelek.

Dimana nilai-nilai yang bisa diambil menjadi hilang karena mereka dibutakan oleh kebencian.

“Selama di New York, BTS membuat video lagu Permission To Dance di dalam dan sekitar gedung PBB. Mereka juga ikut berpidato, bertujuan meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim, pandemi dan pentingnya vaksinasi, serta pembangunan berkelanjutan (sustainable development).”

BTS sendiri berbicara di United Nations atau PBB, adalah sebagai perwakilan dari generasi muda dan juga ikut menyuarakan isu penting sekarang terjadi. Dan menurut saya. Jika diusut, lagu Permission To Dance adalah ironi dimana mereka tak bisa mengadakan konser ataupun pertunjukkan lainnya karena adanya pandemi.

Sebelum maju ke panggung UN, sebenarnya BTS sudah marak menyuarakan isu-isu sosial, dan menuangkannya ke dalam lagu mereka. Seperti lagu debut mereka ‘No More Dream’, yang bercerita tentang anak muda yang berjuang untuk mimpi mereka, bukan menghidupi mimpi orang tuanya.

Di album keduanya, dengan lagu berjudul ‘NO’ yang bersuara bagaimana anak (remaja) adalah mesin belajar demi membuat orang (dewasa) tua mereka puas. Dan masih banyak lagu lain lagi, karena sampai saat ini pun mereka masih aktif menjadi seniman, dan terus mengangkat isu sosial lainnya.

Bangtan Boys atau BTS, debut tahun 2013, tumbuh dan lari menghadapi cacian. Namun, kerja keras mereka diakui baru-baru ini. Karena kuatnya dukungan dari penggemar, yang mau tak mau mendorong industri dan mengambil lampu sorotan, membuat sebagian dunia memaksakan diri, untuk ikut bergabung karena tak ingin kehilangan sumber uang.

Terkubur di bawah daun komentar kebencian, tersimpan nilai yang berharga yang bisa dilihat oleh mata yang tak buta. Saya selalu terngiang kata dari salah satu membernya, “Kamu akan suka musik kami, jika kamu mendengarnya tanpa prasangka”. Jika begitu sulitnya melawan topeng yang dibuat masyarakat, maka lebih baik menjadi artis tanpa muka.

Untuk menambahkan, dunia barat yang sudah lama ‘memonopoli’ dunia sangat sulit untuk menerima bahwa ada pemain lain yang lebih baik dari mereka. Banyak manipulasi dan kecurangan yang dilakukan demi menyembunyikan kesuksesan 7 orang ini.

Jika dilihat dari perspektif lain, itu adalah gambaran kehidupan sehari-hari kita, hampir di setiap kalangan, dimana yang lebih tinggi lah yang berkuasa. Yang lebih nyaring, maka itu lah yang benar.

Sama halnya yang terjadi di Squid Game, (yang sebenarnya masih berada di watchlist saya, tapi ketenarannya bahkan menembus dimensi, hingga yang tak nonton pun tahu), membaca dari ocehan warga twitter, demi imbalan tumpukan uang, orang akan mempertaruhkan nyawa mereka. Yang katanya, Squid Game diciptakan untuk menghibur orang yang kantongnya terlalu berat, alias orang kaya.

“Dulu. Duluuuuuuu. Kalau ingin menyampaikan pesan damai ke dunia, harus lewat Michael Jackson. Harus lewat Elton John. Butuh mulut bintang terbesar Barat untuk menyampaikan pesan-pesan kesadaran tingkat dunia. Bahkan perlu banyak sekali dari mereka digabungkan untuk Heal The World.”

Memang manusia itu unik. Tugas penyanyi bukan hanya bernyanyi, tapi pesan yang disampaikan juga sangatlah penting. Keputusan yang diambil pemerintah korea, untuk menjadikan BTS sebagai salah satu juru bicara sudah tepat, karena itu juga sejalan dengan pesan yang selama ini dikarungi oleh BTS. Mereka juga memiliki dukungan yang sangat besar.

“Sekarang, cukup tujuh anggota BTS.”

Yang menyampaikan mungkin cukup, namun untuk membuat suatu perubahan, dibutuhkan lebih banyak tangan untuk ikut berkontribusi.

Saya sangat salut kepada Presiden Moon, karena mengetahui dan mengakui kekuatan dari BTS, dan mengambil kesempatan untuk menyampaikan pesan penting melalui mereka, terlebih untuk generasi muda yang mendominasi penggemar dari BTS ini. Yang sebenarnya agak sedih, karena artinya, warga dunia bahkan rakyatnya sendiri, lebih mendengar suara dari 7 anak muda, daripada pemimpin mereka sendiri.

Tapi di satu sisi, menurut saya, dunia memang harus berubah. Kekuasaan bukan hanya berada di tangan pejabat tinggi negara. Saya menjadi melihat sedikit harapan, bahwa kita, generasi muda, juga punya kesempatan untuk merubah dunia.

Sebelum BTS, mungkin banyak tokoh-tokoh lain, atau jika ada pihak yang punya opini sendiri tentang Korea. Tak penting siapa aktornya, yang penting adalah pola pikirnya. Jika saja, warga negara kita bisa berpikir ke arah kemajuan, membangun kesejahteraan. Mungkin kehidupan di Indonesia akan menjadi lebih mudah.

Bukan malah menjadi anjing yang hanya mengikuti tarikan tali majikan, atau anjing yang menggonggong melihat hal yang asing bagi mereka.

Bukan hanya korea yang punya budaya, Indonesia juga kaya. Dengan meroketnya BTS dan Squid game, membuktikan bahwa tradisi dan budaya juga dapat menjadi kekuatan yang besar dan berpengaruh. Saya harap, Indonesia terinspirasi dengan pola pikirnya kemudian bergerak membuat kemajuan, bukan malah membuat jiplakan.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *