Oleh: PSA, Penulis Sok Asik
Derap langkah dari luar kelas mulai terdengar menyeramkan, perasaan tak enak serta suara hati yang saling sahut menyahut pun menghiasi pikiran. Benar saja, ketika suara langkah ini berhenti dan wujudnya nampak, raut wajah penghuni kelas mulai khawatir tak karuan. Pagi penuh kejutan. Beberapa orang memerintahkan kami untuk berdiri, detik berikutnya mereka mulai menggeledah barang-barang yang kami bawa di tas. Tangan mereka sibuk menjamah satu persatu kantungnya, sedang mata mereka menelusuri setiap inci dari isinya.
Mohon dicermati, Kawan. Yang namanya sekolah pasti ada aturan. Penulis bukan seorang rebel yang menuntut kebebasan, pun tak menangkis fakta bahwa baiknya manusia hidup dalam ketertiban. Peraturan tetap peraturan. Walau dahi ini mengernyit tatkala melihat parfum serta deodoran masuk kantung sitaan—ya sudah, biarlah, mungkin memang regulasi yang dibuat ini hobi mengurusi bau badan.
Tenang, judul artikel ini bukan clickbait berisi hate speech terhadap tata tertib yang ada. Mohon diingat, Kawan. Peraturan tetap peraturan. Peraturan ada untuk dijalani, barangsiapa yang melanggar maka akan dapat kerugian. Manusia di muka bumi mana yang mau merugi?
Larangan membawa kosmetik ke sekolah memang ada sejak dahulu, namun, cukup cermatkah warga sekolah dalam memilah dan memilih mana yang termasuk kosmetik dan mana yang bukan?
Perkenalkan, benda yang menjadi hidangan utama pada opini kali ini akrab disapa sunscreen atau sunblock, kalau menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, namanya berubah jadi tabir surya. Lantas, pantaskah tabir surya disebut kosmetik?
Kosmetik menurut KBBI yaitu adalah produk yang digunakan untuk membuat tubuh manusia terlihat berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kosmetik adalah obat (bahan) untuk mempercantik wajah, kulit, rambut dan sebagainya (seperti bedak, pemerah bibir).
Dari awal, saya tahu bahwa benda kecil yang fungsinya memproteksi kulit dari pancaran sinar matahari itu akan tersita, sebab seringkali disalah artikan sebagai produk kecantikan. Orang awam seringkali menganggap kalau tujuan pengaplikasian tabir surya ini agar kulit tidak menghitam. Padahal, tabir surya diciptakan dengan berbagai manfaaat, lho!
Dilansir dari alodokter.com, tabir surya melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar UVA atau UVB, juga dapat mencegah berbagai gangguan pada kulit akibat paparan sinar matahari berlebih. Gangguan terburuk yang dimaksud di sini adalah meningkatnya risiko kanker kulit. Sinar ultraviolet dapat merusak lapisan kulit hingga memicu pertumbuhan sel kanker.
“Ah, orang dulu sehat-sehat aja tuh gak pakai sunscreen.”
Ya, yang disebutkan di situ kan kemungkinan terburuknya. Apakah Anda bisa menjamin bahwa ‘Orang sehat’ ini punya kulit yang sehat juga? Hiperpigmentasi, penuaan dini, fleg hitam, dan lain-lain bisa saja terjadi. Sebagai manusia, bukankah suatu keharusan menyanyangi tubuhnya sendiri dengan memperhatikan segala aspek yang ada di tubuh, termasuk kulit?
Pembaca, penulis percaya bahwa sebagian besar siswa memakai tabir surya untuk dirinya sendiri, untuk kesehatan kulitnya, bukan untuk sekadar cari perhatian atau tebar pesona. Ayolah, remaja pasti punya 1001 pesona yang dapat ditonjolkan ketika sedang cari perhatian, memakai sunscreen tak lantas merubah wajahmu secara drastis—bahkan cenderung tak berubah.
Lantas mengapa ketika siswa cukup teredukasi untuk merawat kulitnya, pihak sekolah melarang dengan landasan stereotip lawas yang dipelihara secara turun temurun, bahwa segala sesuatu yang dioleskan ke wajah tujuannya untuk memperelok diri? Di satu sisi, pentingnya memakai tabir surya sudah terbukti, based on data, dapat dipertanggung jawabkan, alasan yang dicantumkan sangat saintifik, (tentu saja, jika mau berliterasi, hehe).
-Penulis merupakan sama sekali tidak berniat menjadi
3,168 total views, 3 views today