Opini

HATIKU TIDAK KACAU, SEBAB YANG MELETUS BUKAN BALON HIJAU

Oleh: Aqila Salma Mufida

Aku tidak ingat, kapan dan bagaimana motivasi belajar tertanam kuat di benakku. Aku juga tidak ingat, mengapa jiwa dan ragaku penuh dengan angan untuk selalu menuntut ilmu. Semuanya terjadi begitu saja, tanpa aba-aba.

Mendapat peringkat 1 paralel di kelas X, tentu bukan bagian dari target. Masuk lima besar jajaran peringkat teratas di kelas sudah merupakan pencapaian besar, apalagi menduduki peringkat 1 paralel, sangar.

Aku tidak berbohong bahwa adanya pandemi membuat cara kerja otakku sedikit lamban dibandingkan sebelumnya, seperti mencerna informasi, menyerap materi, hingga mengerjakan tugas sehari-hari, rasanya lebih menguras akal sehat. Oleh karena itu, aku tidak meletakkan banyak harapan ketika pengumuman peringkat.

Godaan terbesar dapat dijumpai di bangku kelas XI. Aku sempat sedikit goyah, mungkin karena lelah? Intinya, aku tidak terlalu fokus mengikuti pembelajaran di sekolah. Ketika pembagian rapot sisipan, Allah menegurku melalui turunnya rata-rata nilaiku dibandingkan di kelas X. Aku benar-benar kecewa, pikiranku melalang buana hingga ke pembagian rapor semester tiga.

Aku sibuk memikirkan bagaimana kondisi peringkatku nanti, apakah aku gagal mempertahankannya? Apakah aku gagal menjaganya? Atau justru aku masih berhasil mengamankannya? Apapun itu, aku selalu berharap opsi ketiga yang akan menjadi realita.

Alhamdulillah, aku masih berhasil mengamankan peringkat 1 paralel tersebut.

Siapa yang tidak khawatir ketika menginjak jenjang XII? Semua manusia pasti merasakannya, termasuk aku. Selain khawatir akan peringkat, aku juga khawatir akan ujian-ujian yang akan datang. Ah, memikirkannya saja sudah mampu membuat tubuhku letih.

Akhir Januari, Bu Luluk mengumumkan peringkat eligible, Alhamdulillah aku menempati posisi pertama. Memilih prodi Akuntansi di Univesitas Airlangga merupakan keputusan yang sudah aku pikirkan matang-matang. Sebenarnya, ayahku lebih mengarahkan ke prodi manajemen, tetapi aku lebih tertarik menghitung dibandingkan memahami teori. Setelah melalui lika-liku pendaftaran SNBP, aku tetap menjaga fokus untuk mempersiapkan SNBT.

Selain itu, aku juga mengamalkan jurus langit, seperti sholat dhuha, sholat tahajjud, bersedekah, puasa sunnah, juga membaca surat Ar-Rahman dan Al-Waqiah di pagi hari.

Selasa, 26 Maret 2024 adalah hari pengumuman SNBP. Jantungku berdetak lebih kencang dibandingkan biasanya, lantunan dzikir tak pernah berhenti keluar dari mulutku sembari menyaksikan countdown pengumuman SNBP akan dibuka.

Tepat pukul 15.00 WIB, aku segera memasukkan nomor registrasi dan tanggal lahir. Dor! Bagaikan meletusnya balon hijau, namun hatiku tidak kacau. Sebab, justru balon biru dan ucapan ‘Selamat Anda Diterima Jalur SNBP 2024’ yang terpampang di depan mataku.

Rasa syukur benar-benar aku ucapkan kepada Allah, terima kasih banyak karena selalu memberikan kesempatan dan kemudahan dalam setiap langkahku, ya Rabb.

Aku sadar, teman-temanku yang dulunya abai terhadap pelajaran, sekarang justru terlihat menjanjikan. Semuanya berlari, walaupun dengan tempo yang berbeda. Menurutku, tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar, juga tidak pernah ada kata puas untuk berhenti mengejar. Kelak, di masa yang akan datang, semoga aku dan teman-teman yang lain berhasil mewujudkan angan yang tak kunjung padam. Selamat berjuang!

Sidoarjo, 07/04/2024

| Mengamati derai hujan

*Penulis novel Keluh, Kesah, Kasih yang juga penerima SNBP 2024 di Prodi Akuntansi Unair

987 total views, 3 views today

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *