Oleh: Penyair Amatir
Turcham.com – Ada semacam lubang yang berada dalam tubuh saya. Tepat di dalam dada saya sebelah kiri. Semua yang saya ceritakan menjadi bahan olokan. Mereka menyebut saya sudah tak waras. Ada yang bilang kebanyakan nonton film horor. Ada juga yang acuh saja. Seakan-akan omongan saya hanya bunyi-bunyi yang tidak jelas juntrungannya.
“Saya merasakan lubang itu di sini. Memang tak pernah saya merasakan ngilu dan sejenisnya. Tetapi amat sangat membuat hidup saya tidak sama lagi dengan sebelumnya.”
Lelaki itu manggut-manggut mendengar penjelasan saya. Ia tidak bertanya mengapa dan bagaimana. Juga tidak memberikan komentar. Sehingga saya memilih diam saja.
Matanya menatap lubang yang saya tunjukkan. Tentu saja secara kasat mata, tak dapat ditemukan lubang itu. Lelaki di hadapan saya itu bernama Rahwana. Konon, lelaki di hadapan saya ini pernah berurusan dengan orang yang memiliki gangguan seperti saya. Tentu bukan hanya Rahwana, sebelumnya setiap ada informasi orang sakti, saya datangi. Tapi hingga berbulan-bulan, hasilnya tak nampak. Bahkan lubang itu seakan-akan semakin besar dan menganga.
“Anak muda. Pulanglah.”
Saya terkejut mendengarnya. Di tempat lain yang tidak mujarab, mereka setidaknya menanyakan ini itu sebelum memberikan vonis. Memberikan obat. Tetapi Rahwana hanya menatap dada saya. Tak berbicara. Matanya juga tak bisa saya tebak maksudnya. Sorot matanya datar. Tak jelas itu sebuah selidik atau tidaknya.
Saya berusaha untuk memahami apa yang dia perintahkan. Namun, dia segera beranjak dan meninggalkan saya di ruang tamu. Setelah memastikan dia tidak keluar, saya dengan kesal meninggalkan rumah itu. Saya berjalan sekitar 300 meter untuk tiba di jalan besar. Dari sana saya naik bus menuju daerah Z. Sepanjang jalan, kepala saya tak henti-hentinya memahami apa yang dilakukan lelaki bernama Rahwana. Malam turun dengan lebat. Sejam kemudian, saya turun dari bus. Kemudian berjalan ke arah selatan menuju motor saya yang saya parkir di dekat pasar.
Lubang itu semakin membuat saya risih. Sialnya, lubang itu semakin membesar saja. Ketika saya raba lubang itu, lubang itu benar-benar muncul secara fisik. Beberapa orang yang memandang saya segera berteriak. Orang-orang itu segera membanjir. Saya terjebak di tengahnya.
“Bakar saja. Dia iblis!”
Sebuah suara menggema dari arah kerumunan. Tak lama bola-bola api menyasar tubuh saya. Mereka melempari saya dengan api. Gila. Sialnya, api-api itu semakin membuat tubuh saya menjadi lebih segar, alih-alih terbakar.
“Anak muda, pulanglah”
Suara itu menampar-nampar telinga saya.
24/5/22
Menyembunyikan senja
*Penulis merupakan orang biasa yang kebetulan suka membaca buku.
1,554 total views, 3 views today