Oleh: Penyair Amatir
PSAT ini tentu bukan nama perguruan silat. Tapi sebutan penilaian (dulunya: ujian) di kurikulum merdeka. Lengkapnya: Penilaian Sumatif Akhir Tahun. Tentu Refty (yang telah lulus 6 Mei) tidak mengenalnya. Sebagai angkatan terakhir yang menggunakan K-13, penilaian serupa bernama PAT (Penilaian Akhir Tahun).
Namun spiritnya (PSAT/PAT) saya pikir sama. Kejujuran harus dijadikan sebagai panglima. Itu seperti NKRI, harga mati. Harus nol toleransi bagi pelaku yang curang. Oleh karenanya, saya gembira ketika tahun lalu nama saya disebut sebagai salah satu pengawas “ujian” yang tidak disukai.
Kenapa harus kejujuran menjadi yang “utama” dalam pelaksanaan PSAT? Berikut catatan singkatnya.
Siapa yang tidak ingin mendapat nilai maksimal saat “ujian” (saya gunakan kata ini dengan maksud lebih renyah dibanding “penilaian”)? Bahkan siswa yang tidak belajar sekalipun pasti punya mimpi itu. Karena tentu akan membawa banyak hal positif, satu diantaranya yakni orang tua (investor utama) akan semringah melihat nilai ujian sempurna buah hatinya.
Tentu nilai maksimal (di rapor) tidak didapat dari PSAT saja. Dalam kurun waktu setahun siswa berproses dalam pembelajaran. Tugas harian, tugas kelompok, keaktifan dalam diskusi, penilaian tengah semester, dan seterusnya. Semua diakumulasikan. Sehingga muncul nilai yang nanti akan menjadi bahan orang tua tersenyum atau sebaliknya.
Namun lazimnya ujian, tetaplah ujian. Selalu ada jalan untuk tampil gemilang dengan beragam cara.
Cara elegan tentu dengan belajar konsisten setiap hari. Meski ada juga yang “belajar” kebut semalam (kebanyakan merasa waktu 24 jam/hari tidak cukup). Juga ada pula yang mengandalkan peruntungan dengan tidak menyiapkan apapun (juga tidak kepo dengan jawaban temannya atau berniat curang).
Nah, ada pula segelintir yang memilih jalan pintas dengan berbuat curang. Misalnya: membuka gawai saat ujian berlangsung untuk mendapatkan jawaban, membawa catatan materi ke dalam ruang ujian dnegan maksud menggunakannya bila memang ada soal serupa. Yang bisa jadi memang karena sudah diniati atau karena kesempatan yang terbuka (pengawas tidak awas).
Jujur: Dari Kelas Menuju Masyarakat
PSAT merupakan ruang untuk mempertanggungjawabkan keilmuan siswa yang nanti dikonversi ke dalam nilai (hasil menjawab soal-soal yang diajukan guru). Tentu mengerjakan ujian dengan JUJUR adalah keharusan (tidak ada celah untuk pembenaran atas perbuatan TIDAK JUJUR). Ini akan membetuk karakter siswa yang bernilai positif (jujur merupakan karakter terpuji). Inilah adab yang harus dijunjung sebagai bekal siswa dalam kehidupan bermasyarakat. Yang bisa dimulai internalisasinya dari kelas (PSAT).
Sehingga mentalitas JUJUR ini kelak akan menjadi obat bagi budaya KORUP (tidak jujur) yang kiwari ini merusak tatanan bernegara (misalnya saja). Tentu semua harus dimulai dari langkah kecil dulu untuk membentuk “skena” yang lebih besar.
Selain itu, ilmu yang berkah diperjuangkan dengan cara beradab. Salah satu yang utama, senantiasa penuh kejujuran dalam menempuhnya. Keberkahan ini akan membawa ilmu yang didapat menjadi bermanfaat, baik bagi pribadi maupun masyarakat.
Pada akhirnya, mari bersama rayakan pertemuan dengan PSAT ini menjadi ruang untuk adu mekanik secara fair. Mari bangun semangat kompetisi yang elegan dengan mengedepankan kejujuran (tanpa tapi). Mari perangi mental korup dengan #beranijujur.
*Penulis merupakan penyair yang kebetulan menjadi guru.
154 total views, 1 views today