Ujian adalah suatu proses bertumbuh. Di sana, ada suatu gerakan yang menempa, suatu gerakan yang senantiasa membuat siapapun yang teruji berusaha. Tidak terkecuali ujian di sekolah, intinya tidak akan terasa. Anggapannya akan berhenti pada ‘kerjakan dan lupakan’. Padahal tanpa disadari, efek suatu ujian sekolah yang dianggap tidak memiliki urgensi berat itu adalah ladang untuk mengingat kembali, untuk mengasah.
Barangkali kamu adalah salah satu murid IPA dengan minat penuh pada IPS, atau murid IPS yang mulai tertarik dengan pelajaran di IPA. Lantas hal tersebut menjadikan kamu ogah dan kurang gairah pada apa yang kamu geluti sekarang. Belajarmu jadi seadanya, usahamu jadi ala kadarnya.
Sebuah hal manusiawi itu datang beriringan dengan prosesmu bertumbuh, berjalan dengan bagaimana kamu merespon suatu ujian yang di depan matamu. Ujian yang bagimu semacam formalitas untuk meraih angka di nilai rapormu, agar orangtuamu tidak naik pitam saat kenaikan kelas.
Di depanmu ini adalah suatu tulisan yang tidak berarti apa-apa, tidak serta merta menjadikanmu langsung bersemangat untuk belajar—atau seminim-minimnya membuka buku untuk mata pelajaran di ujian hari pertama. Tujuannya hanya perihal seorang alumni, yang mengenang kembali bagaimana suasana bangku ujian di sekolah.
Sebab, nanti kamu akan sama saja seperti penulis dalam tulisan ini. suatu hari nanti kamu akan memahami ternyata akan kamu temui kasus mendadak yang memaksamu mengingat kembali tapi berakhir dengan ‘ini kan pernah kupelajari dulu, tapi aku lupa’. Ujian-ujian tanpa nilai itulah sebenar-benarnya hasilmu diuji oleh gurumu. Bukan lagi perihal angka, melainkan sebuah self-claim bahwa kamu pernah mempelajari, pernah lulus sebab teruji dengan sempurna.
Selamat menjalani ujian PAS. Semoga hasil dan usahamu teruji dengan layak di ujian-ujian yang akan datang, nanti.
Juwita Wardah
IPA 3 (2015)
Bahasa dan Sastra Indonesia (suatu universitas di Yogyakarta)